RESUM METODE PENELITIAN BAHASA MAHSUN
BAB 1
PENELITIAN DAN MASALAH PENELITIAN BAHASA
A.
Ikhwal Penelitian dan Penelitian Bahasa
Adanya dua
wujud tanggapan manusia terhadap realitas alamiah yaitu disamping disamping ia
mengamati alamnya sebagai sesuatu yang statis, juga mengamati alamnya sebagai
sesuatu yang berubah dan berkembang atau sebagai sesuatu yang dinamis. Dengan
demikian peneliti tidak lain adalah ikhtiar manusia yang dilakukan dalam upaya
pemecahan masalah yang dibagi.
Penelitian
ilmiah adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis
terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan antar
gejala alam. Penelitian terhadap objek sasaran yang berupa bahasa itu dikatakan
sistematis, terkontrol dan empiris.
B.
Masalah Penelitian dan Sumber Masalah dalam Penelitian
Pada dasarnya
penelitian merupakan ikhtiar manusia dalam upaya pemecahan masalah. McGuigan
menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada tiga keadaan yang memunculkan masalah,
yaitu:
a.
Ada
informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita.
b.
Ada
hasil-hasil yang bertentangan
c.
Ada
satu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskan melalui penelitian
Dalam hal ini,
teori linguistik tertentu cocok untuk bahasa-bahasa tertentu dan kurang cocok
untuk bahasa lainnya. Secara teoritis perbedaan kedua terletak pada 1. Satuan
lingual kata memiliki potensi untuk dituturkan terisolasi dari tuturan lainnya.
2. Satuan lingual afiks tidak memiliki demikan. Prospek penemuan
masalah-masalah sangat dimungkinkan karena sejauh ini teori-teori linguistik
yang dikembangkan sering dilandaskan pada bahasa-bahasa tertentu yang kadang
kala tidak cocok diterapkan pada bahasa lain yang tidak setipe dengan bahasa
yang dijadikan dasar dalam membangun teori itu. Adapun yang dimaksud dengan
keadaan pada butir adalah berhubungan dengan kondisi peneliti menemukan bahasa
tertentu atau aspek tertentu dari bahasa tertentu yang belum pernah diteliti.
Masalah yang
hendak diteliti sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya dan bersifat
spesifik. Dalam merumuskan masalah secara spesifik teori memaikan peran yang
cukup penting, terutama memberi tahu aspek-aspek kajian yang menyangkut bidang
morfologi dan lain-lain. Berdasarkan hal itu maka dapat ditentukan aspek mana dari
keseluruhan aspek bidang kajian morfologi tersebut yang diteliti.
C.
Hipotesis dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Langkah
selanjutnya ialah memulai memperkirakan hasil-hasil yang dapat dicapai memlaui
penelitian itu. Sebagai jawabam yang sifatnya sementara, maka hiptesis haruslah
memiliki sifat-sifat sebagai berikut 1. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk
kalimat deklaratif. 2. Hipotesis harus dapat diuji. 3. Hipotesis harus masuk
akal. Hipotesis, sebagai jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam
penelitian tidak hanya disusun berdasarkan pengamatan terhadap objek
penelitian, melainkan juga didasarkan pada hasil kajian terhadap kepustakaan
yang relavan dengannya.
D.
Metode, Data, dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Metode memiliki
hubungan dengan teori. Hal ini disebabkan untuk mengidentifikasi apakah suatu
tujuan lingual tertentu merupakan afiks atau kata haruslah dapat ditunjukkan
dengan adanya data yang dapat membuktikan bahwa satuan lingual itu tidak
memiliki potensi untuk diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya. Dalam
hal ini teori yang berhubungan dengan morfologi. Teori merupakan unsur sentral
yang selalu memberi pencerahan terhadap upaya merumuskan masalah yang secara
tentatif terhadap masalah, pemilihan metode termasuk teknik-tekniknya, dan
wujud data yang harus disediakan pada tahap penyediaan data. Untuk jelasnya
lihatlah diagram di bawah ini
Masalah/Hipotesis
Metode/teknik Data
E.
Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa
Sudaryanto
(1993: 3) memberi batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi yang
ada karena bermacam tuntutan. Sebagai bahan penelitian, maka di dalam data
terkandung objek penelitian dan unsur lain yang membentuk data, yang disebut
konteks. Konteks objek penelitian untuk objek penelitian bahasa selalu bersifat
ganda.
Konsep
data dalam pengertian di atas bersifat holistis, dalam arti kata dapat
dipandang sebagai entitas dan identitasnya oleh keterpaduan unsur-unsur yang
membentuk entitas tersebut. setiap unsur yang bembentuk entitas dapat
diandalkan sebagai objek penelitian plus konteksnya. Adanya kenyataan berbagai
macam posisi konteks dalam hubungannya dengan objek penelitian bahasa dalam
susunan beruntunan menggambarkan bahwa objek penelitian bahasa bersifat ganda.
Selain pengertian kepergandaan konteks secara struktural di atas, kegandaan
konteks juga dapat dipandang secara sistemik yang muncul dalam ujaran yang
berbeda.
Data
sebagai entitas berdasarkan pandangan holistis, mengandung pula pengertian
bahwa data tidak hanya memilik aspek lahiriah, yang bersifat mawujud yang
teramati pada korpus data. Akan tetapi, data juga memiliki aspek batiniah yang
bersifat terwujud atau yang disebut menteks. Apa yang diuraikan di atas adalah konsep data yang berhubungan dengan
bidang linguistik singkronis dan diakronis, sedangkan untuk bidang linguistik
antar disipliner baik sosiologi mapun dialektologi menkaji perbedaan
unsur-unsur kebahasaan.
Apabila
dalam penelitian dialektologi itu bertujuan membuat deskripsi perbedaan
dialektal atau subdiktal pada tataran fonologi, maka objek penelitian kita
adalah realisasi bunyi yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam
merealisasi makna tertentu. Dan Apabila dalam penelitian sosiloinguistik itu
bertujuan didasrkan deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor
sosial, maka objek kajiannya adalah perbedaan unsur kebahasaan dalam
merealisasikan makna tertentu yang terdapat diantara kelompok sosial yang
menggunakan bahasa tertentu, atau perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang
digunakan oleh suatu kelompok dalam berkomunikasi dengan kelompok sosial lain.
F.
Hakikat Penelitian Bahasa
Penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas
objek penelitian. Karena objek penelitian bahasa tidak pernah hadir sendirian,
selalu disertai konteks, maka konteks merupakan penentu identitas objek
penelitian. Hakikat penelitian di atas hendaknya benar-benar disadari oleh
peneliti karena akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap
penyediaan data.
G.
Beberapa Tahap Pelaksanaan Penelitian Bahasa
Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi tiga
tahapan, yaitu
a.
Penelitian,
b.
Pelaksanaan
penelitian, dan
c.
.
penulisan laporan penelitian
BAB 2
Tahapan Pra Penelitian
Tahapan Pra Penelitian
Tahapan
prapenelitian adalah tahapan penyusunan desain/usulan penelitian (proposal).
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana menyusun suatu desain
penelitian yang baik, maksudnya desain/usulan penelitian yang disusun memenuhi
unsur-unsur yang telah ditentukan. Unsur-unsur yang dimaksud terdiri dari
bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir.
Bagian
awal mencakup halaman judul (judul penelitian, penulis/desainusulan, lembaga
afiliasi calon peneliti) dan halaman pengesahan (judul penelitian, tanda tangan
pihak yang berwenang atau tanda tangan pimpinan lembaga tempat berafiliasinya
calon peneliti). Bagian utama sebuah desain/usulan penelitian memuat pendahuluan, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis (bila ada), metode
penelitian, jadwal penelitian, dan pendanaan.
A.
Pendahuluan
Bagian
pendahuluan memuat alur pikir tentang pemilihan topik dan area penelitian yang
mencakup latar belakang, ruang lingkup, dan batas-batas penelitian.
B.
Rumusan
Masalah
Bagian
rumusan masalah berisi uraian tentang masalah – masalah yang hendak dipecahkan
melalui penelitian. Masalah – masalah yang dipaparkan itu tidak lepas dari
latar belakang yang dikemukakan pada bagian pendahuluan di atas.
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian berisi uraian tentang tujuan penelitian secara spesifik yang ingin
dicapai dari penelitian yang hendak dilakukan.
D.
Tinjauan
Pustaka
Dalam
tinjauan pustaka dimuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian
terdahulu yang ada hubungan dengan penelitian yang di lakukan. Dalam paparan
tersebut hendaknya di tunjukkan bahwa penelitian yang hendak dilakukan belum
memperoleh hasil yang memuaskan dari penelitian-menelitian yang pernah di
lakukan peneliti terdahulu sehingga diperlukan peneliti lanjutan.
E.
Kerangka
Teori
Kerangka
teori dijabarkan dari tinjauan pustaka dan disusun oleh peneliti sebagai
kerangka acuan dalam memecahkan masalah dan untuk merumuskan hipotesis ( jika hipotesis
dipandang perlu dicantumkan).
Untuk
menutupi kerumpangan teori dan metode yang digunakan pada penelitian terdahulu,
dalam penelitian yang akan dilakukan itu dicoba paparkan teori dan metode yang
dipandang lebih komprehesif dalam membantu menjawab permasalahan yang hendak
diteliti. Hasil dari penggunaan teori dan metode tersebut diharapkan mampu
memberikan penjelasan yang tuntas.
F.
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban tentatif terhadap masalah yang hendak dipecahkan melalui
penelitian yang hendak dilakukan. Untuk penelitian bahasa, hipotesis tidak
harus dicantumkan karena corak penelitian bahasa lebih bersifat deskriptif.
G.
Metode
Penelitian
Pada
bagian metode penelitian dijelaskan cara penelitian itu dilakukan, mencakup
bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel, dan data yang
hendak disediakan dan analisis data.
Bahan
atau mteri penelitian dapat berupa uraian tentang populasi dan sampel
penelitian, serta informasi. Populasi, sampel, dan responden penelitian. Alat,
dimasukkan disini adalah alat penjaringan data, seperti instrumen penelitian
yang berupa daftar pertanyaan. Tentang alat atau instrumen penelitian ini
haruslah dijelaskan secara jelas, jalan penelitian, maksudnya uraian yang
terinci tentang cara melaksanakan penelitian.
H.
Jadwal
Penelitian
Jadwal
penelitian hendaknya di susun secara seksama yang dapat menunjukkan
tahapan-tahapan yang dilalui dalam penelitian, rincian kegiatan dalam setiap
tahapnya, dan waktu yang diperoleh untuk melaksanakan setiap kegiatan tersebut.
Oeleh karena itu, jadwal kegiatan dapat disajikan dalam bentuk matrik dan
disusun dengan mengacub pada matrik jalannya penelitian, karena semua kegiatan
yang dilakukan merupakan dari semua refleksi pelaksanaan tahapan yang ada dalam
matriks jalannya penelitian.
