Tuesday, July 4, 2017

RESUM METODE PENELITIAN BAHASA MAHSUN




BAB 1
PENELITIAN DAN MASALAH PENELITIAN BAHASA

A.    Ikhwal Penelitian dan Penelitian Bahasa
Adanya dua wujud tanggapan manusia terhadap realitas alamiah yaitu disamping disamping ia mengamati alamnya sebagai sesuatu yang statis, juga mengamati alamnya sebagai sesuatu yang berubah dan berkembang atau sebagai sesuatu yang dinamis. Dengan demikian peneliti tidak lain adalah ikhtiar manusia yang dilakukan dalam upaya pemecahan masalah yang dibagi.
Penelitian ilmiah adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan antar gejala alam. Penelitian terhadap objek sasaran yang berupa bahasa itu dikatakan sistematis, terkontrol dan empiris.
B.     Masalah Penelitian dan Sumber Masalah dalam Penelitian
Pada dasarnya penelitian merupakan ikhtiar manusia dalam upaya pemecahan masalah. McGuigan menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada tiga keadaan yang memunculkan masalah, yaitu:
a.       Ada informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita.
b.      Ada hasil-hasil yang bertentangan
c.       Ada satu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskan melalui penelitian
Dalam hal ini, teori linguistik tertentu cocok untuk bahasa-bahasa tertentu dan kurang cocok untuk bahasa lainnya. Secara teoritis perbedaan kedua terletak pada 1. Satuan lingual kata memiliki potensi untuk dituturkan terisolasi dari tuturan lainnya. 2. Satuan lingual afiks tidak memiliki demikan. Prospek penemuan masalah-masalah sangat dimungkinkan karena sejauh ini teori-teori linguistik yang dikembangkan sering dilandaskan pada bahasa-bahasa tertentu yang kadang kala tidak cocok diterapkan pada bahasa lain yang tidak setipe dengan bahasa yang dijadikan dasar dalam membangun teori itu. Adapun yang dimaksud dengan keadaan pada butir adalah berhubungan dengan kondisi peneliti menemukan bahasa tertentu atau aspek tertentu dari bahasa tertentu yang belum pernah diteliti.
Masalah yang hendak diteliti sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya dan bersifat spesifik. Dalam merumuskan masalah secara spesifik teori memaikan peran yang cukup penting, terutama memberi tahu aspek-aspek kajian yang menyangkut bidang morfologi dan lain-lain. Berdasarkan hal itu maka dapat ditentukan aspek mana dari keseluruhan aspek bidang kajian morfologi tersebut yang diteliti.
C.    Hipotesis dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Langkah selanjutnya ialah memulai memperkirakan hasil-hasil yang dapat dicapai memlaui penelitian itu. Sebagai jawabam yang sifatnya sementara, maka hiptesis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut 1. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif. 2. Hipotesis harus dapat diuji. 3. Hipotesis harus masuk akal. Hipotesis, sebagai jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam penelitian tidak hanya disusun berdasarkan pengamatan terhadap objek penelitian, melainkan juga didasarkan pada hasil kajian terhadap kepustakaan yang relavan dengannya.
D.    Metode, Data, dan Teori dalam Penelitian Bahasa
Metode memiliki hubungan dengan teori. Hal ini disebabkan untuk mengidentifikasi apakah suatu tujuan lingual tertentu merupakan afiks atau kata haruslah dapat ditunjukkan dengan adanya data yang dapat membuktikan bahwa satuan lingual itu tidak memiliki potensi untuk diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya. Dalam hal ini teori yang berhubungan dengan morfologi. Teori merupakan unsur sentral yang selalu memberi pencerahan terhadap upaya merumuskan masalah yang secara tentatif terhadap masalah, pemilihan metode termasuk teknik-tekniknya, dan wujud data yang harus disediakan pada tahap penyediaan data. Untuk jelasnya lihatlah diagram di bawah ini






Isosceles Triangle:  Masalah/Hipotesis



 




Metode/teknik                                            Data
E.     Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa
Sudaryanto (1993: 3) memberi batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi yang ada karena bermacam tuntutan. Sebagai bahan penelitian, maka di dalam data terkandung objek penelitian dan unsur lain yang membentuk data, yang disebut konteks. Konteks objek penelitian untuk objek penelitian bahasa selalu bersifat ganda.
Konsep data dalam pengertian di atas bersifat holistis, dalam arti kata dapat dipandang sebagai entitas dan identitasnya oleh keterpaduan unsur-unsur yang membentuk entitas tersebut. setiap unsur yang bembentuk entitas dapat diandalkan sebagai objek penelitian plus konteksnya. Adanya kenyataan berbagai macam posisi konteks dalam hubungannya dengan objek penelitian bahasa dalam susunan beruntunan menggambarkan bahwa objek penelitian bahasa bersifat ganda. Selain pengertian kepergandaan konteks secara struktural di atas, kegandaan konteks juga dapat dipandang secara sistemik yang muncul dalam ujaran yang berbeda.
Data sebagai entitas berdasarkan pandangan holistis, mengandung pula pengertian bahwa data tidak hanya memilik aspek lahiriah, yang bersifat mawujud yang teramati pada korpus data. Akan tetapi, data juga memiliki aspek batiniah yang bersifat terwujud atau yang disebut menteks. Apa yang diuraikan di atas  adalah konsep data yang berhubungan dengan bidang linguistik singkronis dan diakronis, sedangkan untuk bidang linguistik antar disipliner baik sosiologi mapun dialektologi menkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan.
Apabila dalam penelitian dialektologi itu bertujuan membuat deskripsi perbedaan dialektal atau subdiktal pada tataran fonologi, maka objek penelitian kita adalah realisasi bunyi yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam merealisasi makna tertentu. Dan Apabila dalam penelitian sosiloinguistik itu bertujuan didasrkan deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor sosial, maka objek kajiannya adalah perbedaan unsur kebahasaan dalam merealisasikan makna tertentu yang terdapat diantara kelompok sosial yang menggunakan bahasa tertentu, atau perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang digunakan oleh suatu kelompok dalam berkomunikasi dengan kelompok sosial lain.
F.     Hakikat Penelitian Bahasa
Penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas objek penelitian. Karena objek penelitian bahasa tidak pernah hadir sendirian, selalu disertai konteks, maka konteks merupakan penentu identitas objek penelitian. Hakikat penelitian di atas hendaknya benar-benar disadari oleh peneliti karena akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap penyediaan data.
G.    Beberapa Tahap Pelaksanaan Penelitian Bahasa
Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi tiga tahapan, yaitu
a.       Penelitian,
b.      Pelaksanaan penelitian, dan
c.       . penulisan laporan penelitian




BAB 2
Tahapan Pra Penelitian

Tahapan prapenelitian adalah tahapan penyusunan desain/usulan penelitian (proposal). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menyusun  suatu desain penelitian yang baik, maksudnya desain/usulan penelitian yang disusun memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan. Unsur-unsur yang dimaksud terdiri dari bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir.
Bagian awal mencakup halaman judul (judul penelitian, penulis/desainusulan, lembaga afiliasi calon peneliti) dan halaman pengesahan (judul penelitian, tanda tangan pihak yang berwenang atau tanda tangan pimpinan lembaga tempat berafiliasinya calon peneliti). Bagian utama sebuah desain/usulan penelitian  memuat pendahuluan, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, hipotesis (bila ada), metode penelitian, jadwal penelitian, dan pendanaan.
A.    Pendahuluan
Bagian pendahuluan memuat alur pikir tentang pemilihan topik dan area penelitian yang mencakup latar belakang, ruang lingkup, dan batas-batas penelitian.
B.     Rumusan Masalah
Bagian rumusan masalah berisi uraian tentang masalah – masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Masalah – masalah yang dipaparkan itu tidak lepas dari latar belakang yang dikemukakan pada bagian pendahuluan di atas.
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berisi uraian tentang tujuan penelitian secara spesifik yang ingin dicapai dari penelitian yang hendak dilakukan.
D.    Tinjauan Pustaka
Dalam tinjauan pustaka dimuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada hubungan dengan penelitian yang di lakukan. Dalam paparan tersebut hendaknya di tunjukkan bahwa penelitian yang hendak dilakukan belum memperoleh hasil yang memuaskan dari penelitian-menelitian yang pernah di lakukan peneliti terdahulu sehingga diperlukan peneliti lanjutan.
E.     Kerangka Teori
Kerangka teori dijabarkan dari tinjauan pustaka dan disusun oleh peneliti sebagai kerangka acuan dalam memecahkan masalah dan untuk merumuskan hipotesis ( jika hipotesis dipandang perlu dicantumkan).
Untuk menutupi kerumpangan teori dan metode yang digunakan pada penelitian terdahulu, dalam penelitian yang akan dilakukan itu dicoba paparkan teori dan metode yang dipandang lebih komprehesif dalam membantu menjawab permasalahan yang hendak diteliti. Hasil dari penggunaan teori dan metode tersebut diharapkan mampu memberikan penjelasan yang tuntas.
F.     Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban tentatif terhadap masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian yang hendak dilakukan. Untuk penelitian bahasa, hipotesis tidak harus dicantumkan karena corak penelitian bahasa lebih bersifat deskriptif.
G.    Metode Penelitian
Pada bagian metode penelitian dijelaskan cara penelitian itu dilakukan, mencakup bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel, dan data yang hendak disediakan dan analisis data.
Bahan atau mteri penelitian dapat berupa uraian tentang populasi dan sampel penelitian, serta informasi. Populasi, sampel, dan responden penelitian. Alat, dimasukkan disini adalah alat penjaringan data, seperti instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan. Tentang alat atau instrumen penelitian ini haruslah dijelaskan secara jelas, jalan penelitian, maksudnya uraian yang terinci tentang cara melaksanakan penelitian.
H.    Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian hendaknya di susun secara seksama yang dapat menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui dalam penelitian, rincian kegiatan dalam setiap tahapnya, dan waktu yang diperoleh untuk melaksanakan setiap kegiatan tersebut. Oeleh karena itu, jadwal kegiatan dapat disajikan dalam bentuk matrik dan disusun dengan mengacub pada matrik jalannya penelitian, karena semua kegiatan yang dilakukan merupakan dari semua refleksi pelaksanaan tahapan yang ada dalam matriks jalannya penelitian.