Metode
Penelitian Bahasa
No
|
Kegiatan
|
Tujuan/
Penanggung jawab
|
Bulan Ke
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
|||
1.
|
Persiapan
|
Memperoleh dral instrumen
penelitian
|
||||||||||||
1.1
|
Penyusunan daraf instrumen
penelitian
|
Memperoleh daerah pakai dialek
bahasa sasak yang penuturnya akan dijadikan informan
|
||||||||||||
1.2
|
Penentuan sampel penelitian
|
|||||||||||||
2.
|
Sosialisasi intrumen penelitian
|
Memperoleh tenaga peneliti
|
||||||||||||
2.1
|
Pelatihan tenaga lapangan
|
Memperoleh intrumen penelitian
|
||||||||||||
2.2
|
Uji coba penelitian
|
|||||||||||||
3.
|
Pengumpulan data
|
Memperoleh informan yang sesuai
kriteria
|
||||||||||||
3.1
|
Pemilihan instrumen
|
Memperoleh data dalam bentuk
rekaman
|
||||||||||||
3.2
|
Perekaman data
|
Memperoleh data yang telah
ditranskripsikan
|
||||||||||||
3.3
|
Pentranskripsian rekaman
|
|||||||||||||
4.
|
Analisis data
|
|||||||||||||
4.1
|
Mendeskripsikan perbedaan
|
Deskripsi perbedaan unsur
|
||||||||||||
4.2
|
Penentuan dialek
|
Diperoleh gambaran tentang jumlah
dialek
|
||||||||||||
4.3
|
Pembuatan peta variasi
|
Terbuatnya peta variasi
|
||||||||||||
4.4
|
Mendeskripsikan bentuk bahasa
|
|||||||||||||
5.
|
Pelaporan
|
Terdeskripsinya bentuk bahasa
|
||||||||||||
6`
|
Melaksanakan seminar hasil
penelitian
|
Diperolehnya laporan untuk
penyempurnaan
|
||||||||||||
7.
|
Perbaikan laporan
|
Tersusunnya laporan hasil revisi
|
||||||||||||
8.
|
Pengiraman laporan ke sponsor
|
Diterimanya laporan oleh
penyandang dana
|
I.
Biaya
Penelitian
Setiap
kegiatan atau sarana pendukung lainnya haruslah dapat menggambarkan volume
kegiatan atau sarana pendukung yang dibutuhkan itu. Dalam pada itu, setiap
volume harus mencerminkan harga satuannya sehingga anggaran yang disusun
benar-benar realistis dan rasional, bukan anggaran yang disusun atas dasar
mnagada-ada atau mereka-reka.
J.
Daftar
Pustaka
Selanjutnya
bagian akhir dari proposal berisi daftar pustaka dan lampiran. Untu daftar
pustaka hanya didaftarkan semua pustaka yang memang diacu dalam usulan penelitian
dan disusun kebawah menurut abjad naka akhir penulis pertama. Untuk buku yang
ditulis: nama penulis, tahun terbit, judul buku, kota penerbit.
Lampiran
biasanya berisi keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan
penelitian, misalnya peta lokasi penelitian, instrumen penelitian, yang
sifatnya hanya melengkapi usulan penelitian. Oleh karena itu, lampiran tidak
harus ada.
BAB
3
Tahapan
Pra Penelitian
Tahapan
pelaksanaan penelitian dimaksudkan sebagai tahap penyediaan data, analisis data,
dan perumusan/penyajian hasil analisis, baik secara sinkronis, diakronis maupun
sosiolinguistis.
A.
Pelaksanaan
Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Terminologi
sinkronis merupakan terminologi yang pertama kali dikemukakan oleh Bapak
Linguistik Modern Ferdinand de Saussure dalam kumpulan kuliahnya yang
diterbitkan pad tahun 1916 (Saussure).
B.
Faktor
Penentu Wujud Metode
Tahap
penyediaan data merupakan salah satu dari tahap yang dilalui pada pelaksanaan
penelitian. Tahap ini menjadi dasar bagi pelaksanaan tahap analisis data.
C.
Metode
dan Teknik Peyediaan data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Dengan
berpatokan pada faktor-faktor penentu wujud metode dan teknik penyediaan data
pada seksi B di atas, maka pada dasarnya metode penyedian data dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam.
1. Metode
Simak
Metode penyediaan data
ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data
dilakukan dengan menyimak pengguna bahasa.
2. Metode
Cakap
Menamaan metode
penyediaan data dengan metode cakap disebab
kan cara yang ditempuh dalam mengumpulkan data itu adalah berupa
percakapan antara peneliti dengan informan.
3. Metode
Intropeksi
Metode lain selain metode simak dan cakap yang dapat
digunakan dalam penyediaan dat adalah metode intropeksi. Sudaryanto (1993a dan
1993b) mengklarifikasikan metode ini sebagai metode dalam analisis data, atau
yang disbutnya sebagai metode lefleksi-introspektif, yaitu upaya melibatkan
atau memanfaatkan sepenuh-penuhnya, secara optimal, peran peneliti sebagai
penutur bahasa tanpa meleburlenyapkan peran kepenelitian itu.
4.
Beberapa
Catatan Sekitar Teknik-Teknik Lanjutan Bawahan
Menurut
Sudaryanto secara knseptual dan dalam kerja analisis, data dapat
diklarifikasikan ke dalam dua tipe, yaitu Data Teranalisis dan Data
Pemeringan Analisis. Pada dasarnya perbedaan kedua jenis data terletak pada
sumber pemerolehan. Apabila data tersebut dari imforman, maka data tersebut di
sebut sebagai Data Teranalisis. Dan apa bila data tersebut tidak
diperoleh oleh selain informan, maka data tersebut di sebut sebagi Data
Pemeringang Analisis.
Hal
lain yang perlu dipertimbangkan selain dikotomi diatas adalah data tambahan
pemeringan analisis: bersifat lingual. Dalam kaitan bersifat lingual,
maka peran penutur dalam pengetasan keberterimaan atau ketidakberteriamaan data
yang disebut data tambahan pemerinagan analisis mutlak diperlukan, jika, sekali
lagi, peneliti ingin menganalisi bahasa dalam pemakaian bukan bahasa yang
dipikirkan peneliti. Peran ganda seorang peneliti bahasa masing-masing
mempunyai batas yang tegas. Data itu dibuat oleh peneliti bukan dalam
kapasitasnya sebagai peneliti, tetapi sebagai pembantu bahasa.
Berdasarkan
uraian di atas, kiranya dapat dikatakan bahwa dikotomi data teranalisis versus
data tambahan pemeringan analisis bagaikan sebuah lingkaran yang tidak jelas
ujung pangkalnya. Secara konseptual-metodologis dikotomi tersebut menjadi
hilang urgensinya dan hanya diciptakan untuk membenarkan keberadaan
teknik-teknik dan teknik balik. Patut dicatat bahwa seluruh tipe data yang
dimasukkan mencakup seluruh tipe data yang memang benar-benar ada, maupun keberadaannya masih
diragukan. Dengan pangkal pandangan teoritis di atas bahwa dikotomi data
teranalisis dan data tambahan pemeringan analisis kurang urgensinya, maka
dengan sendirinya pengkalrifikasian teknik-teknik tersebut ke dalam
teknik-teknik metode analisis data
menjadi kurang beralasan.
D.
Metode
dan Teknik Analisis Data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Tahap
penelitian data merupakan tahan penentuan, karena pada tahapan ini
kaidah-kaidah yang mengatur objek penelitian harus sudah diperoleh. Ada dua
metode utama yang dapat digunakan dalam analisis data, yaitu metode padan
intralingual dan metode padan ekstralingual.
Metode
padan intralingual. Padan merupakan kata yang bersinonim dengan kata banding
dan sesuatu yang dibandingkan mengandung makna adanya keterhubungan sehingga
padan di sini diartikan sebagai hal mengubug bandingkan. Jadi intralingual
mengacu pada unsur-unsur yang berada dalam bahasa. Padan intralingual adalah
metode analisis dengan cara menghubung bandingkan unsur-unsur yang bersifat
lingual. Dalam pelaksanaan penelitian yang sesungguhnya, penerapan metode ini
dalam tahap analisis data yang memungkinkan, jika data yang dihubungkan telah
tersedia. Metode ini selain untuk dapat digunakan untuk menganalisi unsur
lingual yang terdapat dalam bahasa yang sama, juga dapat digunakan untuk
mengalisis pada data yang berbeda seingga penelitian ini dapat digunakan pada
penelitian linguistik diagronis dan
sosiolinguistik.
Metode
pada ekstralingual ini digunakan untuk menganalisis unsur yang besifat
ekstralingual. Teknik dasar yang disebutnya sebagai teknih pilah unsur penentu
tidak dimasukkan. Apabila penelitian itu bertujuan bertujuan ntuk membagi
satuan lingual kata menjadi berbagai jenis, maka unsur lingual yang bersifat
referenlah yang dijadikan dasar analisis. apabila unsur penentu itu tidak lain
adalah unsur ekstralingual dan unsur ekstra lingual adalah dasar analisis
dengan metode padan, itu berarti pada saat melakukan analisis unsur
ekstralingual diandaikan telah tersedia. Untuk memperjelas hal ini kita kembali
pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian di atas peneliti dibimbing oleh teori
bahwa pengelokan bunyi bahasa berkaitan dengan fonetik artikulatoris.
E.
Metode
dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Hasil
analisis yang berupa kaidah-kaidah dapat disajikan melalui dua cara, yaitu (a)
perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaaan terminologi
yang bersifat teknis dan (b) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau
lambang-lambang. Kedua cara tersebut masing-masing disebut dengan metode
informal dan metode formal. Beberapa tanda atau lambang yang digunakan antara
lain dapat dipaparkan berikut ini.
·
Tanda asteris
(*) digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk lingual yang tidak gramatikal dan
diletakkan sebelum tuturan itu, misalnya *mencantik*,
*mempersempitkan* dan lain-lain. Namun untuk penyajian hasil analisis data
pada penelitian bahasa secara diakronis tanda ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa bentuk itu merupakan bentuk hipotesis.
·
Kurung biasa ((
)) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang berada didalamnya memiliki
alternasi sejumlah formatif yang berada
didalamnya, misalnya dalam BS ditemukan bentuk: lim (a,E,e) ‘lima’. Artinya untuk makna ‘lima’ dalam BS
direalisasikan dengan sekurang-kurangnya empat leksem, yaitu lima, limE, lime.
·
Krung kurawal ({
}) digunakan untuk menyatakan bahwa beberapa satuan lingual yang ada didalamnya
yang disusun secara berlajur dapat dan perlu dipilih salah satu apabila
digunakan bersama satuan satuan lain yang ada didepan atau dibelakangnya.
·
Tanda kurung
siku ([ ]) menunjukkan bahwa satuan didalamnya adalah satuan fonetis dan
biasanya digunakan dalam bidang fonologi untuk melambangkan bunyi tertentu yang
tidak berstatus fonem.
·
Tanda garis
miring (//) digunakan untuk menunjukkan satuan didalamnya adalah fonem.
F.
Pelaksanaan
Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Seperti
dipaparkan pada seksi A, linguistik diakronis adalah bidang linguistik yang
menyelidiki perkembangan bahasa dari saatu masa kemasa yang lain, serta
menyelidiki perbandingan suatu bahasa dengan bahasa lain.
No
|
Dialektologi Diakronis
|
Linguisti Historis Komparatif
|
1.
22
2
3
4.
5.
|
Mengkaji variasi yang
terdapat daalam satu bahasa
Melakuak rekonstruksi
bahasa purba
Bahasa purba yang direkontruksi
hanya sampai pada level bahasa purba yang menurunkan dialek-dialek dari satu
bahasa (prabahasa)
Rekonstruksi yang
dilakukan dengan memanfaatkan evidensi dialektal
Mengidentifikasi
dialek-dialek dalam satu bahasa
|
Mengkaji variasi yang
terdapat diantara bahasa bahasa yang berkerabat
Melakukan rekonstruksi
bahasa purba
Bahasa purba yang
direkonstruksi sampai pada level bahasa purba yang menurunkan beberapa bahasa
yang berkerabat
Rekonstruksi dilakukan
dengan memanfaatkan evidensi bahasa (bukan dialek)
Mengidentifikasi
bahasa-bahasa yang berkerabat melalui pengelompokan.
|
1.
Metode
dan Teknik Penyediaan Data Dalam Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Kegiatan
ilmiah disebut penelitian dalam semua disiplin ilmu termasuk dialektologi
diakronis maupun linguistik historis komparatif yang di bagi dalam tiga tahap,
yaitu (a) tahap penyediaan data, (b) tahap analisis data, dan (c) tahap
penyajian hasil analisis data (periksa Sudaryono, 1993:7). Penulis menerima
pandangan yang menjabarkan metode ke dalam teknik-teknik, kedua-duanya
merupakan “cara” dalam suatu upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan,
sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryono, 1993:9).
Ada
dua metode yang dapat digunakan dalam penyediaan data untuk penelitian dialektologi
diakronis ( termasuk linguistik historis komparatif), yaitu metode cakap dan
metode simak. Ihwal kedua metode ini beserta teknik-tekniknya akan dipaparkan
satu per satu seperti di bawah ini.
a. Metode
Cakap Beserta Teknik-tekniknya
Pengumpulan
data berupa percakapan antara peneliti dengan informan mengandung arti terdapat
kontak antara peneliti dengan informan
di setiap daerah pengamatan yang telah ditentukan dalam penelitian tersebut (
bandingkan dengan Sudaryanto, 1993:137). Metode cakap memiliki teknik dasar
berupa teknik pancing. Metode ini hanya dimungkinkan muncul jika peneliti
memberikan stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala
kebahasaan yang diharapkan peneliti. Pancingan atau stimulasi biasanya berupa
makna-makna yang biasanya tersusun dalam daftar pertanyaan.
Teknik
dasar tersebut di jabarkan ke dalam empat teknik lanjutan, yaitu sebagai
berikut.
1) Teknik
cakap semuka
Pelaksanaan
teknik ini peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan
percakapan (bersumber pada pancingan yang berupa daftar pertanyaan) dengan para
informan.
Dalam
penelitian dialektologi penggunaan teknik cakap sangat dianjurkan karena segala
kekurangan yang di temukan pada pelaksanaan teknik cakap tansemuka. Pelaksanaan
teknik cakap prioritas utama jatuh pada penelitiannya. Artinya, yang melakukan
penyediaan data dengan teknik tersebut adalah penelitinya, bukan tenaga
pembantu.
2) Teknik
cakap tansemuka
Teknik
ini dimaksudkan peneliti tidak langsung melakukan percakapan dengan informan pada
setiap daerah pengamatan, melainkan melakukannya melalui surat menyurat. Teknik
ini dapat disejajarkan dengan teknik pupuan sinurat (Ayatrohaedi, 1983:52-53).
Penyediaan
data dengan teknik ini belum dapat memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
keadaan alam, budaya, masyarakat, sejarah, dan adat istiadat daerah yang
diteliti, yaitu hal-hal yang sebenarnya ikut berperan dalam menentukan
perkembangan dialek setempat (periksa Ayatrohaedi, 1983:34).
3) Teknik
catat
Untuk
mengetahui realisasi fonem-fonem tertentu (misalnya dengan memanfaatkan fonetik
artikulatoris) dengan cara melihat bagaimana bunyi itu dihasilkan. Jadi, harus
dilihat organ bicara serta cara organ bicara itu bekerja (jika menggunakan
fonetik artikulatoris). Selanjutnya, apa yang dilihat itu harus di catat karena
meskipun ada hasil rekaman, namun hasil rekaman dalam satu bentuk pita rekaman
tidak akan pernah memberikan gambaran ihwal yang berkaitan dengan fonetik
artikulatoris.
4) Teknik
rekam
Teknik
ini digunakan pada saat penerapan teknik cakap semuka. Status teknik ini
bersifat melengkapi kegiatan penyediaan data dengan teknik catat. Maksudnya,
apa yang di catat itu dapat di cek kembali dengan rekaman yang dihasilkan.
b. Metode
Simak Beserta Teknik-tekniknya
Penanaman
metode penelitian data ini dengan nama metode simak karena cara yang digunakan
penelitian untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.
Istilah menyimak disini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara
lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki
teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Dalam artian, penelitian dalam upaya
mendapatkan data melakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau
beberapa orang yang menjadi informan. Dalam praktik selanjutnya, teknik sadap
ini diikuti dengan teknik lanjutan, yang berupa teknik catat dan teknik rekam.
Dalam
penelitian dialektologi, metode simak memainkan peran yang cukup penting untuk
mengecek kembali penggunaan bahasa yang diperoleh dengan metode cakap. Selain
itu metode simak berkaitan dengan penggunaan bahasa secara tertulis yang
dimungkinkan jika bahasa dialrk atau subdialeknya diteliti itu memiliki
naskah-naskah kuno yang menunjukkan penggunaan bahasa pada masa lampau.
2. Beberapa Catatan
Ihwal Penggunaan Metode Penyediaan Data
Dalam
pelaksanaan tahapan penyediaan data untuk penelitian dialektologi dan
linguistik historis komparatif kedua metode yang diusulkan dapat digunakan.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknik-teknik
dari kedua metode tersebut.
Metode
cakap, dengan teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam merupakan
teknik-teknik penyediaan data yang cukup ideal bagi penelitian dialektologi dan
linguistik historis komparatif. Hal lain yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan tahapan
penyediaan data adalah yang berkaitan dengan
(a) Satuan
daerah pengamatan
Konsep
satuan daerah pengamatan sebenarnya hanya digunakan dalam rangka penelitian
dialektologi, bukan pada penelitian linguistik historis komparatif. Hal ini disebabkan
penelitian dialektologi lebih diarahkan pada upaya mencari perbedaan-perbedaan
yang terdapat diantara pemukiman-pemukiman penutur pemakai suatu bahasa,
sedangkan linguistik historis ditujukan untuk menemukan kesamaan unsur
kebahasaannya. Oleh karena itu,terminologi ini hanya dijelaskan dalam keperluan
penelitian dialektologi (diakronis)
Istilah
daerah pengamatan digunakan sebagai padanan istilah titik pengamatan (periksa
Ayatrohaedi: 1983, Tawangsih Lauder, 1990; Djantra Kawi, 1990; dan Danei, 1991)
dengan demikian dapat dikatakan bahwa daerah pengamatan adalah suatu kesatuan
wilayah distribusi yang secara geografis tidak terputus dan secara linguistis
memperlihatkan pemakaian isolek yang agak homogen yang dijadikan tempat
pengambilan data penggunaan bahasa (secara lisan).
(b) Penentuan
Daerah Pengamatan
Ada
dua cara yang dapat dilakukan dalam pemilihan daerah pengamatan, yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif
Secara
kualitatif satuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan
sebaiknya memenuhi kriteria
a. Daerah
pengamatan itu tidak dekat atau bertetangga dengan kota besar
b. Daerah
pengamatan itu mobilitasnya rendah
c. Berpenduduk
maksimal 6.000 jiwa.
d. Daerah
pengamatan itu berusia minimal 30 tahun.
Secara
kuantitatif, penemuan daerah pengamatan dapat pula dilakukan dengan cara
memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan. Jarak yang dipergunakan untuk
menentukan daerah pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antar sauan daerah
pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Selain itu perlu
dipertimbangkan soal presentase jumlah daerah pengamatan yang harus dipilih
dari keseluruhan populasi. Hal lain yang perlu dikemukakan adalah yang
berkaitan dengan penomoran daerah pengamatan. Penomoran daerah dapat dilakukan
dengan cara melingkar kedalam atau melingkar keluar, horizontal ke kanan atau
horizontal ke kiri, dan vertikalkebawah atau vertikal keatas, dan juga sistem
undian.
(c) Ihwal
Informan
Sebagai
sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa
kelompok penutur didaerah pengamatannya masing-masing, maka pemilihan seseorang
untuk dijadikan informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan berikut
1. Berjenis
kelamin pria atau wanita
2. Berusia
antara25-65 (tidak pikun)
3. Orang
tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarng
atau tidak pernah meninggalkan desanya.
4. Berpendidikan
maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP)
5. Berstatus
sosial menengah (tdak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu
tinggi mobilitasnya
6. Pekerjaannya
bertani atau buruh
7. Memiliki
kebanggaan terhadap isoleknya
8. Dapat
berbahasa indonesia
9. Sehat
jasmani dan rohani
(d) Daftar
Pernyataan
Penyusunan
daftar pertanyaan untuk penelitian dialektologi diakronis selalu didasarkan pda
dua hal
a. Aspek
kajian dialektologis diakronis (aspek sinkronis dan aspek diakronis)
b. Bidang
kebahasaan yang ingin dideskripsikan perbedaan-perbedaannya (fonologi,
morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik)
Dengan
memerhatikan aspek kajian dialektologis diakronis, maka daftar pertanyan yang
disusun untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pemerolehan adalah
sebagai berikut
1. Bentuk-bentuk
atau makna-makna yang diharapkan muncul sebagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan hendaklah dapat mengidentifikasi suatu dialek atau
kelompok dialek.
2. Untuk
penelitian sosiolonguistik, daftar pertanyaan itu hendaklah dapat memunculkan
bentuk-bentuk yang mencerminkan kelompok sosial atau tingkat bahasa.
3. Bentuk-bentuk
yang muncul sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam daftar pertanyaan menarik untuk direkonstruksi
struktur prabahasanya.
4. Bentuk-bentuk
yang muncul sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam daftarpertanyaan
menarik untuk mengetahui sejarah daerah yang diteliti.
5. Bentuk-bentuk
yang muncul sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam daftar pertanyaan dapat
memberi penjelasan tentang inovasi dan relik.
Pada
bahasa yang belumbanyak diteliti, peran uji coba daftar pertanyaan sebelum
melakukan tahap penyediaan data yang sesungguhnya sangat penting dilakukan.
Kemudian dari segi kebahasaan yang menjadi objek kajian dapat dikemukakan bahwa
daftar pertanyaan hendaknya memuat semua bidang kebahasaan tersebut. seperti
1. Fonologi,
daftar pertanyaan hendaknya menjaring data kebahasaan guna pendeskripsian,
aspek-aspek fonologis isolek yang diteliti
2. Morfologi,
daftar pertanyaan hendaknya menjaring data-data kebahasaan yang dapat
memberikan gabaran mengenai perbedaan dialektal/subdialektal dalam hal:
afiks-afiks yang digunakan dalam proses pembentukan kata, tipe reduplikasi yang
juga digunakan dalam proses pembentuk kata, atau morfofonemik.