Metode Penelitian Bahasa
No
Kegiatan
Tujuan/
Penanggung jawab
Bulan Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1.
Persiapan
Memperoleh dral instrumen penelitian












1.1
Penyusunan daraf instrumen penelitian
Memperoleh daerah pakai dialek bahasa sasak yang penuturnya akan dijadikan informan












1.2
Penentuan sampel penelitian













2.
Sosialisasi intrumen penelitian
Memperoleh tenaga peneliti












2.1
Pelatihan tenaga lapangan
Memperoleh intrumen penelitian












2.2
Uji coba penelitian













3.
Pengumpulan data
Memperoleh informan yang sesuai kriteria












3.1
Pemilihan instrumen
Memperoleh data dalam bentuk rekaman












3.2
Perekaman data
Memperoleh data yang telah ditranskripsikan












3.3
Pentranskripsian rekaman













4.
Analisis data













4.1
Mendeskripsikan perbedaan
Deskripsi perbedaan unsur












4.2
Penentuan dialek
Diperoleh gambaran tentang jumlah dialek












4.3
Pembuatan peta variasi
Terbuatnya peta variasi












4.4
Mendeskripsikan bentuk bahasa













5.
Pelaporan
Terdeskripsinya bentuk bahasa












6`
Melaksanakan seminar hasil penelitian
Diperolehnya laporan untuk penyempurnaan












7.
Perbaikan laporan
Tersusunnya laporan hasil revisi












8.
Pengiraman laporan ke sponsor
Diterimanya laporan oleh penyandang dana













I.       Biaya Penelitian
Setiap kegiatan atau sarana pendukung lainnya haruslah dapat menggambarkan volume kegiatan atau sarana pendukung yang dibutuhkan itu. Dalam pada itu, setiap volume harus mencerminkan harga satuannya sehingga anggaran yang disusun benar-benar realistis dan rasional, bukan anggaran yang disusun atas dasar mnagada-ada atau mereka-reka.
J.      Daftar Pustaka
Selanjutnya bagian akhir dari proposal berisi daftar pustaka dan lampiran. Untu daftar pustaka hanya didaftarkan semua pustaka yang memang diacu dalam usulan penelitian dan disusun kebawah menurut abjad naka akhir penulis pertama. Untuk buku yang ditulis: nama penulis, tahun terbit, judul buku, kota penerbit.
Lampiran biasanya berisi keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian, misalnya peta lokasi penelitian, instrumen penelitian, yang sifatnya hanya melengkapi usulan penelitian. Oleh karena itu, lampiran tidak harus ada.



BAB 3
Tahapan Pra Penelitian

Tahapan pelaksanaan penelitian dimaksudkan sebagai tahap penyediaan data, analisis data, dan perumusan/penyajian hasil analisis, baik secara sinkronis, diakronis maupun sosiolinguistis.
A.    Pelaksanaan Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Terminologi sinkronis merupakan terminologi yang pertama kali dikemukakan oleh Bapak Linguistik Modern Ferdinand de Saussure dalam kumpulan kuliahnya yang diterbitkan pad tahun 1916 (Saussure).
B.     Faktor Penentu Wujud Metode
Tahap penyediaan data merupakan salah satu dari tahap yang dilalui pada pelaksanaan penelitian. Tahap ini menjadi dasar bagi pelaksanaan tahap analisis data.
C.    Metode dan Teknik Peyediaan data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Dengan berpatokan pada faktor-faktor penentu wujud metode dan teknik penyediaan data pada seksi B di atas, maka pada dasarnya metode penyedian data dapat dikelompokkan menjadi tiga macam.
1.      Metode Simak
Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak pengguna bahasa.
2.      Metode Cakap
Menamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebab  kan cara yang ditempuh dalam mengumpulkan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan.
3.      Metode Intropeksi
Metode lain selain metode simak dan cakap yang dapat digunakan dalam penyediaan dat adalah metode intropeksi. Sudaryanto (1993a dan 1993b) mengklarifikasikan metode ini sebagai metode dalam analisis data, atau yang disbutnya sebagai metode lefleksi-introspektif, yaitu upaya melibatkan atau memanfaatkan sepenuh-penuhnya, secara optimal, peran peneliti sebagai penutur bahasa tanpa meleburlenyapkan peran kepenelitian itu.
4.      Beberapa Catatan Sekitar Teknik-Teknik Lanjutan Bawahan
Menurut Sudaryanto secara knseptual dan dalam kerja analisis, data dapat diklarifikasikan ke dalam dua tipe, yaitu Data Teranalisis dan Data Pemeringan Analisis. Pada dasarnya perbedaan kedua jenis data terletak pada sumber pemerolehan. Apabila data tersebut dari imforman, maka data tersebut di sebut sebagai Data Teranalisis. Dan apa bila data tersebut tidak diperoleh oleh selain informan, maka data tersebut di sebut sebagi Data Pemeringang Analisis.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan selain dikotomi diatas adalah data tambahan pemeringan analisis: bersifat lingual. Dalam kaitan bersifat lingual, maka peran penutur dalam pengetasan keberterimaan atau ketidakberteriamaan data yang disebut data tambahan pemerinagan analisis mutlak diperlukan, jika, sekali lagi, peneliti ingin menganalisi bahasa dalam pemakaian bukan bahasa yang dipikirkan peneliti. Peran ganda seorang peneliti bahasa masing-masing mempunyai batas yang tegas. Data itu dibuat oleh peneliti bukan dalam kapasitasnya sebagai peneliti, tetapi sebagai pembantu bahasa.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat dikatakan bahwa dikotomi data teranalisis versus data tambahan pemeringan analisis bagaikan sebuah lingkaran yang tidak jelas ujung pangkalnya. Secara konseptual-metodologis dikotomi tersebut menjadi hilang urgensinya dan hanya diciptakan untuk membenarkan keberadaan teknik-teknik dan teknik balik. Patut dicatat bahwa seluruh tipe data yang dimasukkan mencakup seluruh tipe data yang memang  benar-benar ada, maupun keberadaannya masih diragukan. Dengan pangkal pandangan teoritis di atas bahwa dikotomi data teranalisis dan data tambahan pemeringan analisis kurang urgensinya, maka dengan sendirinya pengkalrifikasian teknik-teknik tersebut ke dalam teknik-teknik metode analisis data  menjadi kurang beralasan.

D.    Metode dan Teknik Analisis Data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Tahap penelitian data merupakan tahan penentuan, karena pada tahapan ini kaidah-kaidah yang mengatur objek penelitian harus sudah diperoleh. Ada dua metode utama yang dapat digunakan dalam analisis data, yaitu metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual.
Metode padan intralingual. Padan merupakan kata yang bersinonim dengan kata banding dan sesuatu yang dibandingkan mengandung makna adanya keterhubungan sehingga padan di sini diartikan sebagai hal mengubug bandingkan. Jadi intralingual mengacu pada unsur-unsur yang berada dalam bahasa. Padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual. Dalam pelaksanaan penelitian yang sesungguhnya, penerapan metode ini dalam tahap analisis data yang memungkinkan, jika data yang dihubungkan telah tersedia. Metode ini selain untuk dapat digunakan untuk menganalisi unsur lingual yang terdapat dalam bahasa yang sama, juga dapat digunakan untuk mengalisis pada data yang berbeda seingga penelitian ini dapat digunakan pada penelitian  linguistik diagronis dan sosiolinguistik.
Metode pada ekstralingual ini digunakan untuk menganalisis unsur yang besifat ekstralingual. Teknik dasar yang disebutnya sebagai teknih pilah unsur penentu tidak dimasukkan. Apabila penelitian itu bertujuan bertujuan ntuk membagi satuan lingual kata menjadi berbagai jenis, maka unsur lingual yang bersifat referenlah yang dijadikan dasar analisis. apabila unsur penentu itu tidak lain adalah unsur ekstralingual dan unsur ekstra lingual adalah dasar analisis dengan metode padan, itu berarti pada saat melakukan analisis unsur ekstralingual diandaikan telah tersedia. Untuk memperjelas hal ini kita kembali pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian di atas peneliti dibimbing oleh teori bahwa pengelokan bunyi bahasa berkaitan dengan fonetik artikulatoris.
E.     Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penelitian Bahasa Secara Sinkronis
Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah dapat disajikan melalui dua cara, yaitu (a) perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaaan terminologi yang bersifat teknis dan (b) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang. Kedua cara tersebut masing-masing disebut dengan metode informal dan metode formal. Beberapa tanda atau lambang yang digunakan antara lain dapat dipaparkan berikut ini.
·         Tanda asteris (*) digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk lingual yang tidak gramatikal dan diletakkan sebelum tuturan itu, misalnya *mencantik*, *mempersempitkan* dan lain-lain. Namun untuk penyajian hasil analisis data pada penelitian bahasa secara diakronis tanda ini digunakan untuk menunjukkan bahwa bentuk itu merupakan bentuk hipotesis.
·         Kurung biasa (( )) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang berada didalamnya memiliki alternasi sejumlah formatif yang berada  didalamnya, misalnya dalam BS ditemukan bentuk: lim (a,E,e) ‘lima’. Artinya untuk makna ‘lima’ dalam BS direalisasikan dengan sekurang-kurangnya empat leksem, yaitu lima, limE, lime.
·         Krung kurawal ({ }) digunakan untuk menyatakan bahwa beberapa satuan lingual yang ada didalamnya yang disusun secara berlajur dapat dan perlu dipilih salah satu apabila digunakan bersama satuan satuan lain yang ada didepan atau dibelakangnya.
·         Tanda kurung siku ([ ]) menunjukkan bahwa satuan didalamnya adalah satuan fonetis dan biasanya digunakan dalam bidang fonologi untuk melambangkan bunyi tertentu yang tidak berstatus fonem.
·         Tanda garis miring (//) digunakan untuk menunjukkan satuan didalamnya adalah fonem.

F.     Pelaksanaan Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Seperti dipaparkan pada seksi A, linguistik diakronis adalah bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari saatu masa kemasa yang lain, serta menyelidiki perbandingan suatu bahasa dengan bahasa lain.
No
Dialektologi Diakronis
Linguisti Historis Komparatif
1.      22
2
3



4.

5.
Mengkaji variasi yang terdapat daalam satu bahasa
Melakuak rekonstruksi bahasa purba
Bahasa purba yang direkontruksi hanya sampai pada level bahasa purba yang menurunkan dialek-dialek dari satu bahasa (prabahasa)
Rekonstruksi yang dilakukan dengan memanfaatkan evidensi dialektal
Mengidentifikasi dialek-dialek dalam satu bahasa
Mengkaji variasi yang terdapat diantara bahasa bahasa yang berkerabat
Melakukan rekonstruksi bahasa purba
Bahasa purba yang direkonstruksi sampai pada level bahasa purba yang menurunkan beberapa bahasa yang berkerabat

Rekonstruksi dilakukan dengan memanfaatkan evidensi bahasa (bukan dialek)
Mengidentifikasi bahasa-bahasa yang berkerabat melalui pengelompokan.