3. Sintaksis,
daftar pertanyaan hendaknya dapat memberikan gambaran perbedaan,
dialektal/subdialektal pada aspek: kontruksi frasa, klausa, struktur kalimat,
dan morfosintaksis pada bahasa yang dialek/subdialek tertentu.
4. Leksikon,
ada beberapa pertimbangan dalam menyusun pertanyaan untuk bidang leksikon
a. Menyangkut
makna yang bersifat universal
b. Berkaitan
dengan aspek sosiolinguistik, daftar pertanyaan menyangkut jenis-jenis makna
kosa kata dasar yang akan diteliti.
c. Menjaring
bentuk-bentuk yang relatif penting dalam pengelompokan dialek/subdialek.
d. Memunculkan
bentuk-bentuk yang relatif bermanfaat untuk merekontruksi prabahasa serta dapat
memberikan gambaran refleks dari suatu protofonem tertentu.
e. Memunculkan
bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur historis dan budaya masyarakat
pemakai bahasa yang dialek dan subdialeknya diteliti
f. Makna
dapat digunakan untuk penelitian pada bahasa lain
g. Bentuk
leksikal tersebut hendaknya disertai konteks.
Selain
hal diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam menyusun daftar pertanyaan,
khususnya bidang leksikon adalah menyusun daftar pernyataan itu dalam
urut-urutan.
5. Semantik,
daftar pertanyaan hendaknya menggunakan bahasa setempat, bahasa ibu, atau
bahasa nasional, karena yang hendak diteliti bertitik tolak pada bentuk
(perbedaan bentuk)
3. Metode dan
Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Metode
dan teknik analisis data yang disajikan dalam seksi ini akan dibagi dalam dua
subseksi, yaitu seksi metode dan teknik analisis data untuk penelitan subbidang
dialektologi dan seksi metode dan teknik analisis data untuk penelitian
subbidang linguistik historis komperatif.
a. Metode
dan Teknik Analisis Data Penelitian Dialektologi Diakronis
Metode
analisis yang dikemukakan dalam seksi ini menyangkut metode analisis yang
digunakan dalam pengindentifikasian dan pemetaan bentuk-bentuk bahasa yang
berbeda di antara daerah-daerah pengamatan, penentuan isolek sebagai dialek
atau subdialek, rekonstruksi prabahasa, dan penentuan dialek/subdialek inovatif
dan konsevatif.
b. Metode
dan Teknik Identifikasi Pemetaan Perbedaan Unsur-Unsur Kebahasaan
Analisis
penentuan unsur-unsur bahasa yang berbeda dilakukan dengan menggunakan metode
padan intralingual (PI) dengan teknik dasar hubungan banding intralingual
(THBT) dan teknik lanjutan hubungan banding (HB) membedakan (HBB). Hal ini
terjadi kerena penelitian secara dialektologis salah satunya bertujuan mencari
perbedaan untuk tujuan pengelompokan isolek.
Untuk
pemetaan unsur-unsur bahasa yang berbeda yang ditemukan dari hasil analisis
selanjutnya dipetakan. Ada tiga cara atau metode yang dapat digunakan dalam
membuat peta perbedaan unsur kebahasaan, yaitu metode pemetaan langsung,
menggunakan lambang (metode pelambangan), dan metode peta. Metode pemetaan
langsung dilakukan dengan cara memindahkan unsur-unsur bahasa yang memiliki
perbedaan itu ke atas peta dasar (peta yang memuat daerah-daerah pengamatan
penelitian). Metode ini dipandang efektif jika realisasi unsur-unsur yang
berbeda itu memungkinkan untuk ditulis dalam peta menurut daerah pemakaiannya.
Adapun maksud pemetaan dengan metode pelambangan adalah, mengganti unsur-unsur
bahasa yang berbeda itu dengan lambang yang dituliskan di sebelah kanan daerah
pengamatan yang menggunakan benntuk (untuk perbedaan fonologi, morfologi,
leksikon, sintaksis) atau makna (untuk perbedaan semantik) yang di lambangkan
itu. Sedangkan maksud metode petak adalah, daerah-daerah pengamatan yang
menggunakan bentuk atau makna tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah
pengamatan yang mmenggunakan bentuk atau
maknna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis.
c.
Metode
Analisis Isolek Sebagai Dialek dan Subdialek
1.
Metode
pemahaman timbal balik (Mutual
intelligibility)
Konsep
pemahaman timbal balik memiliki prinsip dasar, bahwa jarak spasial berbanding
lurus dengan tingkat pemahaman. Maksudnya, suatu daerah pakai isolek memiliki
pemahaman timbal balik sesuai dengan jarak kedekatannya dengan pusat
penyebaran.
Chambers
dan Trudgill (1980: 4) memberi batasan bahasa dengan memanfaatkan konsep mutual intelligibility tersebut sebagai
sekumpulan penutur dialek yang di antara mereka terdapat pemahaman timbal
balik. Batasan di atas mengimplikasikan bahwa penentuan isolek sebagai
dialek/subdialek dengan metode pemahaman timbal balik bertumpu pada prinsip:
apabila penutur-penutur dari satu atau lebih sistem isolek yang melakukan
kontak dengan menggunakan isoleknya masisng-masing terdapat pemahaman timbal
balik satu sama lain, maka isolek-isolek tersebut merupakan dialek/subdalek
dari satu bahasa. Sebaliknya, apabila dalam kasus di atas untuk terdapat
pemahaman timbal balik, isolek-isolek itu harus dianggap masing-masing sebagai
bahasa yang berbeda.
2.
Metode
Leksikostatistik
Penerapan
metode leksikostatistik bertumpu pada tiga asumsi dasar berikut.
a. Sebagai
dari kosa kata dalam suatu bahasa sukar sekali berubah dibandingkan dengan
bagian lainnya.
b. Retensi
atau ketahanan kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa.
c. Perubahan
yang terjadi pada semua kata dalam kosa kata dasar dalam suatu bahasa adalah
sama.
Dalam
penelitian dialektologi, metode lesikostatistik ini dapat digunakan untuk
mengelompokkan beberapa daerah pengamatan sebagai kelompok pemakai dialek atau
subdialek tertentu dengan menghitung persentase kekognatan antar daerah
pengamatan (perksa Danie, 1991).
Untuk asumsi yang pertama, kosa kata
dalam daftar kosa kata dasar ada yang bersifat universal dan ada yang tidak
universal. Untuk asumsi kedua, data menunjukkan bahwa ketahanan kosa kata dasar
dalam masing-masing bahasa ternyata tidak bersifat konstan dan tidak sama.
Untuk asumsi ketiga, Dyen membuktikan bahwa kata-kata tertentu dalam kosa kata
dasar ada yang stabil dan ada yang mudah mengalami perubahan.
3.
Metode
Dialektometri
Untuk penghitungan dengan segitiga
antardaerah pengamatan dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. Daerah
pengamatan yang diperbandingkan hanya daerah pengamatan yang berdasarkan
letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi.
b. Setiap
daerah pengamatan yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan
garis sehingga diperoleh bsegitiga-segitiga yang beragam bentuknya.
c. Garis-garis
pada segitiga dialekrometri tidak saling berpotongan, pilih salah satu
kemungkinan saja dann sebaiknya dipilih yang berdasarkan letaknya lebih dekat
satu sama lain.
Pandangan
Guiter di atas pada hakikatnya mengimplikasikan bahwa dialektometri
memperlakukan sama semua isoglos, tanpa memperhitungkan adanya isoglos yang
berupa korespondensi dan yang berupa variasi. Kedua-duanya dicampuradukkan.
4.
Metode
Homals
Prinsip
dasar dalam pelaksanaan metode Homals adalah sebagai berikut.
a. Item-item
dalam kuesioner merupakan variabel-variabel
b. Setiap
kategori sebagai hasil reduksi data lapangan dianggap benar-benar berdiri
sendiri.
c. Data
yang dianalisis adalah data (berupa kategori-kategori) yang terdapat dalam
matrik, yang berarti tidak ada informasi eksternal.
d. Kategori-kategori
dengan profil nilai yang khas pada serangkaian dimensi mempunyai hubungan yang
erat dengan daerah-daerah pengamatan, yang mempunyai jenis profil yang serupa
pada dimensi yang sama.
Secara
garis besar langkah-langkah pelaksanaan metode Homals dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Data
disusun sebagai kategori jawaban di dalam matriks bujur sangkar, yang satu sama
lain berdiribsendiri.
b. Data
yang berupa kategori-kategori itu dimasukkan ke dalam matriks yang secara
horisontal setiap petaknya memuat kategori-kategori jawaban.
c. Memindahkan
data yang berupa bilangan-bilangan pada tabel 2 ke dalam matriks nol-satu,
dengan maksud bilangan-bilangan tersebut dapat diperbandingkan dan dihitung
baik secara horozontal maupun variabek.
5.
Metode
berkas isolog (bundle of isoglosses)
Isoglos
pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan di atas peta
(Tawangsih Lauder, 1990:17). Sebagai garis imajiner, keberadan isoglos mungkin
dapat disejajarkan dengan garis lintang dan garis bujur pada sebuah bola dunia
(globe) dalam pengertian yang relatif. Dalam hal ini isoglos sebagai garis
imajiner mengandung pengertian bahwa isoglos-isoglos (berkas isoglos) yang
tertera di atas peta dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kehidupan manusia,
misalnya membuat prediksi daerah penyebaran wabah penyakit menular seperti yang
dilakukan WHO (World Health Organization).
Adanya
perhatian terhadap kuantitas dan kualitas isoglos yang membentuk satu berkas
isoglos, maka metode berkas isoglos yang diusulkan di sini merupakan perpaduan
antara metode yang bersifat kuantitatif dengan metode kualitatif, meskipun
sebenarnya isoglos itu sendiri bersifat kualitatif.
Ada
beberapa hal yang berkaitan dengan kemanfaatan metode berkas isoglos serta
keterhubungannya dengan kajian dialektologi yang bersifat diakronis sebagai
berikut.
a. Penentuan
kadar kuantitas isoglos-isoglos yang membagi daerah-daerah pengamatan ke dalam
daerah dialek atau subdialek dapat menghindari kemanasukaan pemiilihan
isoglos-isoglos tersebut dalam penetuan dialek atau subdialek.
b. Penentuan
kadar kualitas isoglos-isoglos yang membagi daerah-daerah pengamatan ke dalam
daerah dialek atau subdialek dapat menghindari sikap penyamarataan
isoglos-isoglos yang memang memiliki perbedaan, seperti perbedaan antara
isoglos korespondensi dengan isoglos variasi.
c. Kajian
diakronis dalam dialektologi dapat mengungkapkan informasi-informasi yang
terkandung dalam isoglos-isoglos yang berada diluar ikatan, yang tidak
memainkan peran yang penting dalam pemilihan isolek menjadi dialek atau
subdialek.
Selain
penentuan dialek atau subdialek dengan metode di atas, juga ditemukan penentuan
isolek sebagai dialek atau subdialeg dengan melihat realisasi vokal pada silabe
ultima. Penentuan dengan cara ini (khusus untuk bahasa-bahasa Austronesia
Barat) berpijak pada asumsi bahwa vokal pada lingkungan tersebut sering kali
kurang stabil. Hal ini lebih mengarah pada dua hal.
a. Memperlakukan
ciri-ciri linguistik lainnya yang berada bersama-sama dalam kelompok senagai
ciri yang kurang penting
Kecenderungan untuk
memilih ciri-ciri linguistik tertentu yang berada bersama-sama dalam kelompok
secara manasuka.
6.
Metode
Rekonstruksi Prabahasa
Sebelum
dilakukan rekonstruksi prabahasa dari dialek-dialek atau subdialek yang
mendukung prabahasa tersebut terlebih dahulu harus ditentukan hubungan
kekerabatan antara dialek-dialek itu. Penentuan hubungan kekerabatan dilakukan
jika prabahasa itu menurunkan lebih dari dua dialek. Meskipun disadari bahwa
suatu prabahasa dapat saja menurunkan secara bersama-sama lebih dari dua
dialek, namun penentuan hubungan kekerabatan tersebut mutlak diperlukan. Karena
dengan cara demikian, dapat diketahui status evidensi yang ditemukan dalam
dialek-dialek itu dalam perekontruksian suatu prabahasa dan sekaligus dapat
diketahui sampai tingkat mana rekonstruksi itu dimungkinkan dilakukan dengan
memanfaatkan evidensi-evidensi pada dialek tertentu dari bahasa itu sendiri.
Sesuai dengan hakikat rekonstruksi
prabahasa sebagai rekonstruksi internal (rekonstruksi dalam), maka yang
dipadankan atau yang dibandingkan itu adalah evidensi-evidensi yang terdapat
dalam bahasa yang direkonstruksi prabahasanya. Dalam hal ini, evidensi dialek-dialek
atau subdialek-subdialek bahasa tersebut.
Selanjutnya, setiap teknik dasar
dari kedua metode itu memiliki teknik lanjutan, yaitu hubung banding menyamakan
(HBM), hubung banding membedakan (HBB), dan hubung banding menyamakan hal pokok
(HBMP). Kedua metode ini memiliki teknik lanjutan yang sama, tetapi yang
dihubung banding menyamakan, hubung banding membedakan, dan hubung banding
menyamakan hal pokok dalam masing-masing metode itu berbeda. Dalam metode pada
intralingual yang di HBM- HBB-HBMP-kan adalah unsur-unsur yang bersifat
lingual, sedangkan dalam metode pada ekstralingual yang di HBD-HBB-HBMP-kan
unsur-unsur yang bersifat ekstralingual. Lebih jauh ihwal kedua metode di atas
beserta teknik-tekniknya dapat dilihat dalam Mahsun (1994a).
Dengan menggunakan teknik HBD dan
HBB dari metode tersebut kita dapat memilih bentuk-bentuk yang berkognat, serta
mengelompokkannya. Bentuk-bentuk yang tidak berkognat dapat diabaikan,
sedangkan bentuk yang berkognat disimpan dalam matrik yang sama seperti tabel
no 4 dengan menulis bentuk yang berkognat itu pada masing-masing kolom dialek
atau menulis tanda (-) pada kolom dialek yang tidak memiliki bentuk yang
berkognat berikut untuk lebih jelasnya lihat tabel 5.
Sebelum rekontruksi etimon prabahasa
dilakukan dengan teknik HBMP, perlu dikemukakan prinsip-prinsip dasar yang
harus dipenuhi dalam rekontruksi prabahasa (baik rekontruksi etimon maupun
rekontruksi makna) prinsip-prinsip dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut
1. Menentukan
hubungan kekerabatan antara dialek-dialek bahasa yang diteliti.
2. Mengetahui
kaidah perubahan bunyi yang terjadi pada masing-masing dialek/subdialek.
3. Memulai
rekonstruksi dengan mengambil bentuk atau bunyi yang memiliki kesamaan pada
semua dialek.
4. Apabila
dialek-dialek/subdialek-dialek itu memperlihatkan penggunaan lebih dari satu
bentuk untuk satu makna, rekontruksi dilakukan lebih dari satu etimon (sejumlah
bentuk yang menjadi evidensi kekognatannya).
5. Apabila
dalam bentuk evidensinya terdapat unsur morfofonemik, maka yang direkonstruksi
adalah morfem dasarnya.
6. Setiap
korespondensi atau variasi bunyi harus direkonstruksi sebuah prafonem, kecuali
dua korespondeni atau variasi itu harus merupakan dua bunyi yang berbeda
7. Setiap
bunyi hanya direkontruksi satu kali.
8. Setiap
rekonstruksi ada prafonem. Jadi, jika dalam dialek-dialek/subdialek-subdialek
Hanya
ada satu fonem, sedangkan yang lainnya zero (o), maka yang direkonstruksi
adalah fonem itu sendiri.
7.
Metode
Penentuan Dialek Yang Inovatif Dan Konservatif
Seperti disebutkan bahwa dialek atau
subdialek (atau juga daerah pengamatan tertentu) disebut sebagai dialek atau
subdialek inovatif, jika pada dialek/subdialek tersebut banyak ditemukan
unsur-unsur pembaruan. Sementara itu, dialek atau subdialek (atau juga daerah
pengamatan tertentu) disebut sebagai dialek atau subdialek yang konservatif
jika padanya banyak ditemukan bentuk relik.
Adapun
analisis kuantitatif digunakan sebagai kelanjutan analisis kualitatif yang
bertujuan untuk menentukan frekuensi munculnya bentuk-bentuk inovasi atau relik
pada dialek, subdialek, atau daerah pengamatan tertentu, yang pada gilirannya
digunakan sebagai dasar untuk mengkatagorikannya sebagai dialek, subdialek,
atau daerah pengamatan yang inovatif atau konservatif.
Berbeda
dengan penentuan inovasi internal, penentuan inovasi eksternal disamping dapat
dilakuksn dengan metode PI dengan teknik HBB juga dapat dilakukan dengan teknik
HBM dalam metode yang sama. Ihwal penerapan kedua metode tersebut beserta
teknik-tekniknya dijelaskan berikut ini.
Penggunaan
metode PI teknik HBM dan HBB dan HBB dalam analisis inovasi eksternal biasanya
dilakukan terhadap pada dialek-dialek/subdialek-subdialek yang berhubungan
dengan satu bentuk bahasa purba tertentu (prabahasanya atau proto bahasanya).
Sebagai contoh diambil dari hasil penelitian Mahsun (1994).
Selanjutnya, dalam analisis apakah
bentuk-bentuk yang terdapat pada dialek-dialek/subdialek atau daerah-daerah
pengamatan tertentu merupakan bentuk warisan dari prabahasa atau proto bahasa,
metode PI dengan teknik PI dan HBB dapat digunakan.
Berbagai
linguis beranggapan bahwa bidang fonologi dari leksikon merupakan bidang yang
cukup menentukan dalam mengelompokkan perbedaan dialeksikal atau subdialeksikal
(bandingkan Chambers dan Trudgill, 1980:16 dengan Grinjs, 1976:6). Hal ini
disebabkan, perbedaan dialektal atau susbdialektal lebih banyak ditemukan pada
kedua bidang itu. Dengan melihat kemungkinan salah satu dari kedua bidang
mendemonasi munculnya perbedaan dialektal, pada dasarnya secara dialektologis
bahasa-bahasa itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu (a) bahasa yang
perbedaan dialektal atau subdialektalnya lebih dominan pada bidang fonologi,
seperti Bahasa Sumbawa (lihat Mahsun 1994), (b) bahasa yang perbedaan dialektal
atau subdialektalnya lebih dominan pada bidang leksikon, dan (c) bahasa yang
perbedaan dialeksikal atau subdialeksikal dominan pada kedua bidang tersebut.
Dialek,
subdialek, atau daerah-daerah pengamatan yang memiliki persentase kemunculan
evidensi inovasi dan konsevatif, sebaliknya yang persentase kemunculannya
rendah, masing-masing disebut sebagai dialek, subdialek, atau daerah pengamatan
yang kurang inovatif dan kurang konservatif.
G.
Metode
dan Teknik Analisis Data dalam Penelitian LinguistikHistoris Komparatif
1.
Metode
Leksikostatistik
Teknik-teknik
yang diterapkan dalam metode leksikostatistik
a. Mengumpulkan
kosakata dasar bahasa yang berkerabat.
b. Menetapkan
dan menghitung pasangan-pasangan mana yang merupakan kata berkerabat
c. Menghubungkan
hasil perhitungan yang berupa persentase kekerabatan dengan kategori
kekerabatan
2.
Metode
Inovasi Bersama yang Bersifat Ekslusif
Metode
yang dapat digunakan dalam pengelompokan bahasa adalah metode yang bersifat
kualitatif yaitu metode inovasi ekslusif bersama. Metode ini dimaksud sebagai
cara pengelompokan bahasa turunan ke dalam suatu kelompok yang lebih dekat
hubungannya, karena memperlihatkan inovasi yang berciri linguistik ekslusif
yang menyebar pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan.
3.
Metode
dan Teknik Rekonstruksi Bahasa Purba
Rekonstruksi
bahasa purba tidak hanya dilakukan dalam kajian dialektologi diakronis, tetapi
dilakukan pula dalam penelitian linguistik historis komparatif. Metode dan
tekhnik yang digunakan sama dengan metode dan tekhnik yang digunakan dalam
rekonstruksi bahasa purba pada kajian dialektologi diakronis. Bedanya hanya
bukti yang digunakan untuk rekonstruksi itu adalah bukti-bukti bahasa artinya
bukti-bukti yang terdapat pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Sementara
itu, dalam penelitian dialektologi diakronis yang digunakan adalah bukti
dialektal, yaitu bukti-bukti yang terdapat dalam dialek-dialek dari bahasa yang diteliti.
4.
Metode
Penyajian Hasil Analisis
Hasil
analisis, baik dalam penelitian dialektologi diakronis maupun linguistik
historis komparatif, yang berupa kaidah-kaidah disajikan melalui dua cara
(a) Perumusan
menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat
tekhnis (Informal)
(b) Perumusan
dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang (formal)
Ihwal penggunaan kata-kata biasa atau
lambang-lambang merupakan tekhnik hasil penjabaran dari masing-masing metode
penyajian tersebut (periksa Sudaryanto, 1993:145) Beberapa tanda atau
lambangyang digunakan antara lain
·
Asterisk (*)
digunakan untuk menunjukkan kehipotesisan bentuk yang bertanda tersebut. Tanda
ini dipakai mengawali bentuk yang direkonstruksi dengan spasi setengah diatas
bentuk hasil direkonstruksinya.
·
Kurung biasa
(()) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang didalamnya menunjukkan
bentuk itu memiliki alternatif sejumlah formatif yang berada didalamnya.
·
Kurung kurawal
({}) digunakan untuk menunjukkan semua formatif atau lambang yang disusun
secara berjalur didalamnya harus dipilih atau berlaku seluruhnya.
H. Pelaksanaan Penelitian
Sosiolinguistik (Pemakaian bahasa)
Pada
dasarnya pelaksaan penelitian secara sosiolinguistik sama dengan pelaksanaan
dalam bidang linguistik sinkronis dan diakronis yang dipaparkan di atas. Dalam
arti, tahapan-tahapan yang akan dilalui. Namun, sebelum dibahas ihwal tahapan
pelaksaan penelitian sosiolinguistik tersebut terlebih dahulu akan diaparkan
pertama dan hakikat penelitian bahasa secara sosiolinguistik.