1.        Metode dan Teknik Penyediaan Data Dalam Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Kegiatan ilmiah disebut penelitian dalam semua disiplin ilmu termasuk dialektologi diakronis maupun linguistik historis komparatif yang di bagi dalam tiga tahap, yaitu (a) tahap penyediaan data, (b) tahap analisis data, dan (c) tahap penyajian hasil analisis data (periksa Sudaryono, 1993:7). Penulis menerima pandangan yang menjabarkan metode ke dalam teknik-teknik, kedua-duanya merupakan “cara” dalam suatu upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryono, 1993:9).
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penyediaan data untuk penelitian dialektologi diakronis ( termasuk linguistik historis komparatif), yaitu metode cakap dan metode simak. Ihwal kedua metode ini beserta teknik-tekniknya akan dipaparkan satu per satu seperti di bawah ini.
a.       Metode Cakap Beserta Teknik-tekniknya
Pengumpulan data berupa percakapan antara peneliti dengan informan mengandung arti terdapat kontak  antara peneliti dengan informan di setiap daerah pengamatan yang telah ditentukan dalam penelitian tersebut ( bandingkan dengan Sudaryanto, 1993:137). Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Metode ini hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberikan stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti. Pancingan atau stimulasi biasanya berupa makna-makna yang biasanya tersusun dalam daftar pertanyaan.
Teknik dasar tersebut di jabarkan ke dalam empat teknik lanjutan, yaitu sebagai berikut.
1)      Teknik cakap semuka
Pelaksanaan teknik ini peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan (bersumber pada pancingan yang berupa daftar pertanyaan) dengan para informan.   
Dalam penelitian dialektologi penggunaan teknik cakap sangat dianjurkan karena segala kekurangan yang di temukan pada pelaksanaan teknik cakap tansemuka. Pelaksanaan teknik cakap prioritas utama jatuh pada penelitiannya. Artinya, yang melakukan penyediaan data dengan teknik tersebut adalah penelitinya, bukan tenaga pembantu.
2)      Teknik cakap tansemuka
Teknik ini dimaksudkan peneliti tidak langsung melakukan percakapan dengan informan pada setiap daerah pengamatan, melainkan melakukannya melalui surat menyurat. Teknik ini dapat disejajarkan dengan teknik pupuan sinurat (Ayatrohaedi, 1983:52-53).
Penyediaan data dengan teknik ini belum dapat memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai keadaan alam, budaya, masyarakat, sejarah, dan adat istiadat daerah yang diteliti, yaitu hal-hal yang sebenarnya ikut berperan dalam menentukan perkembangan dialek setempat (periksa Ayatrohaedi, 1983:34).
3)      Teknik catat
Untuk mengetahui realisasi fonem-fonem tertentu (misalnya dengan memanfaatkan fonetik artikulatoris) dengan cara melihat bagaimana bunyi itu dihasilkan. Jadi, harus dilihat organ bicara serta cara organ bicara itu bekerja (jika menggunakan fonetik artikulatoris). Selanjutnya, apa yang dilihat itu harus di catat karena meskipun ada hasil rekaman, namun hasil rekaman dalam satu bentuk pita rekaman tidak akan pernah memberikan gambaran ihwal yang berkaitan dengan fonetik artikulatoris.
4)      Teknik rekam
Teknik ini digunakan pada saat penerapan teknik cakap semuka. Status teknik ini bersifat melengkapi kegiatan penyediaan data dengan teknik catat. Maksudnya, apa yang di catat itu dapat di cek kembali dengan rekaman yang dihasilkan.
b.      Metode Simak Beserta Teknik-tekniknya
Penanaman metode penelitian data ini dengan nama metode simak karena cara yang digunakan penelitian untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Istilah menyimak disini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Dalam artian, penelitian dalam upaya mendapatkan data melakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Dalam praktik selanjutnya, teknik sadap ini diikuti dengan teknik lanjutan, yang berupa teknik catat dan teknik rekam.
Dalam penelitian dialektologi, metode simak memainkan peran yang cukup penting untuk mengecek kembali penggunaan bahasa yang diperoleh dengan metode cakap. Selain itu metode simak berkaitan dengan penggunaan bahasa secara tertulis yang dimungkinkan jika bahasa dialrk atau subdialeknya diteliti itu memiliki naskah-naskah kuno yang menunjukkan penggunaan bahasa pada masa lampau.
2.      Beberapa Catatan Ihwal Penggunaan Metode Penyediaan Data
Dalam pelaksanaan tahapan penyediaan data untuk penelitian dialektologi dan linguistik historis komparatif kedua metode yang diusulkan dapat digunakan. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknik-teknik dari kedua metode tersebut.
Metode cakap, dengan teknik cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam merupakan teknik-teknik penyediaan data yang cukup ideal bagi penelitian dialektologi dan linguistik historis komparatif. Hal lain yang perlu diperhatikan  sehubungan dengan pelaksanaan tahapan penyediaan data adalah yang berkaitan dengan
(a)    Satuan daerah pengamatan
Konsep satuan daerah pengamatan sebenarnya hanya digunakan dalam rangka penelitian dialektologi, bukan pada penelitian linguistik historis komparatif. Hal ini disebabkan penelitian dialektologi lebih diarahkan pada upaya mencari perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara pemukiman-pemukiman penutur pemakai suatu bahasa, sedangkan linguistik historis ditujukan untuk menemukan kesamaan unsur kebahasaannya. Oleh karena itu,terminologi ini hanya dijelaskan dalam keperluan penelitian dialektologi (diakronis)
Istilah daerah pengamatan digunakan sebagai padanan istilah titik pengamatan (periksa Ayatrohaedi: 1983, Tawangsih Lauder, 1990; Djantra Kawi, 1990; dan Danei, 1991) dengan demikian dapat dikatakan bahwa daerah pengamatan adalah suatu kesatuan wilayah distribusi yang secara geografis tidak terputus dan secara linguistis memperlihatkan pemakaian isolek yang agak homogen yang dijadikan tempat pengambilan data penggunaan bahasa (secara lisan).
(b)   Penentuan Daerah Pengamatan
Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam pemilihan daerah pengamatan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif
Secara kualitatif satuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan sebaiknya memenuhi kriteria
a.       Daerah pengamatan itu tidak dekat atau bertetangga dengan kota besar
b.      Daerah pengamatan itu mobilitasnya rendah
c.       Berpenduduk maksimal 6.000 jiwa.
d.      Daerah pengamatan itu berusia minimal 30 tahun.
Secara kuantitatif, penemuan daerah pengamatan dapat pula dilakukan dengan cara memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan. Jarak yang dipergunakan untuk menentukan daerah pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antar sauan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Selain itu perlu dipertimbangkan soal presentase jumlah daerah pengamatan yang harus dipilih dari keseluruhan populasi. Hal lain yang perlu dikemukakan adalah yang berkaitan dengan penomoran daerah pengamatan. Penomoran daerah dapat dilakukan dengan cara melingkar kedalam atau melingkar keluar, horizontal ke kanan atau horizontal ke kiri, dan vertikalkebawah atau vertikal keatas, dan juga sistem undian.
(c)    Ihwal Informan
Sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok penutur didaerah pengamatannya masing-masing, maka pemilihan seseorang untuk dijadikan informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan berikut
1.      Berjenis kelamin pria atau wanita
2.      Berusia antara25-65 (tidak pikun)
3.      Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarng atau tidak pernah meninggalkan desanya.
4.      Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP)
5.      Berstatus sosial menengah (tdak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya
6.      Pekerjaannya bertani atau buruh
7.      Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya
8.      Dapat berbahasa indonesia
9.      Sehat jasmani dan rohani

(d)   Daftar Pernyataan
Penyusunan daftar pertanyaan untuk penelitian dialektologi diakronis selalu didasarkan pda dua hal
a.       Aspek kajian dialektologis diakronis (aspek sinkronis dan aspek diakronis)
b.      Bidang kebahasaan yang ingin dideskripsikan perbedaan-perbedaannya (fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik)
Dengan memerhatikan aspek kajian dialektologis diakronis, maka daftar pertanyan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pemerolehan adalah sebagai berikut
1.      Bentuk-bentuk atau makna-makna yang diharapkan muncul sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan hendaklah dapat mengidentifikasi suatu dialek atau kelompok dialek.
2.      Untuk penelitian sosiolonguistik, daftar pertanyaan itu hendaklah dapat memunculkan bentuk-bentuk yang mencerminkan kelompok sosial atau tingkat bahasa.
3.      Bentuk-bentuk yang muncul sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam daftar  pertanyaan menarik untuk direkonstruksi struktur prabahasanya.
4.      Bentuk-bentuk yang muncul sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam daftarpertanyaan menarik untuk mengetahui sejarah daerah yang diteliti.
5.      Bentuk-bentuk yang muncul sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam daftar pertanyaan dapat memberi penjelasan tentang inovasi dan relik.
Pada bahasa yang belumbanyak diteliti, peran uji coba daftar pertanyaan sebelum melakukan tahap penyediaan data yang sesungguhnya sangat penting dilakukan. Kemudian dari segi kebahasaan yang menjadi objek kajian dapat dikemukakan bahwa daftar pertanyaan hendaknya memuat semua bidang kebahasaan tersebut. seperti
1.      Fonologi, daftar pertanyaan hendaknya menjaring data kebahasaan guna pendeskripsian, aspek-aspek fonologis isolek yang diteliti
2.      Morfologi, daftar pertanyaan hendaknya menjaring data-data kebahasaan yang dapat memberikan gabaran mengenai perbedaan dialektal/subdialektal dalam hal: afiks-afiks yang digunakan dalam proses pembentukan kata, tipe reduplikasi yang juga digunakan dalam proses pembentuk kata, atau morfofonemik.
3.      Sintaksis, daftar pertanyaan hendaknya dapat memberikan gambaran perbedaan, dialektal/subdialektal pada aspek: kontruksi frasa, klausa, struktur kalimat, dan morfosintaksis pada bahasa yang dialek/subdialek tertentu.
4.      Leksikon, ada beberapa pertimbangan dalam menyusun pertanyaan untuk bidang leksikon
a.       Menyangkut makna yang bersifat universal
b.      Berkaitan dengan aspek sosiolinguistik, daftar pertanyaan menyangkut jenis-jenis makna kosa kata dasar yang akan diteliti.
c.       Menjaring bentuk-bentuk yang relatif penting dalam pengelompokan dialek/subdialek.
d.      Memunculkan bentuk-bentuk yang relatif bermanfaat untuk merekontruksi prabahasa serta dapat memberikan gambaran refleks dari suatu protofonem tertentu.
e.       Memunculkan bentuk-bentuk yang mengandung unsur-unsur historis dan budaya masyarakat pemakai bahasa yang dialek dan subdialeknya diteliti
f.       Makna dapat digunakan untuk penelitian pada bahasa lain
g.      Bentuk leksikal tersebut hendaknya disertai konteks.
Selain hal diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam menyusun daftar pertanyaan, khususnya bidang leksikon adalah menyusun daftar pernyataan itu dalam urut-urutan.
5.      Semantik, daftar pertanyaan hendaknya menggunakan bahasa setempat, bahasa ibu, atau bahasa nasional, karena yang hendak diteliti bertitik tolak pada bentuk (perbedaan bentuk)

3.      Metode dan Teknik Analisis Data Dalam Penelitian Bahasa Secara Diakronis
Metode dan teknik analisis data yang disajikan dalam seksi ini akan dibagi dalam dua subseksi, yaitu seksi metode dan teknik analisis data untuk penelitan subbidang dialektologi dan seksi metode dan teknik analisis data untuk penelitian subbidang linguistik historis komperatif.
a.       Metode dan Teknik Analisis Data Penelitian Dialektologi Diakronis
Metode analisis yang dikemukakan dalam seksi ini menyangkut metode analisis yang digunakan dalam pengindentifikasian dan pemetaan bentuk-bentuk bahasa yang berbeda di antara daerah-daerah pengamatan, penentuan isolek sebagai dialek atau subdialek, rekonstruksi prabahasa, dan penentuan dialek/subdialek inovatif dan konsevatif.
b.      Metode dan Teknik Identifikasi Pemetaan Perbedaan Unsur-Unsur Kebahasaan
Analisis penentuan unsur-unsur bahasa yang berbeda dilakukan dengan menggunakan metode padan intralingual (PI) dengan teknik dasar hubungan banding intralingual (THBT) dan teknik lanjutan hubungan banding (HB) membedakan (HBB). Hal ini terjadi kerena penelitian secara dialektologis salah satunya bertujuan mencari perbedaan untuk tujuan pengelompokan isolek.
Untuk pemetaan unsur-unsur bahasa yang berbeda yang ditemukan dari hasil analisis selanjutnya dipetakan. Ada tiga cara atau metode yang dapat digunakan dalam membuat peta perbedaan unsur kebahasaan, yaitu metode pemetaan langsung, menggunakan lambang (metode pelambangan), dan metode peta. Metode pemetaan langsung dilakukan dengan cara memindahkan unsur-unsur bahasa yang memiliki perbedaan itu ke atas peta dasar (peta yang memuat daerah-daerah pengamatan penelitian). Metode ini dipandang efektif jika realisasi unsur-unsur yang berbeda itu memungkinkan untuk ditulis dalam peta menurut daerah pemakaiannya. Adapun maksud pemetaan dengan metode pelambangan adalah, mengganti unsur-unsur bahasa yang berbeda itu dengan lambang yang dituliskan di sebelah kanan daerah pengamatan yang menggunakan benntuk (untuk perbedaan fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis) atau makna (untuk perbedaan semantik) yang di lambangkan itu. Sedangkan maksud metode petak adalah, daerah-daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang mmenggunakan bentuk  atau maknna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis.
c.       Metode Analisis Isolek Sebagai Dialek dan Subdialek
1.      Metode pemahaman timbal balik (Mutual intelligibility)
Konsep pemahaman timbal balik memiliki prinsip dasar, bahwa jarak spasial berbanding lurus dengan tingkat pemahaman. Maksudnya, suatu daerah pakai isolek memiliki pemahaman timbal balik sesuai dengan jarak kedekatannya dengan pusat penyebaran.
Chambers dan Trudgill (1980: 4) memberi batasan bahasa dengan memanfaatkan konsep mutual intelligibility tersebut sebagai sekumpulan penutur dialek yang di antara mereka terdapat pemahaman timbal balik. Batasan di atas mengimplikasikan bahwa penentuan isolek sebagai dialek/subdialek dengan metode pemahaman timbal balik bertumpu pada prinsip: apabila penutur-penutur dari satu atau lebih sistem isolek yang melakukan kontak dengan menggunakan isoleknya masisng-masing terdapat pemahaman timbal balik satu sama lain, maka isolek-isolek tersebut merupakan dialek/subdalek dari satu bahasa. Sebaliknya, apabila dalam kasus di atas untuk terdapat pemahaman timbal balik, isolek-isolek itu harus dianggap masing-masing sebagai bahasa yang berbeda.
2.      Metode Leksikostatistik
Penerapan metode leksikostatistik bertumpu pada tiga asumsi dasar berikut.
a.       Sebagai dari kosa kata dalam suatu bahasa sukar sekali berubah dibandingkan dengan bagian lainnya.
b.      Retensi atau ketahanan kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa.
c.       Perubahan yang terjadi pada semua kata dalam kosa kata dasar dalam suatu bahasa adalah sama.
Dalam penelitian dialektologi, metode lesikostatistik ini dapat digunakan untuk mengelompokkan beberapa daerah pengamatan sebagai kelompok pemakai dialek atau subdialek tertentu dengan menghitung persentase kekognatan antar daerah pengamatan (perksa Danie, 1991).
            Untuk asumsi yang pertama, kosa kata dalam daftar kosa kata dasar ada yang bersifat universal dan ada yang tidak universal. Untuk asumsi kedua, data menunjukkan bahwa ketahanan kosa kata dasar dalam masing-masing bahasa ternyata tidak bersifat konstan dan tidak sama. Untuk asumsi ketiga, Dyen membuktikan bahwa kata-kata tertentu dalam kosa kata dasar ada yang stabil dan ada yang mudah mengalami perubahan.
3.      Metode Dialektometri
            Untuk penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a.       Daerah pengamatan yang diperbandingkan hanya daerah pengamatan yang berdasarkan letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi.
b.      Setiap daerah pengamatan yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan garis sehingga diperoleh bsegitiga-segitiga yang beragam bentuknya.
c.       Garis-garis pada segitiga dialekrometri tidak saling berpotongan, pilih salah satu kemungkinan saja dann sebaiknya dipilih yang berdasarkan letaknya lebih dekat satu sama lain.
Pandangan Guiter di atas pada hakikatnya mengimplikasikan bahwa dialektometri memperlakukan sama semua isoglos, tanpa memperhitungkan adanya isoglos yang berupa korespondensi dan yang berupa variasi. Kedua-duanya dicampuradukkan.
4.      Metode Homals
Prinsip dasar dalam pelaksanaan metode Homals adalah sebagai berikut.
a.       Item-item dalam kuesioner merupakan variabel-variabel
b.      Setiap kategori sebagai hasil reduksi data lapangan dianggap benar-benar berdiri sendiri.
c.       Data yang dianalisis adalah data (berupa kategori-kategori) yang terdapat dalam matrik, yang berarti tidak ada informasi eksternal.
d.      Kategori-kategori dengan profil nilai yang khas pada serangkaian dimensi mempunyai hubungan yang erat dengan daerah-daerah pengamatan, yang mempunyai jenis profil yang serupa pada dimensi yang sama.
Secara garis besar langkah-langkah pelaksanaan metode Homals dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.       Data disusun sebagai kategori jawaban di dalam matriks bujur sangkar, yang satu sama lain berdiribsendiri.
b.      Data yang berupa kategori-kategori itu dimasukkan ke dalam matriks yang secara horisontal setiap petaknya memuat kategori-kategori jawaban.
c.       Memindahkan data yang berupa bilangan-bilangan pada tabel 2 ke dalam matriks nol-satu, dengan maksud bilangan-bilangan tersebut dapat diperbandingkan dan dihitung baik secara horozontal maupun variabek.