1.
Perihal
Penelitian Sosioliguistik
Bidang
linguistik yang disebut bidang studi pemakaian bahasa merupakan bagian terbesar
dari pembahasan dalam bidang studi antardisiplin yang disebut sosiolingusitik.
Dengan kata lain, bidang linguistik yang berhubungan dengan pemakaian bahasa
merupakan salah satu bagian dari bidang studissosiolinguistik. Dengan demikian
penelitian pemakaian bahasa masuk ke dalam penelitian sosiolinguistik, terutama
jika yang dibicarakan adalah pemakaian bahasa menurut konteks sosial
penggunaannya. Dalam pada itu, sosiolinguistik itu sendiri merupakan bidang
terapan antaradua disiplin ilmu yaitu linguistik yang berkutat dengan masalah kebahasaan
di satu sisi, dengan disiplin sosilogi yang menaruh perhatian pada masalah
sosial masyarakat di sisi yang lain.
Persoalannya
bagaimana kedua disiplin ilmu yang memiliki objek kajian yang berbeda itu
bersinergi untuk suatu kajian bersama dalam menangani suatu fenomena yang sudah
dikukuhkan menjadi objek kajian bidang tertentu. Hal ini tentu tergantung pada
titik tekan kajian itu sendiri. Selanjutnya sosiolinguistik dikelompokkan pada
dua subbidang yang mikrososiolinguistik dan makrososiolinguistik. Apabila yang
pertama mengacu pada kajian bahasa pada komunikasi interpersonal, yang kedua
mengacu pada tingkat yang lebih tinggi daripada hanya sebagai komunikasi
antarpersonal, yaitu pada tingkat komunitas. Sebagai subbidang kajian
sosiolinguistik, maka yang menjadi lahan kajian pemakaian bahasa berhubungan
dengan upaya membedakan ragm-ragam tau varietass bahasa yang oleh Haliday
dibedakan atas varietas bahasa berdasarkan pemakaiannya, membedakan varietas
bahasa menjadi tiga subdimensi yaitu subdimensi bidang, cara, dan tenor.
Dengan
bertitik pada pengertian pemakaian bahasa dalam arti luas yang dikembangkan di
atas maka bidang kajian sosiolinguistik dapat dibagi menurut fokusnya antara
lain penitik beratan pada topik-topik berikut ini.
1.
Bahasa dan
gender
2.
Bahasa dan umur
3.
Bahasa dan
etnisitas
4.
Bahasa dan kelas
sosial
5.
Penggunaan
bahasa dan profesi
6.
Penggunaan
bahasa dalam media massa
7.
Penggunaan
bahasa dalam pendidikan
8.
Penggunaan
bahasa dalam penutur daerah tertentu
9.
Penggunaan
bahasa dalam debat
10.
Penggunaan bahasa
oleh pejabat
11.
Penggunaan
bahasa di dalam wawancara
12.
Penggunaan
bahasa dalam introgasi polisi
13.
Penggunaan
bahasa dalam pengadilan
14.
Penggunaan
bahasa diantara dokter dan pasien
15.
Penggunaan
bahasa guru dan murid
16.
Penggunaan
bahasa balita dikelas bawah dan kelas menengah atas
17.
Bahasa dan
ketidak samaan berahasa di kaloangan mahasiswa
18.
Penggunaan
bahasa di dalam surat-surat resmi
19.
Penggunaan
bahasa di dalam bidang tertentu
20.
Bahasa dan
strategi berbahasa
21.
Penggunaan
bahasa dan perinsip kerja sama
22.
Kesantunan
berbahasa
23.
Kesepadanan
adaptasi linguistik dengan adaptasi sosial di antara masyarakat tutur bahasa
yang berbeda dan lainnya.
2.
Metode
Penyediaan Data
Suatu
hal yang patutu diingat tahapan penyediaan data agar data yang diperoleh itu
representatif, adalah bahwa sumber data itu haruslah dapat mencerminkan
keterwakilan populasi penelitian, dalam hal ini diperlukan bersyarat sampel
yang optimal. Selain itu karena dalam penentuan sampel penelitian
sosiolinguistik berhubungan ddenan kelompok sosial, maka penentuan kelompok
sosial yang akan menjadi variabel penelitian perlu dirumuskan secara jelas,
karena kelompok-kelompok sosial inilah yang akan menjadi sampel dalam
pengambilan data.
a.
Penarikan Sampel
Penelitian Sosiolinguistik
Dalam
penelitian bahasa sampel yang besar tidak diperlukan, karena perilaku
linguistik cenderung lebih homogen dibandingkan dengan perilaku-perilaku yang
lain, Sankoff menyebutkan bahwa penelitian sosioliguistik yang hasilnya telah
diterbitkan ternyata menggunakan sampeel dalam jumlah yang tidak besar.
Ada
empat metode yang umum dipakai untuk memilih individu-individu yang akan
dijadikan sampel penelitian. Yang (1) yang paling mudah dan paling populer
adalah penarikan sampel dengan mengambil individu yang paling gampang didapat.
(2) penarikan sampel secara sistematis. (3) penarikan sampel secara acak.
b.
Penentuan Kelas
Sosial
Selanjutnya
yang perlu dikemukakan sehubungan dengan penarikan sampel adalah
pengkategorian kelompok sosial yang akan
dijadikan kategori penentuan sampel penelitian. Hal ini pennting karena
masyarakat tutur yang akan menjadi sasaran penelitian bukanlah sesuatu yang
homogen, tetapi bersifat heterogen, yang secara bersama-sama membentuk
masyarakat tutur tersebut. Untuk itu, penentuan kelompok sosial yang akan
menjadi sumber data perlu dilakukan secara cermat.
Terdapat
banyak cara dalam melakukan pengelompokan sosial, setidak-tidaknya ada dua
cara, yaitu secara objektif dan secara subjektif. Cara yang objektif dilakukan
dengan cara penentuan indeks sosial dari masing-masing stratifikasi sosial yang
dicanangkan terdapat dalam masyarakat tutur yang menjadi objek penelitian. Cara
subjek dalam penentuan indeks kelas sosial adalah melalui stereotip, melalui
jenis media masa yang dibaca oleh kelompok sosial tertentu.
c.
Metode
Penyediaan Data
Metode
yang dapat digunakan dalam tahap penyediaan data untuk penelitian
sosiolinguistik, sebenarnya dapat memanfaatkan jenis-jenis metode yang
digunakan dalam penelitian sosial. Namun, pada prinsipnya setidak-tidaknya ada
tiga metode yang dapat digunakan yaitu, metode simak (pengamatan/observasi),
survei dan cakap/wawancara.
1)
Metode simak
Metode
simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara
penelitian melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Dalam ilmu sosial, metode
ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi. Metode ini
memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Dikatakan demi kian karena dalam
praktik penelitian sesungguhnya penyimakan itu dilakukan dengan menyadap
pemakaian bahasa dan informan. Sebagai teknik dasar, maka ia memiliki teknik
lanjutan, yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik simak libat cakap,
catat, dan rekam.
Metode
simak dengan teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dimaksudkan si peneliti
menyadap prilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa
keterlibatannya dalam pristiwa tutur tersebut. Jadi, peneliti hanya sebagai
pengamat. Untuk memudahkan pencatatan, sebagai teknik lanjutan yang harus
menyertai penerapan teknik simak bebas lihat cakap, si peneliti hendaknya
membuat lembar penyimakan, yang berisi keterangan yang dapat dicentang dengan
cepat. Lembar penyimakan pada dasarnya berisi hal-hal berikut.
a)
Tanggal
penyimakan
b)
Topik
pembicaraan (masalah sehari-hari atau bukan)
c)
Lokasi tempat
penyimakan
d)
Orang yang
terlibat dalam peristiwa tutur yang disimak (uraian tentang orang pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya tergantung
pada jumlah yang terlibat. Uraian itu
masing-masing berisik: status kekerabatan, umur, tingkat pendidikan, bahasa
yang digunakan dalam peristiwa tutur tersebut)
e)
Nama penyimak,
yang disertai tempat dan tanggal
Adapun
teknik simak libat cakap atau yang disebut metode pengamatan berpartisipasi
atau manunggal atau pengamatan penuh , dimaksudkan sebagai upaya penyadapan
peristiwa tutur oleh peneliti dengan cara peneliti terlibat langsung dalam
peristiwa tersebut. Dalam hala ini, peneliti menyatu/manunggal dengan
pastisipan yang hendak disimak perilaku
tuturnya. Itu sebabnya Gunawan menyebut metode ini dengan nama metode
pengamatan manunggal.
Langkah-langkah
yang dapat ditempuh dalam penerapan teknik simak libat cakap ini pada dasarnya
sama dengan langkah-llangkah yang ditempuh dalam penerapan teknik simak bebas
libat cakap diatas, yaitu disertai dengan penerapan teknik catat dan atau
teknik rekam. Suatu hal yang perlu ditekankan di sini adalah, bahwa
sekembalinya dari penerapan teknik harus segera mempelajari catatan-catatan
atau mentranskripsikan rekamannya, melengkapinya dengan membuat catatan-catatan
tentang hal-hal yang belum tercatat.
2)
Metode survei
Metode
survai adalah metode penyediaan data yang dilakukan melalui penyebaran
kuesioner atau daftar tanyaan yang terstruktur dan rincian untuk memperoleeh
informan dari sejumlah besar informan yang dipandang representatif mewakili
populasi penelitian.apabila yang pertama dimaksudkan unruk memerikan populasi
yang sedang dikaji, maka yang kedua lebih bersifat lanjutan , yaitu bermaksud
menjelaskan hubungan-hubungan yang ada yang telah dijumpai di dalam survei
deskriptif.
3)
Metode
cakap/wawancara
Metode
cakap atau dalam penelitian ilmu sosial dikenal dengan nama metode wawancara
atau interview merupakan salah satu metode yang digunakan dalam tahap
penyediaan data yang dilakukan dengan penutur pelaku narasumber. Metode ini
memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Sebagai teknik dasar tentu
memiliki teknik lanjutan, dalam hal ini yang berupa teknik lanjutannya adalah
teknik cakap semula dan teknik cakap
taksemula. Diberi nama teknik cakap semuka karena si peneliti melakukan
percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat dengan informannya,
sedangkan dinamakan teknik cakap tak semuka karena si peneliti tidak bertemu
secara langsung dengan informan yang dijadikan sumber datanya.
Pada
dasarnya penerapan metode cakap dalam penelitian sosiolinguistik, termasuk
penelitian pemakaian bahasa, serupa dengan penerapan metode survei. Keduanya
mengguankan sejumlah pertanyaan yang dapat memancing munculnya informasi yang
diperlukan. Metode cakap ini juga memiliki dua lagi teknik lanjutan, yaitu
teknik catat dan teknik rekam. Seperti halnya pada penerapan metode simak,
kedua teknik lanjutan ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan
penerapan salah satu dari dua teknik cakap sebelumnya: teknik cakap semuka atau
teknik cakap taksemuka.