5.      Metode berkas isolog (bundle of isoglosses)
Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan di atas peta (Tawangsih Lauder, 1990:17). Sebagai garis imajiner, keberadan isoglos mungkin dapat disejajarkan dengan garis lintang dan garis bujur pada sebuah bola dunia (globe) dalam pengertian yang relatif. Dalam hal ini isoglos sebagai garis imajiner mengandung pengertian bahwa isoglos-isoglos (berkas isoglos) yang tertera di atas peta dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kehidupan manusia, misalnya membuat prediksi daerah penyebaran wabah penyakit menular seperti yang dilakukan WHO (World Health Organization).
Adanya perhatian terhadap kuantitas dan kualitas isoglos yang membentuk satu berkas isoglos, maka metode berkas isoglos yang diusulkan di sini merupakan perpaduan antara metode yang bersifat kuantitatif dengan metode kualitatif, meskipun sebenarnya isoglos itu sendiri bersifat kualitatif.
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan kemanfaatan metode berkas isoglos serta keterhubungannya dengan kajian dialektologi yang bersifat diakronis sebagai berikut.
a.       Penentuan kadar kuantitas isoglos-isoglos yang membagi daerah-daerah pengamatan ke dalam daerah dialek atau subdialek dapat menghindari kemanasukaan pemiilihan isoglos-isoglos tersebut dalam penetuan dialek atau subdialek.
b.      Penentuan kadar kualitas isoglos-isoglos yang membagi daerah-daerah pengamatan ke dalam daerah dialek atau subdialek dapat menghindari sikap penyamarataan isoglos-isoglos yang memang memiliki perbedaan, seperti perbedaan antara isoglos korespondensi dengan isoglos variasi.
c.       Kajian diakronis dalam dialektologi dapat mengungkapkan informasi-informasi yang terkandung dalam isoglos-isoglos yang berada diluar ikatan, yang tidak memainkan peran yang penting dalam pemilihan isolek menjadi dialek atau subdialek.
Selain penentuan dialek atau subdialek dengan metode di atas, juga ditemukan penentuan isolek sebagai dialek atau subdialeg dengan melihat realisasi vokal pada silabe ultima. Penentuan dengan cara ini (khusus untuk bahasa-bahasa Austronesia Barat) berpijak pada asumsi bahwa vokal pada lingkungan tersebut sering kali kurang stabil. Hal ini lebih mengarah pada dua hal.
a.       Memperlakukan ciri-ciri linguistik lainnya yang berada bersama-sama dalam kelompok senagai ciri yang kurang penting
Kecenderungan untuk memilih ciri-ciri linguistik tertentu yang berada bersama-sama dalam kelompok secara manasuka.
6.      Metode Rekonstruksi Prabahasa
Sebelum dilakukan rekonstruksi prabahasa dari dialek-dialek atau subdialek yang mendukung prabahasa tersebut terlebih dahulu harus ditentukan hubungan kekerabatan antara dialek-dialek itu. Penentuan hubungan kekerabatan dilakukan jika prabahasa itu menurunkan lebih dari dua dialek. Meskipun disadari bahwa suatu prabahasa dapat saja menurunkan secara bersama-sama lebih dari dua dialek, namun penentuan hubungan kekerabatan tersebut mutlak diperlukan. Karena dengan cara demikian, dapat diketahui status evidensi yang ditemukan dalam dialek-dialek itu dalam perekontruksian suatu prabahasa dan sekaligus dapat diketahui sampai tingkat mana rekonstruksi itu dimungkinkan dilakukan dengan memanfaatkan evidensi-evidensi pada dialek tertentu dari bahasa itu sendiri.
            Sesuai dengan hakikat rekonstruksi prabahasa sebagai rekonstruksi internal (rekonstruksi dalam), maka yang dipadankan atau yang dibandingkan itu adalah evidensi-evidensi yang terdapat dalam bahasa yang direkonstruksi prabahasanya. Dalam hal ini, evidensi dialek-dialek atau subdialek-subdialek bahasa tersebut. 
            Selanjutnya, setiap teknik dasar dari kedua metode itu memiliki teknik lanjutan, yaitu hubung banding menyamakan (HBM), hubung banding membedakan (HBB), dan hubung banding menyamakan hal pokok (HBMP). Kedua metode ini memiliki teknik lanjutan yang sama, tetapi yang dihubung banding menyamakan, hubung banding membedakan, dan hubung banding menyamakan hal pokok dalam masing-masing metode itu berbeda. Dalam metode pada intralingual yang di HBM- HBB-HBMP-kan adalah unsur-unsur yang bersifat lingual, sedangkan dalam metode pada ekstralingual yang di HBD-HBB-HBMP-kan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual. Lebih jauh ihwal kedua metode di atas beserta teknik-tekniknya dapat dilihat dalam Mahsun (1994a).
            Dengan menggunakan teknik HBD dan HBB dari metode tersebut kita dapat memilih bentuk-bentuk yang berkognat, serta mengelompokkannya. Bentuk-bentuk yang tidak berkognat dapat diabaikan, sedangkan bentuk yang berkognat disimpan dalam matrik yang sama seperti tabel no 4 dengan menulis bentuk yang berkognat itu pada masing-masing kolom dialek atau menulis tanda (-) pada kolom dialek yang tidak memiliki bentuk yang berkognat berikut untuk lebih jelasnya lihat tabel 5.
            Sebelum rekontruksi etimon prabahasa dilakukan dengan teknik HBMP, perlu dikemukakan prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam rekontruksi prabahasa (baik rekontruksi etimon maupun rekontruksi makna) prinsip-prinsip dasar yang dimaksud adalah sebagai berikut
1.      Menentukan hubungan kekerabatan antara dialek-dialek bahasa yang diteliti.
2.      Mengetahui kaidah perubahan bunyi yang terjadi pada masing-masing dialek/subdialek.
3.      Memulai rekonstruksi dengan mengambil bentuk atau bunyi yang memiliki kesamaan pada semua dialek.
4.      Apabila dialek-dialek/subdialek-dialek itu memperlihatkan penggunaan lebih dari satu bentuk untuk satu makna, rekontruksi dilakukan lebih dari satu etimon (sejumlah bentuk yang menjadi evidensi kekognatannya).
5.      Apabila dalam bentuk evidensinya terdapat unsur morfofonemik, maka yang direkonstruksi adalah morfem dasarnya.
6.      Setiap korespondensi atau variasi bunyi harus direkonstruksi sebuah prafonem, kecuali dua korespondeni atau variasi itu harus merupakan dua bunyi yang berbeda
7.      Setiap bunyi hanya direkontruksi satu kali.
8.      Setiap rekonstruksi ada prafonem. Jadi, jika dalam dialek-dialek/subdialek-subdialek
Hanya ada satu fonem, sedangkan yang lainnya zero (o), maka yang direkonstruksi adalah fonem itu sendiri.
7.      Metode Penentuan Dialek Yang Inovatif Dan Konservatif
            Seperti disebutkan bahwa dialek atau subdialek (atau juga daerah pengamatan tertentu) disebut sebagai dialek atau subdialek inovatif, jika pada dialek/subdialek tersebut banyak ditemukan unsur-unsur pembaruan. Sementara itu, dialek atau subdialek (atau juga daerah pengamatan tertentu) disebut sebagai dialek atau subdialek yang konservatif jika padanya banyak ditemukan bentuk relik.
Adapun analisis kuantitatif digunakan sebagai kelanjutan analisis kualitatif yang bertujuan untuk menentukan frekuensi munculnya bentuk-bentuk inovasi atau relik pada dialek, subdialek, atau daerah pengamatan tertentu, yang pada gilirannya digunakan sebagai dasar untuk mengkatagorikannya sebagai dialek, subdialek, atau daerah pengamatan yang inovatif atau konservatif.
Berbeda dengan penentuan inovasi internal, penentuan inovasi eksternal disamping dapat dilakuksn dengan metode PI dengan teknik HBB juga dapat dilakukan dengan teknik HBM dalam metode yang sama. Ihwal penerapan kedua metode tersebut beserta teknik-tekniknya dijelaskan berikut ini.
Penggunaan metode PI teknik HBM dan HBB dan HBB dalam analisis inovasi eksternal biasanya dilakukan terhadap pada dialek-dialek/subdialek-subdialek yang berhubungan dengan satu bentuk bahasa purba tertentu (prabahasanya atau proto bahasanya). Sebagai contoh diambil dari hasil penelitian Mahsun (1994).
            Selanjutnya, dalam analisis apakah bentuk-bentuk yang terdapat pada dialek-dialek/subdialek atau daerah-daerah pengamatan tertentu merupakan bentuk warisan dari prabahasa atau proto bahasa, metode PI dengan teknik PI dan HBB dapat digunakan.
Berbagai linguis beranggapan bahwa bidang fonologi dari leksikon merupakan bidang yang cukup menentukan dalam mengelompokkan perbedaan dialeksikal atau subdialeksikal (bandingkan Chambers dan Trudgill, 1980:16 dengan Grinjs, 1976:6). Hal ini disebabkan, perbedaan dialektal atau susbdialektal lebih banyak ditemukan pada kedua bidang itu. Dengan melihat kemungkinan salah satu dari kedua bidang mendemonasi munculnya perbedaan dialektal, pada dasarnya secara dialektologis bahasa-bahasa itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu (a) bahasa yang perbedaan dialektal atau subdialektalnya lebih dominan pada bidang fonologi, seperti Bahasa Sumbawa (lihat Mahsun 1994), (b) bahasa yang perbedaan dialektal atau subdialektalnya lebih dominan pada bidang leksikon, dan (c) bahasa yang perbedaan dialeksikal atau subdialeksikal dominan pada kedua bidang tersebut.
Dialek, subdialek, atau daerah-daerah pengamatan yang memiliki persentase kemunculan evidensi inovasi dan konsevatif, sebaliknya yang persentase kemunculannya rendah, masing-masing disebut sebagai dialek, subdialek, atau daerah pengamatan yang kurang inovatif dan kurang konservatif.
G.    Metode dan Teknik Analisis Data dalam Penelitian LinguistikHistoris Komparatif
1.      Metode Leksikostatistik
Teknik-teknik yang diterapkan dalam metode leksikostatistik
a.       Mengumpulkan kosakata dasar bahasa yang berkerabat.
b.      Menetapkan dan menghitung pasangan-pasangan mana yang merupakan kata berkerabat
c.       Menghubungkan hasil perhitungan yang berupa persentase kekerabatan dengan kategori kekerabatan