3.Metode
Analisis Data
Analisis
data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data.
Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan
membedakan data yang sama dan membedakan data yang serupa, tetapi tak sama.
Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokan data tentu harus didasarkan
pada apa yang menjadi tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah memecahkan
masalah yang memang terjadi focus penelitian, jika penelitian terdapat
hipotesis, jawaban tentative terhadap masalah penelitian yang memerlukan
pembuktian, maka sesungguhnya masalah, hipotesis, dan tujuan penelitian
merupakan suatu kesatuan yang membimbing kearah mana analisis data (termasuk
penyediaan data) itu dilakukan.
Data
memiliki dua wujud, yaitu data yang berwujud angka dan data yang bukan agka
(anshen, 1985). Data jenis pertama adalah
dapat dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif karena itu biasa
disebut sebagai data kuantitatif. Data jenis kedua adalah data yang dapat dianalisis dengan analisis kualitatif,
dari karena itu disebut pula sebagai data kualitatif. Data kualitatif, tidak
dapat dimanipulasidalam pengertian yang sama dengan data kuantitatif dan karena
itu data ini baru dapat dianalisis dengan analisis kuantitatif dengan cara
terlebih dahulu mengubah data tersebut dalam bentuk angka.
a. Analisis
kualitatif
Apabila
dalam penelitian kuantitatif prosesnya berlangsung secara linear, mulai dari
perumusan masalah, kemudian perumusan hipotesis (bagi studi eksplanatori),
penyusunan alat pengukuran (instrumen penyediaan data), melaksanakan kegiatan
penyediaan data itu sendiri, analisis data, dan akhirnya, penyajian hasil
analisis data dalam bentuk laporan penelitian maka dalam penelitian kualitatif
tahapan yang bersifat linear tersebut tidak dapat diterapkan. Oleh karena itu
dalam penelitian kualitatif kegiatan penyediaan data merupakan kegiatan yang
berlangsung secara simultan dengan kegiatan analisis data. Istilah memahami dan
menjelaskan merupakan dua istilah yang penekanannya berbeda. Jika dalam
istilah, mengandung arti sebagai upaya menelusuri alasan-alasan maknawi suatu
fenomena yang diteliti dengan berangkat dari pemahaman para pelakunya sendiri,
sedangkan dalam istilah menjelaskan mengandung arti upaya menjelaskan faktor
penyebab atau kualitas suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti.
Pada
dasarnya, terdapat dua strategi analisis dalam penelitian kalimat yang lazim
digunakan, yaitu model analisis deskriptif kualitatif yang lazim dugunakan,
yaitu model analisis deskriptif kualitatif dan verifikatif kualitatif. Kedua
model analisis ini menggambarkan alur logika analisis data dan masukan bagi
teknik analisis data yang digunakan. Meskipun telah disebutkan sebelumnya bahwa
dalam analisis kualitatif, data yang dianalisis itu bukan data berupa
angka-angka (data kuantitatif), dalam analisis kualitatif tidak tertutup
kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif, karena berguna bagi hal-hal berikut.
a. Pengembangan
analisis data kualitatif itu sendiri dan tentunya penggunaan data tersebut
sampai batas tertentu sesuai dengan kebutuhan.
b. Karena
sifat data kuantitatif itu kaku dan belum bermakna, maka pada saat
penggunaannya harus dilakukan secara luwes dan memaknainya sebagaimana yang
diinginkan dalam kaidah-kaidah penelitian kualitatif.
c. Penggunaan
data kuantitatif sekaligus mempertajam sekaligus memperkaya analisis kualitatif
itu sendiri untuk penelitian bahasa misalnya, data yang dimaksud adalah jumlah
penutur suatu bahasa atau varian, jumlah informan yang memilih dialek tertentu
dalam menjawab koesioner, jumlah informan yang memilih jawaban tertentu sesuai
dengan variabel penelitian usia atau ketokohan dan gender, data jumlah batas
alam, volume batas alam: tinggi gunung, lebar jalan dan lainnya.
Demi
konsistensi secara terminologis, istilah yang dipilih untuk menyebut metode
komparatif konstan ini adalah metode padan. Istilah komparatif diganti dengan
istilah padan karena disamping istilah komparatif itu berpadanan secara
semantik dengan istilah padan.
Metode
padan, seperti dijelaskan pada seksi E1 merupakan metode yang dalam praktik
analisis data dilakukan dengan menghubung-bandingkan antarunsur yang bersifat
lingual, jika itu berupa metode padan intralingual, atau menghubung-bandingkan
unsur yang ekstralingual, jika itu metode pada ekstralingual. Ada dua jenis
metode padan, yaitu padan intralingual dan padan ekstralingual.
Padan
intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan
unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun
dalam beberapa bahasa yang berbeda.
Sedangkan
padan ekstralingual, yaitu metode ini memiliki teknik-teknik yang sama dengan
teknik yang terdapat dalam metode padan intralingual. Kedua metode analisis
data secara kualitatif ini dapat digunakan secara serempak, yang dapat saling
mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan penelitian.
Beberapa
langkah yang dilakukan dalam penerapan metode ini untuk analisis data
kualitatif adalah berikut ini:
a. Membandingkan
setiap fenomena/kejadian yang dapat diterapkan pada setiap kategori;
b. Memadukan
kategori dan ciri-cirinya;
c. Membahas
lingkup teori;
d. Menulis
teori.
Pelaksanaan
kegiatan analisis data dengan penerapan metode ini akan diambil penelitian
mahsun (2005), yang berjudul “kesepadanan Adaptasi linguistik dengan Adaptasi
Sosial pada Masyarakat Tutur Bahasa Sasak, bali, dan Sumbawa di pulau
Lombok-NTB: Ke Arah pengembangan Model Resolusi Konflik di Wilayah pakai Bahasa
yang berbeda”, sebagai ilustrasi. Penelitian ini beberapa masalah dasar berikut
ini.
1. Bagaimana
wujud/pola adaptasi linguistik di antara ketiga masyarakat tutur bahasa
tersebut?
2. Komunitas
sosial manakah dalam masing-masing masyarakat tutur bahasa tersebut yang lebih
dominan melakukan adaptasi linguistik, sementara komunitas lainnya tidak
dominan?
3. Adakah
perbedaan kecenderungan melakukan adaptasi linguistik, di antar masyarakat
tutur yang rentan terhadap konflik (disharmoni) dengan masyarakat tutur yang
tidak rentan terhadap konflik sosial (harmoni)?
Permasalahan
penelitian diatas, maka secara metodologis wujud data yang akan menjadi basis
analisisnya adalah data kebahasaan dalam masing-masing bahasa komunitas tutur
yang menjadi sasaran penelitian yang berupa hasil adaptasi linguistik dalam
bentuk:
a. Penyesuaian
kaidah/bunyi antar bahasa yang penuturnya melakukan kontak;
b. Penggantian
unsur bahasa dalam salah satu atau kedua komunitas yang berkontak (unsur bahasa
pembicara dengan unsur bahasa mitra wicara), yang realisasinya dapat berupa:
pinjaman leksikal maupun gramatikal;
c. Penggunaan
bahasa mitra wicara yang berwujud alih kode dan campur kode.
Secara
metodologis, untuk sekadar contoh akan difokuskan pada tiga masalah yang
pertama karena lebih terkait dengan kajian sosiolinguistik, penelitian yang
bertujuan untuk memecahkan masalah diatas didesain dalam wujud berikut.
a. Pemecahan
masalah yang pertama, sumber datanya adalah dari ketiga penutur bahasa yang
berkontak, dalam hal ini adalah dari ketiga penutur bahasa yang berkontak,
dalam hal ini adalah penutur bahasa Sasak, Bali, dan Sumbawa.
b. Pemecahan
masalah yang pertama, sumber datanya adalah komunitas tutur bahasa Bali-Sasak
yang memperlihatkan kecenderungan kearah kehidupan hidup harmoni.
c. Sumber
datanya adalah segmen sosial yang terdapat dalam komunitas tutur masing-masing
dari ketiga bahasa itu.
d. Wujud
data yang dijadikan dasar dalam analisis ketiga masalah diatas adalah sama,
yaitu berupa: data kebahasaan yang berupa bentuk-bentuk adaptasi linguistic
penyesuaian kaidah fonologis, pinjaman leksikal dan gramatikal, alih kode dan
campur kode.
e. Mengingat
bahwa tidak semua unsur kebahasaan yang diadopsi oleh suatu bahasa dari bahasa
dari bahasa lain termotivasi karena adanya keeratan atau harmoninya hubungan di
antara komunitas tutur yang berkontak, tetap juga karena faktor kebutuhandan faktor
gengsi (bandingkan poedjoseodarmo, 2003 dengan Hockeu. 1958), maka selain data
dalam wujud diatas, juga diperlukan data pendukung berupa pandangan dan sikap
para penutur bahasa yang berkontak baik terdapat bahasanya dengan bahasa mitra
kontaknya.
Dari
contoh penelitian diatas, maka dapat diilustrasikan penerapan tahapa analisis
data dengan metode padan dengan teknik-teknik tersebut sebagai berikut:
a. Membandingkan
setiap fenomena/kejadian yang dapat diterapkan pada setiap kategori.
Pada
tahap ini ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu kegiatan pencatatan (coding) dan kegiatan memberi komentar
terhadap catatan tersebut. Analisis dimulai dengan mencatat setiap fenomena
berbahasa dari satu kategori yang berhubungan dengan adaptasi linguistic
sebanyak mungkin, mulai dari kategori itu muncul.
Selanjutnya,
peneliti mulai membandingkan kejadian/fenomena tersebut (mengenai wujud
adaptasi linguistic muncul, konsenkuensinya, dan hubungan dengan kategori
lainnya) secara terus-menerus sehingga peneliti dapat merumuskan ciri-ciri
kategori teoritis.
Terdapat
suatu kondisi yang akan dihadapi peneliti tatkala ia telah melakukan pencatatan
beberapa kali, misalnya dua atau tiga kali, yaitu konflik dalam penekanan
pemikiran. Mungkin peneliti akan menyenangi pemikiran teoretis sekaligus
berusaha menciptakan struktur teoretis dalam kajian berikutnya.
Patut
dicatat, bahwa yang paling menonjol dalam pelaksanaan tahapan (langkah) ini
adalah bagaimana peneliti menangkap kategori-kategori dan ciri-cirinya dalam
setiap kejadian atau fenomena beradaptasi secara linguisus, sekaligus peneliti
dapat menganalisisnya serta berusaha membentuk analisis itu kedalam
struktur-struktur teoretis yang dapat menunjang analisis lebih lanjut.
Misalnya, dapat diidentifikasi secara konseptual teoretis dari fenomena
adaptasi linguistic yang berupa campur kode itu terjadi pada penutur dengan
kategori usia tua-tokoh-pria, dan muda-tokoh pria.
b. Memadukan
kategori dengan ciri-cirinya
Konkretisasi
dari pelaksannan langkah ini adalah peneliti membandingkan fenomena yang muncul
dengan ciri-cirinya yang dihasilkan pada pelaksanaan lagkah pertama diatas.
Pada tahap ini peneliti berusaha menghubungkan kategori itu dengan ciri-cirinya
masing-masing.
Namun, yang harus diperhatikan
adalah bahwa peneliti harus dapat memformulasikan kategori-katgori beserta
ciri-cirinya itu menjadi rangkaian teori-teori sederhana. Peneliti harus mampu
memmformulasikan kategori dari suatu kejadian /fenomena menjadi teori sederhana
yang sifatnya dapat dikembangkan atau dibatasi pada tahap analisis selanjutnya.
c. Membatasi
lingkup teori
Pada
tahap ini peneliti dapat membatasi teori-teori minor yang berbentuk pada tahap
diatas berdasarkan relevansi yang menggiringnya kedalam suatu kategori dan
ciri-cirinya yang lebih besar. Pada suatu generalisasi untuk merumuskan teori
yang lebih besar relevansi nya dengan tujuan penelitian dala bentuk
redaksional-konseptual: bahwa terdapat kesepadanan antara adaptasi linguistic
dengan adapatasi sosial antara dua penutur bahasa yang melakukan kontak. Semakin
tinggi adapatasi linguistinya, maka akan semakin tinggi pula adaptasi
sosialnya.
d. Menulis
teori
Sebelum
teori dibangun yang diperluan adalah membentuk teori subjektif yang sistematik.
Baru setelah itu penulisan, teori dalam bentuk publikasi dapat dimulai tentu
dengan tahapan yang lebih arief yaitu mempublikasikan pada kalangan terbatas,
dalam bentuk seminar kecil tentang teori-teori tersebut. Didalam melakukan
analisis terdapat dua analisis yaitu:
a) Analisis
kualitatif
Dalam
penelitian kualitatif seorang peneliti
(sosiolinguistik) harus melakukan kegiatan :
1) Data
yang diperoleh terjadi setiap harinya
2) Melaksanakan
kegiatan display data
3) Membuat
kesimpulan semenara dan menguji kembali dengan fakta dilapangan
4) Membuat
pernyataan (kesimpulan)
b) Anaalisis
kuantitatif
Langkah-langkah
untuk mengubah data dalam bentuk angka :
1) Membuat
tabulasi data kedalam matriks yang membuat kategori yang dijadikan dasar
penentuan informan
2) Mengubah
data pada tabel kategorial dan jawaban informs menjadi angka
3) Matriks
harus diubah dalam bentuk lain dengan caramemecahkan kelopok itu.
4. Metode
penyajian hasil analisis data
Dalam
menyajikan hasil temuan penelitian terdapat dua metode yaitu metode formal dan
metode informal. Karena pada prinsipnya penyajian hasil analisis baik itu untuk
tujuan kajian linguistic sinkronis, linguistic diakronis, maupun
sosiolinguistik adalah sama.
BAB 4
Tahapan Penulisan Laporan Penelitian
Tahapan Penulisan Laporan Penelitian
Menulisan laporan merupakan tahap
aklur yang penting dalam penelitian. Belajar menulis laporan sama halnya dengan
belajar seni, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang
membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca. Itu artinya
penulis harus menentukan pembaca yang akan menjadi sasarannya. Bila penelitian
itu dilakukan atas keinginan instansi tertentu dan instansi itulah yang akan
mendanainya, maka sasarannya adalah sponsor penelitian yang memberikan bantuan
dana tersebut.
Dengan mempertimbangkan hal di atas
Shah. (1999) mengelompokkan laporan penelitian atas tiga macam, yaitu:
a. Laporan
penelitian lengkap atau monografi
b. Artikel
penelitian terpisah
c. Laporan
ringkas.
Laporan
penelitian lengkap dengan sasaran pembacanya, yaitu masyarakat akademis,
haruslah disusun dengan dipertimbangkan hal-hal berikut ini.
a. Usahakan
untuk melukiskan sebuah proses penelitian dan pengalaman yang dialami peneliti.
Artinya dengan membaca laporan itu, pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang
sejelas-jelasnya tentang pelaksanaan penelitian itu.
b. Menulis
laporan berani berkomunikasi dengan pembaca yang hendak dituju, bukan
berkomunikasi dengan diri sendiri.
c. Mengomunikasikan
apa yang sesungguhnya terjadi selama proses penelitian kita.
d. Pengalaman-pengalaman
penelitian dan penemuan-penemuan yang tampaknya tidak berhubungan langsung
dengan tujuan penelitian, jangan tergesa-gesa dibuang karena dapat saja yang
tampaknya tidak berhubungan itu justru akan menjadi kunci pemahaman
permasalahan secara mendasar.
e. Laporan
jangan menjadi suatu cerita terpilih menjadi keberhasilan kita. Dalam arti kita
tidak perlu ragu untuk menulis kegagalan serta keterbatasan kita.
f. Membuat
kerangka laporan terlebih dahulu secara cukup memadai baru menyusun laporan
secara terinci karena akan mudah mengubah garis besar rencana laporan daripada
mengubah seluruh isi laporan.
g. Laporan
harus disusun menjadi bab-bab, seksi-seksi, dan subseksi-subseksi dengan judul
yang tepat karena kita tidak mungkin berharap pembaca memiliki waktu dan
kesematan yang luang, untuk membaca laporan kita.
Pada
umunya laporan lengkap memuat halaman judul, kata pengantar, daftar isi,
pendahuluan (yang didalamnya berisi latar belakang, identifikasi, seleksi dan
perumusan masalah; tinjauan pustaka dan kerangka teori, desain penelitian dan
metodologi), hasil dan pembahasan, ringkasan, daftar pustaka, dan lampiran.
1. Judul
Penelitian
Judul
laporan haruslah jelas, ringkas, dan mencerminkan isi.
2. Kata
Pengantar
Biasanya
kata pengantar hanya memerlukan setengah sampai satu halaman. Isinya pernyataan
ringkas tentang masalah, tujuan, lembaga yang mmensponsori penelitian, dan
sebagainya.
3. Daftar
Isi
Daftar
isinmemuat judul setiap bab, setiap seksi dan setiap subseksi beserta nomor
halamannya.
4. Pendahuluan
Pendahuluan
berisi hal-hal yang dapat memperkenalkan secara ringkas kepada pembaca tentang
masalah penelitian, ruang lingkupnya, kegunaan teoritis serta praktisnya,
tinjauan pustaka dan kerangka teori, serta metode penelitian.
5. Hasil
dan Pembahasan
Di
dalam bagian inilah segala metode analisis data yang telah dicanangkan
dimanfaatkan. Hasil dan pembahasan inilah inti dan isi laporan penelitian.
6. Kesimpulan
dan Saran
Dalam
kesimpulan ini akan tercermin jawaban dari masalah yang diajukan dalam
penelitian dan sekaligus mencerminkan apa yang menjadi isi pada bagian hasil
dan pembahasan. Saran dirumuskan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan
penulis yang ditujukan pada peneliti yang sebidang, yang hendak melanjutkan
penelitian yang serupa atau mengembangkan penelitian yang telah dilakukan.
7. Ringkasan
Ringkasan
adalah semacam catatan secara kategoris penemuan-penemuan pokok penelitian,
yang kerap kali mengikuti susunan bab laporan. Oleh karena itu, ringkasan juga
memuat implikasi dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Penelitian
mungkin mempunyai implikasi teoritis dan/atau praktis.
8. Daftar
Kepustakaan
Daftar
pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dalam penelitian dan disusun ke bawah
menurut abjad nama akhir penulis pertama.
9. Lampiran-lampiran
Sehubungan
dengan itu, Shah (1999) mengemukakan beberapa pedoman umum yang dapat dijadikan
dasar dalam menyusun laporan sebagai berikut.
1. Tulislah
dengan jelas. Kalimat harus sederhana mungkin. Dua atau tiga kalimat sederhana
dapat menjelaskan secara lebih terang daripada sebuah kalimat yang rumit dengan
banyak anak kalimat.
2. Telitilah
memakai istilah. Ilmu-ilmu sosial memiliki istilah-istilah khusus yang artinya
dapat berbeda dengan arti penggunaan sehari-hari dan penggunaan teknisnya.
3. Perhatikan
dengan baik dalam menggunakan tata bahasa dan ejaan yang benar untuk setiap
kata.
4. Sedapat
mungkin gunakan bentuk kalimat sekarang dari pada bentuk lampau.
5. Gunakan
kalimat langsung yang positif. Jangan menggunakan kata yang tidak perlu dan
kata-kata ungkapan.
6. Tandailah
bagian, bab atau anak bab, tabel dan gambar secukupnya. Buatlah sistem
pembuatan judul dan anak judul yang sederhana.
7. Gunakan
catatan kaki dengan hemat, dari tanda secara berurutan, dan letakkan di bagian
bawah halaman atau bagia akhir laporan.
8. Kamus
standar, buku tata bahasa, dan pedoman penulisan laporan harus dimanfaatkan
pada waktu menulis laporan.
BAB 5
Penutup
Penutup
Dalam kedudukan linguistik sebagai ilmu
tentang bahasa, metode merupakan komponen yang keempat setelah tiga komponen
lainnya: (a) objek sasaran khusus yang berupa bunyi tutur atau atau bahasa
tutur; (b) kerangka pikiran mengenai bahasa (teori bahasa); (c) dengan mula
mengenai asas tertentu yang mengatur
aspek tertentu bahasa tertentu atau yang sering disebut hipotesis. (Sudaryanto,
1988a: 24-25).
Buku ini pada dasarnya telah mencoba
memaparka bagaimana penelitian bahasa itu dilakukan, tidak hanya menyangkut
penelitian dalam bidang linguistik sinkronis (deskriptif), tetapi juga bidang
kajian linguistik diakronis, dan sosiolinguistik.
Penelitian menurut Sudaryanto merupakan
suatu proses yang berlangsung dan tahap pengumpulan (penyediaan) sampai pada
tahap memproduksikan hasil penelitian.
Ada dua konsep dasar yang dikemukakan
Sudaryanto, yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan wujud metode
yang diusulkan dalam buku ini. Konsep-konsep yang dimaksud adalah:
1. Setiap
tahapan strategi (pengumpulan/penyediaan data, analisis data, dan penyajian
hasil analisis) membentuk tatanan sendiri-sendiri, yang memiliki batas-batas
yang jelas antara tatanan yang satu denagn tatanan yang lainnya.
2. Penggunaan
teknik tertentu dalam analisis pada dasarnya adalah upaya menciptakan atau
membuat data baru (Sudaryanto, 1991 : 66 dan 1993b:).
Suatu hal yang patut ditambahkan bahwa
buku ini disamping membahas ihwal metode penelitian bahasa baik secara
sinkronis, diakronis, maupun yang menyangkut metode untuk penelitian
sosiolinguistik, juga membicarakan bagaimana sebuah penelitian itu di desain.
Berbagai persoalan mendasar yang berhubungan dengan desain penelitian, seperti
menemukan dan merumuskan masalah, membangun kerangka konseptual/teoritis adan
kajian kepistakaan, dengan sampai memilih metode dan teknik tertentu yang akan
digunakan telah dicoba paparkan. Untuk itu, hanya satu harapan dari penulis
adalaaha agar yang tertuang, yang menjadi isi buku, dapat bermanfaat.
Daftar
Pustaka
Mahsun,
2005. Metode Penelitian Bahasa Tahapan
Stategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: Rajawali Pers.