2.      Metode Inovasi Bersama yang Bersifat Ekslusif
Metode yang dapat digunakan dalam pengelompokan bahasa adalah metode yang bersifat kualitatif yaitu metode inovasi ekslusif bersama. Metode ini dimaksud sebagai cara pengelompokan bahasa turunan ke dalam suatu kelompok yang lebih dekat hubungannya, karena memperlihatkan inovasi yang berciri linguistik ekslusif yang menyebar pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan.
3.      Metode dan Teknik Rekonstruksi Bahasa Purba
Rekonstruksi bahasa purba tidak hanya dilakukan dalam kajian dialektologi diakronis, tetapi dilakukan pula dalam penelitian linguistik historis komparatif. Metode dan tekhnik yang digunakan sama dengan metode dan tekhnik yang digunakan dalam rekonstruksi bahasa purba pada kajian dialektologi diakronis. Bedanya hanya bukti yang digunakan untuk rekonstruksi itu adalah bukti-bukti bahasa artinya bukti-bukti yang terdapat pada bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Sementara itu, dalam penelitian dialektologi diakronis yang digunakan adalah bukti dialektal, yaitu bukti-bukti yang terdapat dalam dialek-dialek  dari bahasa yang diteliti.
4.      Metode Penyajian Hasil Analisis
Hasil analisis, baik dalam penelitian dialektologi diakronis maupun linguistik historis komparatif, yang berupa kaidah-kaidah disajikan melalui dua cara
(a)    Perumusan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat tekhnis (Informal)
(b)   Perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang (formal)
Ihwal penggunaan kata-kata biasa atau lambang-lambang merupakan tekhnik hasil penjabaran dari masing-masing metode penyajian tersebut (periksa Sudaryanto, 1993:145) Beberapa tanda atau lambangyang digunakan antara lain
·         Asterisk (*) digunakan untuk menunjukkan kehipotesisan bentuk yang bertanda tersebut. Tanda ini dipakai mengawali bentuk yang direkonstruksi dengan spasi setengah diatas bentuk hasil direkonstruksinya.
·         Kurung biasa (()) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang didalamnya menunjukkan bentuk itu memiliki alternatif sejumlah formatif yang berada didalamnya.
·         Kurung kurawal ({}) digunakan untuk menunjukkan semua formatif atau lambang yang disusun secara berjalur didalamnya harus dipilih atau berlaku seluruhnya.
H. Pelaksanaan Penelitian Sosiolinguistik (Pemakaian bahasa)
Pada dasarnya pelaksaan penelitian secara sosiolinguistik sama dengan pelaksanaan dalam bidang linguistik sinkronis dan diakronis yang dipaparkan di atas. Dalam arti, tahapan-tahapan yang akan dilalui. Namun, sebelum dibahas ihwal tahapan pelaksaan penelitian sosiolinguistik tersebut terlebih dahulu akan diaparkan pertama dan hakikat penelitian bahasa secara sosiolinguistik.
1.    Perihal Penelitian  Sosioliguistik
Bidang linguistik yang disebut bidang studi pemakaian bahasa merupakan bagian terbesar dari pembahasan dalam bidang studi antardisiplin yang disebut sosiolingusitik. Dengan kata lain, bidang linguistik yang berhubungan dengan pemakaian bahasa merupakan salah satu bagian dari bidang studissosiolinguistik. Dengan demikian penelitian pemakaian bahasa masuk ke dalam penelitian sosiolinguistik, terutama jika yang dibicarakan adalah pemakaian bahasa menurut konteks sosial penggunaannya. Dalam pada itu, sosiolinguistik itu sendiri merupakan bidang terapan antaradua disiplin ilmu yaitu linguistik yang berkutat dengan masalah kebahasaan di satu sisi, dengan disiplin sosilogi yang menaruh perhatian pada masalah sosial masyarakat di sisi yang lain.
Persoalannya bagaimana kedua disiplin ilmu yang memiliki objek kajian yang berbeda itu bersinergi untuk suatu kajian bersama dalam menangani suatu fenomena yang sudah dikukuhkan menjadi objek kajian bidang tertentu. Hal ini tentu tergantung pada titik tekan kajian itu sendiri. Selanjutnya sosiolinguistik dikelompokkan pada dua subbidang yang mikrososiolinguistik dan makrososiolinguistik. Apabila yang pertama mengacu pada kajian bahasa pada komunikasi interpersonal, yang kedua mengacu pada tingkat yang lebih tinggi daripada hanya sebagai komunikasi antarpersonal, yaitu pada tingkat komunitas. Sebagai subbidang kajian sosiolinguistik, maka yang menjadi lahan kajian pemakaian bahasa berhubungan dengan upaya membedakan ragm-ragam tau varietass bahasa yang oleh Haliday dibedakan atas varietas bahasa berdasarkan pemakaiannya, membedakan varietas bahasa menjadi tiga subdimensi yaitu subdimensi bidang, cara, dan tenor.
Dengan bertitik pada pengertian pemakaian bahasa dalam arti luas yang dikembangkan di atas maka bidang kajian sosiolinguistik dapat dibagi menurut fokusnya antara lain penitik beratan pada topik-topik berikut ini.
1.      Bahasa dan gender
2.      Bahasa dan umur
3.      Bahasa dan etnisitas
4.      Bahasa dan kelas sosial
5.      Penggunaan bahasa dan profesi
6.      Penggunaan bahasa dalam media massa
7.      Penggunaan bahasa dalam pendidikan
8.      Penggunaan bahasa dalam penutur daerah tertentu
9.      Penggunaan bahasa dalam debat
10.  Penggunaan bahasa oleh pejabat
11.  Penggunaan bahasa di dalam wawancara
12.  Penggunaan bahasa dalam introgasi polisi
13.  Penggunaan bahasa dalam pengadilan
14.  Penggunaan bahasa diantara dokter dan pasien
15.  Penggunaan bahasa guru dan murid
16.  Penggunaan bahasa balita dikelas bawah dan kelas menengah atas
17.  Bahasa dan ketidak samaan berahasa di kaloangan mahasiswa
18.  Penggunaan bahasa di dalam surat-surat resmi
19.  Penggunaan bahasa di dalam bidang tertentu
20.  Bahasa dan strategi berbahasa
21.  Penggunaan bahasa dan perinsip kerja sama
22.  Kesantunan berbahasa
23.  Kesepadanan adaptasi linguistik dengan adaptasi sosial di antara masyarakat tutur bahasa yang berbeda dan lainnya.

2.        Metode Penyediaan Data
Suatu hal yang patutu diingat tahapan penyediaan data agar data yang diperoleh itu representatif, adalah bahwa sumber data itu haruslah dapat mencerminkan keterwakilan populasi penelitian, dalam hal ini diperlukan bersyarat sampel yang optimal. Selain itu karena dalam penentuan sampel penelitian sosiolinguistik berhubungan ddenan kelompok sosial, maka penentuan kelompok sosial yang akan menjadi variabel penelitian perlu dirumuskan secara jelas, karena kelompok-kelompok sosial inilah yang akan menjadi sampel dalam pengambilan data.
a.       Penarikan Sampel Penelitian Sosiolinguistik
Dalam penelitian bahasa sampel yang besar tidak diperlukan, karena perilaku linguistik cenderung lebih homogen dibandingkan dengan perilaku-perilaku yang lain, Sankoff menyebutkan bahwa penelitian sosioliguistik yang hasilnya telah diterbitkan ternyata menggunakan sampeel dalam jumlah yang tidak besar.
Ada empat metode yang umum dipakai untuk memilih individu-individu yang akan dijadikan sampel penelitian. Yang (1) yang paling mudah dan paling populer adalah penarikan sampel dengan mengambil individu yang paling gampang didapat. (2) penarikan sampel secara sistematis. (3) penarikan sampel secara acak.
b.      Penentuan Kelas Sosial
Selanjutnya yang perlu dikemukakan sehubungan dengan penarikan sampel adalah pengkategorian  kelompok sosial yang akan dijadikan kategori penentuan sampel penelitian. Hal ini pennting karena masyarakat tutur yang akan menjadi sasaran penelitian bukanlah sesuatu yang homogen, tetapi bersifat heterogen, yang secara bersama-sama membentuk masyarakat tutur tersebut. Untuk itu, penentuan kelompok sosial yang akan menjadi sumber data perlu dilakukan secara cermat.
Terdapat banyak cara dalam melakukan pengelompokan sosial, setidak-tidaknya ada dua cara, yaitu secara objektif dan secara subjektif. Cara yang objektif dilakukan dengan cara penentuan indeks sosial dari masing-masing stratifikasi sosial yang dicanangkan terdapat dalam masyarakat tutur yang menjadi objek penelitian. Cara subjek dalam penentuan indeks kelas sosial adalah melalui stereotip, melalui jenis media masa yang dibaca oleh kelompok sosial tertentu.
c.       Metode Penyediaan Data
Metode yang dapat digunakan dalam tahap penyediaan data untuk penelitian sosiolinguistik, sebenarnya dapat memanfaatkan jenis-jenis metode yang digunakan dalam penelitian sosial. Namun, pada prinsipnya setidak-tidaknya ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu, metode simak (pengamatan/observasi), survei dan cakap/wawancara.
1)      Metode simak
Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam penyediaan data dengan cara penelitian melakukan penyimakan penggunaan bahasa. Dalam ilmu sosial, metode ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi. Metode ini memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Dikatakan demi kian karena dalam praktik penelitian sesungguhnya penyimakan itu dilakukan dengan menyadap pemakaian bahasa dan informan. Sebagai teknik dasar, maka ia memiliki teknik lanjutan, yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik simak libat cakap, catat, dan rekam.
Metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dimaksudkan si peneliti menyadap prilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam pristiwa tutur tersebut. Jadi, peneliti hanya sebagai pengamat. Untuk memudahkan pencatatan, sebagai teknik lanjutan yang harus menyertai penerapan teknik simak bebas lihat cakap, si peneliti hendaknya membuat lembar penyimakan, yang berisi keterangan yang dapat dicentang dengan cepat. Lembar penyimakan pada dasarnya berisi hal-hal berikut.
a)      Tanggal penyimakan
b)      Topik pembicaraan (masalah sehari-hari atau bukan)
c)      Lokasi tempat penyimakan
d)     Orang yang terlibat dalam peristiwa tutur yang disimak (uraian tentang orang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya  tergantung pada jumlah  yang terlibat. Uraian itu masing-masing berisik: status kekerabatan, umur, tingkat pendidikan, bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur tersebut)
e)      Nama penyimak, yang disertai tempat dan tanggal
Adapun teknik simak libat cakap atau yang disebut metode pengamatan berpartisipasi atau manunggal atau pengamatan penuh , dimaksudkan sebagai upaya penyadapan peristiwa tutur oleh peneliti dengan cara peneliti terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Dalam hala ini, peneliti menyatu/manunggal dengan pastisipan yang hendak disimak perilaku  tuturnya. Itu sebabnya Gunawan menyebut metode ini dengan nama metode pengamatan manunggal.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam penerapan teknik simak libat cakap ini pada dasarnya sama dengan langkah-llangkah yang ditempuh dalam penerapan teknik simak bebas libat cakap diatas, yaitu disertai dengan penerapan teknik catat dan atau teknik rekam. Suatu hal yang perlu ditekankan di sini adalah, bahwa sekembalinya dari penerapan teknik harus segera mempelajari catatan-catatan atau mentranskripsikan rekamannya, melengkapinya dengan membuat catatan-catatan tentang hal-hal yang belum tercatat.
2)      Metode survei
Metode survai adalah metode penyediaan data yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner atau daftar tanyaan yang terstruktur dan rincian untuk memperoleeh informan dari sejumlah besar informan yang dipandang representatif mewakili populasi penelitian.apabila yang pertama dimaksudkan unruk memerikan populasi yang sedang dikaji, maka yang kedua lebih bersifat lanjutan , yaitu bermaksud menjelaskan hubungan-hubungan yang ada yang telah dijumpai di dalam survei deskriptif.
3)      Metode cakap/wawancara
Metode cakap atau dalam penelitian ilmu sosial dikenal dengan nama metode wawancara atau interview merupakan salah satu metode yang digunakan dalam tahap penyediaan data yang dilakukan dengan penutur pelaku narasumber. Metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik pancing. Sebagai teknik dasar tentu memiliki teknik lanjutan, dalam hal ini yang berupa teknik lanjutannya adalah teknik cakap semula dan  teknik cakap taksemula. Diberi nama teknik cakap semuka karena si peneliti melakukan percakapan dengan cara berhadapan langsung di suatu tempat dengan informannya, sedangkan dinamakan teknik cakap tak semuka karena si peneliti tidak bertemu secara langsung dengan informan yang dijadikan sumber datanya.
Pada dasarnya penerapan metode cakap dalam penelitian sosiolinguistik, termasuk penelitian pemakaian bahasa, serupa dengan penerapan metode survei. Keduanya mengguankan sejumlah pertanyaan yang dapat memancing munculnya informasi yang diperlukan. Metode cakap ini juga memiliki dua lagi teknik lanjutan, yaitu teknik catat dan teknik rekam. Seperti halnya pada penerapan metode simak, kedua teknik lanjutan ini juga dapat digunakan secara bersamaan dengan penerapan salah satu dari dua teknik cakap sebelumnya: teknik cakap semuka atau teknik cakap taksemuka.
3.Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan membedakan data yang sama dan membedakan data yang serupa, tetapi tak sama. Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokan data tentu harus didasarkan pada apa yang menjadi tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah memecahkan masalah yang memang terjadi focus penelitian, jika penelitian terdapat hipotesis, jawaban tentative terhadap masalah penelitian yang memerlukan pembuktian, maka sesungguhnya masalah, hipotesis, dan tujuan penelitian merupakan suatu kesatuan yang membimbing kearah mana analisis data (termasuk penyediaan data) itu dilakukan.
Data memiliki dua wujud, yaitu data yang berwujud angka dan data yang bukan agka (anshen, 1985). Data jenis pertama adalah dapat dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif karena itu biasa disebut sebagai data kuantitatif. Data jenis kedua adalah data yang dapat dianalisis dengan analisis kualitatif, dari karena itu disebut pula sebagai data kualitatif. Data kualitatif, tidak dapat dimanipulasidalam pengertian yang sama dengan data kuantitatif dan karena itu data ini baru dapat dianalisis dengan analisis kuantitatif dengan cara terlebih dahulu mengubah data tersebut dalam bentuk angka.
a.       Analisis kualitatif
Apabila dalam penelitian kuantitatif prosesnya berlangsung secara linear, mulai dari perumusan masalah, kemudian perumusan hipotesis (bagi studi eksplanatori), penyusunan alat pengukuran (instrumen penyediaan data), melaksanakan kegiatan penyediaan data itu sendiri, analisis data, dan akhirnya, penyajian hasil analisis data dalam bentuk laporan penelitian maka dalam penelitian kualitatif tahapan yang bersifat linear tersebut tidak dapat diterapkan. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif kegiatan penyediaan data merupakan kegiatan yang berlangsung secara simultan dengan kegiatan analisis data. Istilah memahami dan menjelaskan merupakan dua istilah yang penekanannya berbeda. Jika dalam istilah, mengandung arti sebagai upaya menelusuri alasan-alasan maknawi suatu fenomena yang diteliti dengan berangkat dari pemahaman para pelakunya sendiri, sedangkan dalam istilah menjelaskan mengandung arti upaya menjelaskan faktor penyebab atau kualitas suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti.
Pada dasarnya, terdapat dua strategi analisis dalam penelitian kalimat yang lazim digunakan, yaitu model analisis deskriptif kualitatif yang lazim dugunakan, yaitu model analisis deskriptif kualitatif dan verifikatif kualitatif. Kedua model analisis ini menggambarkan alur logika analisis data dan masukan bagi teknik analisis data yang digunakan. Meskipun telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam analisis kualitatif, data yang dianalisis itu bukan data berupa angka-angka (data kuantitatif), dalam analisis kualitatif tidak tertutup kemungkinan pemanfaatan data kuantitatif, karena berguna bagi hal-hal berikut.
a.       Pengembangan analisis data kualitatif itu sendiri dan tentunya penggunaan data tersebut sampai batas tertentu sesuai dengan kebutuhan.
b.      Karena sifat data kuantitatif itu kaku dan belum bermakna, maka pada saat penggunaannya harus dilakukan secara luwes dan memaknainya sebagaimana yang diinginkan dalam kaidah-kaidah penelitian kualitatif.
c.       Penggunaan data kuantitatif sekaligus mempertajam sekaligus memperkaya analisis kualitatif itu sendiri untuk penelitian bahasa misalnya, data yang dimaksud adalah jumlah penutur suatu bahasa atau varian, jumlah informan yang memilih dialek tertentu dalam menjawab koesioner, jumlah informan yang memilih jawaban tertentu sesuai dengan variabel penelitian usia atau ketokohan dan gender, data jumlah batas alam, volume batas alam: tinggi gunung, lebar jalan dan lainnya.
Demi konsistensi secara terminologis, istilah yang dipilih untuk menyebut metode komparatif konstan ini adalah metode padan. Istilah komparatif diganti dengan istilah padan karena disamping istilah komparatif itu berpadanan secara semantik dengan istilah padan.
Metode padan, seperti dijelaskan pada seksi E1 merupakan metode yang dalam praktik analisis data dilakukan dengan menghubung-bandingkan antarunsur yang bersifat lingual, jika itu berupa metode padan intralingual, atau menghubung-bandingkan unsur yang ekstralingual, jika itu metode pada ekstralingual. Ada dua jenis metode padan, yaitu padan intralingual dan padan ekstralingual.
Padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda.
Sedangkan padan ekstralingual, yaitu metode ini memiliki teknik-teknik yang sama dengan teknik yang terdapat dalam metode padan intralingual. Kedua metode analisis data secara kualitatif ini dapat digunakan secara serempak, yang dapat saling mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan penelitian.
Beberapa langkah yang dilakukan dalam penerapan metode ini untuk analisis data kualitatif adalah berikut ini:
a.       Membandingkan setiap fenomena/kejadian yang dapat diterapkan pada setiap kategori;
b.      Memadukan kategori dan ciri-cirinya;
c.       Membahas lingkup teori;
d.      Menulis teori.
Pelaksanaan kegiatan analisis data dengan penerapan metode ini akan diambil penelitian mahsun (2005), yang berjudul “kesepadanan Adaptasi linguistik dengan Adaptasi Sosial pada Masyarakat Tutur Bahasa Sasak, bali, dan Sumbawa di pulau Lombok-NTB: Ke Arah pengembangan Model Resolusi Konflik di Wilayah pakai Bahasa yang berbeda”, sebagai ilustrasi. Penelitian ini beberapa masalah dasar berikut ini.
1.      Bagaimana wujud/pola adaptasi linguistik di antara ketiga masyarakat tutur bahasa tersebut?
2.      Komunitas sosial manakah dalam masing-masing masyarakat tutur bahasa tersebut yang lebih dominan melakukan adaptasi linguistik, sementara komunitas lainnya tidak dominan?
3.      Adakah perbedaan kecenderungan melakukan adaptasi linguistik, di antar masyarakat tutur yang rentan terhadap konflik (disharmoni) dengan masyarakat tutur yang tidak rentan terhadap konflik sosial (harmoni)?
Permasalahan penelitian diatas, maka secara metodologis wujud data yang akan menjadi basis analisisnya adalah data kebahasaan dalam masing-masing bahasa komunitas tutur yang menjadi sasaran penelitian yang berupa hasil adaptasi linguistik dalam bentuk:
a.       Penyesuaian kaidah/bunyi antar bahasa yang penuturnya melakukan kontak;
b.      Penggantian unsur bahasa dalam salah satu atau kedua komunitas yang berkontak (unsur bahasa pembicara dengan unsur bahasa mitra wicara), yang realisasinya dapat berupa: pinjaman leksikal maupun gramatikal;
c.       Penggunaan bahasa mitra wicara yang berwujud alih kode dan campur kode.
Secara metodologis, untuk sekadar contoh akan difokuskan pada tiga masalah yang pertama karena lebih terkait dengan kajian sosiolinguistik, penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah diatas didesain dalam wujud berikut.
a.       Pemecahan masalah yang pertama, sumber datanya adalah dari ketiga penutur bahasa yang berkontak, dalam hal ini adalah dari ketiga penutur bahasa yang berkontak, dalam hal ini adalah penutur bahasa Sasak, Bali, dan Sumbawa.
b.      Pemecahan masalah yang pertama, sumber datanya adalah komunitas tutur bahasa Bali-Sasak yang memperlihatkan kecenderungan kearah kehidupan hidup harmoni.
c.       Sumber datanya adalah segmen sosial yang terdapat dalam komunitas tutur masing-masing dari ketiga bahasa itu.
d.      Wujud data yang dijadikan dasar dalam analisis ketiga masalah diatas adalah sama, yaitu berupa: data kebahasaan yang berupa bentuk-bentuk adaptasi linguistic penyesuaian kaidah fonologis, pinjaman leksikal dan gramatikal, alih kode dan campur kode.
e.       Mengingat bahwa tidak semua unsur kebahasaan yang diadopsi oleh suatu bahasa dari bahasa dari bahasa lain termotivasi karena adanya keeratan atau harmoninya hubungan di antara komunitas tutur yang berkontak, tetap juga karena faktor kebutuhandan faktor gengsi (bandingkan poedjoseodarmo, 2003 dengan Hockeu. 1958), maka selain data dalam wujud diatas, juga diperlukan data pendukung berupa pandangan dan sikap para penutur bahasa yang berkontak baik terdapat bahasanya dengan bahasa mitra kontaknya.
Dari contoh penelitian diatas, maka dapat diilustrasikan penerapan tahapa analisis data dengan metode padan dengan teknik-teknik tersebut sebagai berikut:
a.       Membandingkan setiap fenomena/kejadian yang dapat diterapkan pada setiap kategori.
Pada tahap ini ada dua kegiatan yang dilakukan, yaitu kegiatan pencatatan (coding) dan kegiatan memberi komentar terhadap catatan tersebut. Analisis dimulai dengan mencatat setiap fenomena berbahasa dari satu kategori yang berhubungan dengan adaptasi linguistic sebanyak mungkin, mulai dari kategori itu muncul.
Selanjutnya, peneliti mulai membandingkan kejadian/fenomena tersebut (mengenai wujud adaptasi linguistic muncul, konsenkuensinya, dan hubungan dengan kategori lainnya) secara terus-menerus sehingga peneliti dapat merumuskan ciri-ciri kategori teoritis.
Terdapat suatu kondisi yang akan dihadapi peneliti tatkala ia telah melakukan pencatatan beberapa kali, misalnya dua atau tiga kali, yaitu konflik dalam penekanan pemikiran. Mungkin peneliti akan menyenangi pemikiran teoretis sekaligus berusaha menciptakan struktur teoretis dalam kajian berikutnya.
Patut dicatat, bahwa yang paling menonjol dalam pelaksanaan tahapan (langkah) ini adalah bagaimana peneliti menangkap kategori-kategori dan ciri-cirinya dalam setiap kejadian atau fenomena beradaptasi secara linguisus, sekaligus peneliti dapat menganalisisnya serta berusaha membentuk analisis itu kedalam struktur-struktur teoretis yang dapat menunjang analisis lebih lanjut. Misalnya, dapat diidentifikasi secara konseptual teoretis dari fenomena adaptasi linguistic yang berupa campur kode itu terjadi pada penutur dengan kategori usia tua-tokoh-pria, dan muda-tokoh pria.    
b.      Memadukan kategori dengan ciri-cirinya
Konkretisasi dari pelaksannan langkah ini adalah peneliti membandingkan fenomena yang muncul dengan ciri-cirinya yang dihasilkan pada pelaksanaan lagkah pertama diatas. Pada tahap ini peneliti berusaha menghubungkan kategori itu dengan ciri-cirinya masing-masing.
            Namun, yang harus diperhatikan adalah bahwa peneliti harus dapat memformulasikan kategori-katgori beserta ciri-cirinya itu menjadi rangkaian teori-teori sederhana. Peneliti harus mampu memmformulasikan kategori dari suatu kejadian /fenomena menjadi teori sederhana yang sifatnya dapat dikembangkan atau dibatasi pada tahap analisis selanjutnya.
c.       Membatasi lingkup teori
Pada tahap ini peneliti dapat membatasi teori-teori minor yang berbentuk pada tahap diatas berdasarkan relevansi yang menggiringnya kedalam suatu kategori dan ciri-cirinya yang lebih besar. Pada suatu generalisasi untuk merumuskan teori yang lebih besar relevansi nya dengan tujuan penelitian dala bentuk redaksional-konseptual: bahwa terdapat kesepadanan antara adaptasi linguistic dengan adapatasi sosial antara dua penutur bahasa yang melakukan kontak. Semakin tinggi adapatasi linguistinya, maka akan semakin tinggi pula adaptasi sosialnya.
d.      Menulis teori
Sebelum teori dibangun yang diperluan adalah membentuk teori subjektif yang sistematik. Baru setelah itu penulisan, teori dalam bentuk publikasi dapat dimulai tentu dengan tahapan yang lebih arief yaitu mempublikasikan pada kalangan terbatas, dalam bentuk seminar kecil tentang teori-teori tersebut. Didalam melakukan analisis terdapat dua analisis yaitu:
a)      Analisis kualitatif
Dalam penelitian kualitatif  seorang peneliti (sosiolinguistik) harus melakukan kegiatan :
1)      Data yang diperoleh terjadi setiap harinya
2)      Melaksanakan kegiatan display data
3)      Membuat kesimpulan semenara dan menguji kembali dengan fakta dilapangan
4)      Membuat pernyataan (kesimpulan)
b)      Anaalisis kuantitatif
Langkah-langkah untuk mengubah data dalam bentuk angka :
1)      Membuat tabulasi data kedalam matriks yang membuat kategori yang dijadikan dasar penentuan informan
2)      Mengubah data pada tabel kategorial dan jawaban informs menjadi angka
3)      Matriks harus diubah dalam bentuk lain dengan caramemecahkan kelopok itu.

4.      Metode penyajian hasil analisis data
Dalam menyajikan hasil temuan penelitian terdapat dua metode yaitu metode formal dan metode informal. Karena pada prinsipnya penyajian hasil analisis baik itu untuk tujuan kajian linguistic sinkronis, linguistic diakronis, maupun sosiolinguistik adalah sama.




BAB 4
Tahapan Penulisan Laporan Penelitian

            Menulisan laporan merupakan tahap aklur yang penting dalam penelitian. Belajar menulis laporan sama halnya dengan belajar seni, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca. Itu artinya penulis harus menentukan pembaca yang akan menjadi sasarannya. Bila penelitian itu dilakukan atas keinginan instansi tertentu dan instansi itulah yang akan mendanainya, maka sasarannya adalah sponsor penelitian yang memberikan bantuan dana tersebut.
            Dengan mempertimbangkan hal di atas Shah. (1999) mengelompokkan laporan penelitian atas tiga macam, yaitu:
a.       Laporan penelitian lengkap atau monografi
b.      Artikel penelitian terpisah
c.       Laporan ringkas.
Laporan penelitian lengkap dengan sasaran pembacanya, yaitu masyarakat akademis, haruslah disusun dengan dipertimbangkan hal-hal berikut ini.
a.       Usahakan untuk melukiskan sebuah proses penelitian dan pengalaman yang dialami peneliti. Artinya dengan membaca laporan itu, pembaca dapat memperoleh pengetahuan yang sejelas-jelasnya tentang pelaksanaan penelitian itu.
b.      Menulis laporan berani berkomunikasi dengan pembaca yang hendak dituju, bukan berkomunikasi dengan diri sendiri.
c.       Mengomunikasikan apa yang sesungguhnya terjadi selama proses penelitian kita.
d.      Pengalaman-pengalaman penelitian dan penemuan-penemuan yang tampaknya tidak berhubungan langsung dengan tujuan penelitian, jangan tergesa-gesa dibuang karena dapat saja yang tampaknya tidak berhubungan itu justru akan menjadi kunci pemahaman permasalahan secara mendasar.
e.       Laporan jangan menjadi suatu cerita terpilih menjadi keberhasilan kita. Dalam arti kita tidak perlu ragu untuk menulis kegagalan serta keterbatasan kita.
f.       Membuat kerangka laporan terlebih dahulu secara cukup memadai baru menyusun laporan secara terinci karena akan mudah mengubah garis besar rencana laporan daripada mengubah seluruh isi laporan.
g.      Laporan harus disusun menjadi bab-bab, seksi-seksi, dan subseksi-subseksi dengan judul yang tepat karena kita tidak mungkin berharap pembaca memiliki waktu dan kesematan yang luang, untuk membaca laporan kita.
Pada umunya laporan lengkap memuat halaman judul, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan (yang didalamnya berisi latar belakang, identifikasi, seleksi dan perumusan masalah; tinjauan pustaka dan kerangka teori, desain penelitian dan metodologi), hasil dan pembahasan, ringkasan, daftar pustaka, dan lampiran.
1.      Judul Penelitian
Judul laporan haruslah jelas, ringkas, dan mencerminkan isi.
2.      Kata Pengantar
Biasanya kata pengantar hanya memerlukan setengah sampai satu halaman. Isinya pernyataan ringkas tentang masalah, tujuan, lembaga yang mmensponsori penelitian, dan sebagainya.
3.      Daftar Isi
Daftar isinmemuat judul setiap bab, setiap seksi dan setiap subseksi beserta nomor halamannya.
4.      Pendahuluan
Pendahuluan berisi hal-hal yang dapat memperkenalkan secara ringkas kepada pembaca tentang masalah penelitian, ruang lingkupnya, kegunaan teoritis serta praktisnya, tinjauan pustaka dan kerangka teori, serta metode penelitian.
5.      Hasil dan Pembahasan
Di dalam bagian inilah segala metode analisis data yang telah dicanangkan dimanfaatkan. Hasil dan pembahasan inilah inti dan isi laporan penelitian.
6.      Kesimpulan dan Saran
Dalam kesimpulan ini akan tercermin jawaban dari masalah yang diajukan dalam penelitian dan sekaligus mencerminkan apa yang menjadi isi pada bagian hasil dan pembahasan. Saran dirumuskan berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditujukan pada peneliti yang sebidang, yang hendak melanjutkan penelitian yang serupa atau mengembangkan penelitian yang telah dilakukan.
7.      Ringkasan
Ringkasan adalah semacam catatan secara kategoris penemuan-penemuan pokok penelitian, yang kerap kali mengikuti susunan bab laporan. Oleh karena itu, ringkasan juga memuat implikasi dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Penelitian mungkin mempunyai implikasi teoritis dan/atau praktis.
8.      Daftar Kepustakaan
Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang diacu dalam penelitian dan disusun ke bawah menurut abjad nama akhir penulis pertama.
9.      Lampiran-lampiran
Sehubungan dengan itu, Shah (1999) mengemukakan beberapa pedoman umum yang dapat dijadikan dasar dalam menyusun laporan sebagai berikut.
1.      Tulislah dengan jelas. Kalimat harus sederhana mungkin. Dua atau tiga kalimat sederhana dapat menjelaskan secara lebih terang daripada sebuah kalimat yang rumit dengan banyak anak kalimat.
2.      Telitilah memakai istilah. Ilmu-ilmu sosial memiliki istilah-istilah khusus yang artinya dapat berbeda dengan arti penggunaan sehari-hari dan penggunaan teknisnya.
3.      Perhatikan dengan baik dalam menggunakan tata bahasa dan ejaan yang benar untuk setiap kata.
4.      Sedapat mungkin gunakan bentuk kalimat sekarang dari pada bentuk lampau.
5.      Gunakan kalimat langsung yang positif. Jangan menggunakan kata yang tidak perlu dan kata-kata ungkapan.
6.      Tandailah bagian, bab atau anak bab, tabel dan gambar secukupnya. Buatlah sistem pembuatan judul dan anak judul yang sederhana.
7.      Gunakan catatan kaki dengan hemat, dari tanda secara berurutan, dan letakkan di bagian bawah halaman atau bagia akhir laporan.
8.      Kamus standar, buku tata bahasa, dan pedoman penulisan laporan harus dimanfaatkan pada waktu menulis laporan.



BAB 5
Penutup

      Dalam kedudukan linguistik sebagai ilmu tentang bahasa, metode merupakan komponen yang keempat setelah tiga komponen lainnya: (a) objek sasaran khusus yang berupa bunyi tutur atau atau bahasa tutur; (b) kerangka pikiran mengenai bahasa (teori bahasa); (c) dengan mula mengenai  asas tertentu yang mengatur aspek tertentu bahasa tertentu atau yang sering disebut hipotesis. (Sudaryanto, 1988a: 24-25).
      Buku ini pada dasarnya telah mencoba memaparka bagaimana penelitian bahasa itu dilakukan, tidak hanya menyangkut penelitian dalam bidang linguistik sinkronis (deskriptif), tetapi juga bidang kajian linguistik diakronis, dan sosiolinguistik.
      Penelitian menurut Sudaryanto merupakan suatu proses yang berlangsung dan tahap pengumpulan (penyediaan) sampai pada tahap memproduksikan hasil penelitian.
      Ada dua konsep dasar yang dikemukakan Sudaryanto, yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan wujud metode yang diusulkan dalam buku ini. Konsep-konsep yang dimaksud adalah:
1.      Setiap tahapan strategi (pengumpulan/penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis) membentuk tatanan sendiri-sendiri, yang memiliki batas-batas yang jelas antara tatanan yang satu denagn tatanan yang lainnya.
2.      Penggunaan teknik tertentu dalam analisis pada dasarnya adalah upaya menciptakan atau membuat data baru (Sudaryanto, 1991 : 66 dan 1993b:).
Suatu hal yang patut ditambahkan bahwa buku ini disamping membahas ihwal metode penelitian bahasa baik secara sinkronis, diakronis, maupun yang menyangkut metode untuk penelitian sosiolinguistik, juga membicarakan bagaimana sebuah penelitian itu di desain. Berbagai persoalan mendasar yang berhubungan dengan desain penelitian, seperti menemukan dan merumuskan masalah, membangun kerangka konseptual/teoritis adan kajian kepistakaan, dengan sampai memilih metode dan teknik tertentu yang akan digunakan telah dicoba paparkan. Untuk itu, hanya satu harapan dari penulis adalaaha agar yang tertuang, yang menjadi isi buku, dapat bermanfaat.



Daftar Pustaka
Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Stategi, Metode, dan Tekniknya.  Jakarta: Rajawali Pers.

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp