Sunday, October 14, 2018

Resum Buku Asas-Asas Linguistik Umum- Verhaar



BAB 3
FONETIK: PENGANTAR
(1)          Dua jenis fonetik
Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar “fisik” buyi-buyi bahasa. Ada dua segi dasar “fisik” tersebut yaitu segi alat-alat bicara serta pengunaannya dalam menghasilkan buyi-buyi bahasa dsn sifat-sifat akustik buyi yang telah di hasilkan menurut dasar pertama, fonetik disebut “fonetik organik” (karena menyangkut alat-alat bicara) atau fonetik artikulatoris (karena meyangkut pengarti kulasian buyi-buyi bahasa). Menurut dasar yang kedua fonetik di sebut “fonetik agustik” , karena menyangkut buyi bahasa dari sudut buyi sebagai getaran udara.
(2)          Fonetik artikulatoris
Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang kita pakai untuk menghasilkan bunyi bahasa bila kita bicara udara dipompakan dari paru-paru, melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorokan yang didalamnya terdapat pita-pita suara harus terbuka agar supaya udara bisa keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung (atau kedua duanya). Contohnya adalah bernafas saja.
(3)          Fonetik Akustik
Fonetik Akustik menyelidiki bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai getaran udara yang bergetar adalah udara yang bergerak dalam gelombang – gelombang : artinya, partikel-partikel udara dibuat bergerak, membentuk ”gelombang” ada tiga hal yang perlu dibahas di sini. Frekuensi atau titi nada, aplitudo dan resonansi:
a.        Frekuensi atau titinada
Gerakan partikel secara “ glombang “ itu “ berirama “, artinya berjalan ritmis ritmennya diukur dengan frekuensi persatuan waktu secara tradisional diukur dengan satuan detik. Gelombang dapat berupa “biasa” atau “murni” ( seperti gelombang titi nada suatu garpu tala yang dibunyikan dapat juga berupa “ rumit” seperti gelombang yang terdiri atas gelombang-gelombang bersama-sama tetapi dengan frekuensi yang berbeda ( seperti bila kita mengetukkan dua garpu tala atau lebih pada frekuensi yang berbeda ) gelombang rumit selanjutnya dibedakan sebagai yang “ periodes “ dan “turbulen” dua nada yang berbeda satu oktaf akan menimbulkan dua macam gelombang, dengan yang tinggi berfrekuensi tepat dua kali yang rendah kedua gelombang itu akan naik turun secara bertepatan.
Perbedaan antara gelombang rumit yang periodis dan yang terbulen penting fonerik fokal senang tiasa merupakan gelombang rumit yang teriodis secara akustik sedangkan kebayakan konsonan.
Bagan 3 berikut adalah ringkasan pengertian mengenai gelombang yang baru saja di paparkan di atas.
b.        Amplitudo
Sebaliknya, apa yang di tangkap telinga kita sebagai “kerasnya” atau “nyaringnya” atau “intensitas” bunyi secara akustik yang berpangkal pada luasnya atau lebarnya gelombang udara (istilahnya “amplitudo”) dan bersifat netral terhadap frekuensi/titinada.
Menurut kerasnya bunyi atau amplitudonya, gelombang udara dapat di bandingkan dengan gelombang air di lautan.
Amplitudo akan berkurang menurut dari sumber bunyi hal itu terjadi karena amplitudo bunyi akan berkurang menurut jarak yang di jalani meskipun frekuensinya tetap sama. Kecepatan pelenyapan di tentukan juga hal lain: misalnya gelombang bunyi dapat di pantulkan kembali oleh permukaan rata dan keras seperti dinding rata dan keras dan dengan demikian kecepatan pelenyapan amplitudo adalah rendah ;
c.         Resonansi
Resonansi terjadi bila suatu benda bergetar karena sebuah pengaruh bunyo, yaitu bunyi yang di hasil kan oleh sumber. Perhatikan contoh berikut: apabila anda menjentikkan jari pada sebuah gelas tipis, gelas itu akan bergetar dan menimbulkan nada tertentu. Nada yang di timbulkan itu adalah nada khas gelas tersebut bergantung ukuran dan bentuk gelas, menurut istilah ahli akustik nada tersebut adalah frekuensi natural. Contoh ini tidak merupakan apa yang di sebut dengan resonansi, karena sumber bunyi adalah yang di jentik.
Alat resonansi tidak perlu merupakan benda padat seperi gelas pada contoh tadi. Alat itu dapat pula berupa gumpalan udara yang terjadi di sini adalah suatu nada tertentu kebetulan cocok dengan frekuensi natural yang di miliki gumpalan udara di dalam kamar mandi.
Dinding yang memantulkan suara anda dengan baik itu hanya menjamin bahwa bunyi tidak cepat lenyap atau dengan istilah akustik. Resonansi adalah penting untuk bunyi bahasa berdasarkan struktur alat-alat bicara. Dalam anotomi alat-alat itu ada bagian yang hanya “pelanjut” gelombang udara yang di hasil kan, seperti tulang yang penting adalah rongga-rongga dalam anatomi tersebut, khususnya rongga mulut, rongga hidung, rongga lating.
4.  Catatan penutup
Di dalam buku pengantar ini segi artikulatoris dari fonetik akan membahas secara khusus di bab 4, dan beberapa segi fonetik akustik yang masih perlu di bahas akan di catat di sana-sini dalam uraian tentang fonetik artikulatoris.
BAB 4
FONETIK ALKULATORIS
[1] Pengantar
   Fonetik alkulatoris membahas bunyi-bunyi bahasa menurut cara di hasilkannya dengan alat-alat bicara. Bunyi bahasa dibedakan sebagai yang “segmental” dan yang “suprasegmental”.
    Untuk memahami apa yang dimasudkan dengan bunyi “segmental”, ambillah contoh sederhana, yaitu kata Indonesia dan kata itu terdiri dari bunyi [d], [a], dan [n], dalam urutan tersebut ,jadi ketiga bunyi itu adalah “segmen-segmen” dari kata dan itu.
   Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang dapat dibayangkan sebagai bunyi yang “di atas” yang segmental itu. Misalnya perbedaan antaran tuturan Dia telah datang dan Dia telah datang? Tidak terdiri atas perbedaan secara segmental melainkan atas perbedaan intonasi (atau lagu) yang berbeda dalam kedua tuturan tersebut.
Pasal [2] menjelaskan alat-alat bicara; pasal [3] menyangkut cara bekerja alat-alat bicara itu; pasal [4] membicarakan perbedaan antara konsonan dan vokal, sedangkan dalam pasal [5] dan pasal [6] di uraikan tentang berbagai jenis konsonan dan jenis vokal. Pasal[7] membahas tentang semivokal, pasal [8] tentang tulisan fonetis, pasal [9] dan[10] tentang penggolongan vokal dan konsonan. Akhirnya dalam pasal [11] ada sekedar catatan penutup.
 [2] Alat-alat bicara;beberapa istilah
  Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut dan bagian-bagiannya, dengan kerongkongan dan pita-pita suara di dalamnya, dan semuannya itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paru-paru.
  Telitilah bagan 4 di bawah ini, dengan gambar alat-alat bicara dan dengan nama-nama alat-alat tersebut.
  Bila istilah-istilah ini dipakai dalam bentuk ajektival, maka biasanya kita pinjam ajektiva itu dari kata latinnyayang acap kali kita temukan dalam istilah Inggris. Misalnya, kita tidak lazim memakai sebutan “bunyi bibir”, melainkan “bunyi labil” ,dan kita tidak lazim memakai istilah “bunyi gigi” ,melainkan “bunyi dental”.
   Seperti akan menjadi jelas nanti (pasal [3]) kita sering terpaksa menggabungkan dua dari istilah, misalnya dalam istilah”bunyi labio dental”, ” bunyi apiko –dental” , dan lain sebagainya. Dalam istilah gabungan semacam itu yang mengikuti pola bahasa latin, perlulah akhiran  “-al” itu dalam istilah pertama di ubah menjadi “-o” , di susul garis penghubung. Contoh lain yang serupa : “apiko-palatal” ,dorso –velar “lamino-alveolar” , “lamino palatal” ,dan lain sebagainya.
Satu nomor pada bagan 4, yaitu 6, perlu di jelaskan terlebih dahulu : kutup pangkal tenggorokan. Alat itu tidak berfungsi dalam menghasilkan bunyi bahasa. Dari rongga kerongkong ada dua batang ke bawah : yang satu untuk bernafas , yaitu batang tenggorokan.
 [3] Cara bekerja alat-alat bicara
Bila tidak ada “penyempitan” seperti itu, tak ada bunyi bahasa samasekali, dan kita hanya bernafas secar normal saja.
Udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorokan , yang ada pita-pita suara di dalamnya. 
Sebagai contoh lain,dekatkanlah daun lidah pada gusi gigi atas,  dan hasilnya adalah bunyi[s].
Penyempitan di antara pita-pita suara membuat bunyi yang di hasilkan menjadi bunyi “bersuara” ; bunyi bersuara itu ada dua jenisnya: konsonan bersuara ;dan semua vokal .
Posisi [a] adalah untuk bernafas secara normal ;tak ada bunyi bahasa yang di hasilkan. Posisi[b] di pergunakan biasanya untuk menghasikan bunyi tak bersuara. Posisi [c] menghasilkan bunyi bersuara,entah vokal entah konsonan bersuara. Akhirnya ,posisi [d] menutup seluruhnya jalan keluar terhadap arus udara.
Hasil tersebut tercapai dengan sangat menyempitkan celah antara kedua pita suara, sehingga pitasuara, sehingga pita-pita  itu mulai bergetar ,dan bunyi yang di hasilkan itu”dipantulkan” kembali di seluruh kepala anda .
[4] Konsonan dan vokal
Konsonan adalah bunyi yang di hasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagia alat-alat bicara seperti yang di jelaskan pada [ii] sampai [xi] itu.
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita-pita suara tanpa penyempitan atau penutupan apa pun pada tempat pengartikulasian mana pun.
Pita suara dilibatkan  (karena [z] itu adalah bunyi ber suara), namun ada juga penyempitan lamino-alveolar .atau lafalkanlah [m] ;memang bersuara, namun ada penutupan pada bibir pula.jadi baik [z] maupun[m] merupakan konsonan ,bukan vokal.
[5] Beberapa jenis konsonan
Menurut cara pengertikulasinya , kita dapat membedakan konsonan sebagai berikut:
[i] konsonan letupan adalah konsonan yang di hasilkan dengan menghambat arus udara seluruhnya di tempat artikulasi tertentu secara tiba-tiba dan alat-alat bicara di tempat tersebut lalu di lepaskan kembali. Tahap pertama disebut “hambatan “atau “implosi” dan tahap kedua tersebut “letupan”atau “eksplosi” .
[ii] Konsonan kontinuann adalah semua konsonan yang bukan letupan. Di sebut “kontinuan” karena dapat di lanjutkan pelafalannya. Golongan ini meliputi beberpa jenis :konsonan segau , sampingan , geseran , paduan , getaran, dan aliran.
[iii] Konsonan segau ,yang di hasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut ,dengan membuka jalan agar dapat keluar melalui rongga hidung.
    Pentup arus udara ke luar melalui rongga mulut dapat terjadi:
Di antara bibir, Antara ujung lidah dan ceruk , Antara tengah lidah dan langit-langit keras , antara pangkal lidah dan langit-langit lunak.
[iv] Konsonan sampingan adalah konsonan yang dihasilkan dengan menghalangi arus udara sedemikian rupa sehingga dapat keluar hanya melalui sebelah atau kedua belah sisi lidah saja. tempat artikulasi adalah antara ujung lidah dan lengkung kaki gigi.
[v] Konsonan geseran atau frikatif adalah konsonan yang di hasilkan oleh alur yang amat sempit sehingga sebagian besar arus udara terhambat.
[vi] Konsonan paduan atau afrikat dihasilkan dengan menghambat arus udara pada salah satu tempat artikulasi secara implosive, lalu melepaskannya secara “frikatif”.
[vii] konsonan getaran adalah konsonan pelafalannya terdiri atas pengulangan cepat dari apa yang di sebut “pengertikulasian” .
[viii] Konsonan ali(an) adalah konsonan kontinuan yang tidak frikatif atau paduan . demikian misalnya konsonan sengau dan konsonan sampingan adalah alir(an).
[ix] Konsonan kembar atau jeminat  adalah konsonan yang di perpanjang pelafalannya. Perpanjangan itu berbeda beda sifatnya menurut golongan artikulatoris konsonan yang bersangkutan: untuk segala macam kontinual lamanya pelafalannya diperpanjang; untuk segala macam letupan ,yang di perpanjang adalah lamanya waktu antara Implosi dan eksplosi .

6] Beberapa jenis vokal
Vokal itu adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita-pita suara tanpa penyempitan atau penutupan apa pun pada tempat pengertikulasian mana pun. Jenis vokal tergantung dari apa yang di sebut “bangun mulut “ kecuali “lamanya” atau “kuantitas” ,dari vokal (lihat [iv] di bawah); semua sifat vokal lainnya menyangkut “kualitas” dari vokal.
[i] Vokal tinggi ,vokal rendah , dan vokal tengah
Penggolongan ini adalah penggolongan menurut tinggi rendahnya vokal, yaitu menurut tinggi rendahnya posisi lidah terhadap langit langit.
[ii] Vokal depan ,vokal belakang ,dan vokal madya.
Kita dapat membedakan vokal juga menurut depan belakangnya
Depan belakangnya vokal tergantung dari posisi lidah juga.
[iii] Vokal bundar dan vokal tak bundar
Perbedaan bangun mulut ini adalah perbedaan menurut bundar tidaknya dari kedua bibir.
[iv] Vokal panjang dan vokal pendek.
Perbedaan ini menyangkut lamanya (atau “kuantitas”) pelafalan vokal.
[v] Vokal nasal (atau vokal sangauan) dan vokal oral
Dalam pengucapan vokal oral , seluruh arus udara keluar melalui mulut,dan rongga hidung tertutup (dengan menggerakkan langit-langit lunak ke dinding belakang rongga kerongkongan).
[vi] Vokal tunggal , dan vokal rangkap dua atau diftong.
Semua vokal yang di bahas dalam dalam [i] sampai dengan [v] adalah vokal pelafalannya tidak melibatkan perubahan bangun mulut selama pelafalan tersebut .
Dalam pelafalan vokal rangkap dua (atau diftong), maka setengah lamanya pelafalan vokal ,bangun mulut di ubah . misalnya [au] dalam kalau adalah sebuah diftong: pelafalannya mulai dengan bangun mulut renndah-depan , dan berakhir dengan bangun tinggi-belakang.
Diftong naik adalah diftong yang perubahannya “ke atas “ , diftong turun adalah diftong yang berubahnya” ke bawah “ diftrong naik ditemukan dalam contoh-contoh tadi , kalau dan balai.
[7] Semi vokal
Semi vokal adalah  bunyi bahasa di antara konsonan dan vokal . ada hanya dua: [y] dan [wb]
[Î] adalah vokal yang paling tinggi dan sekaligus yang paling depan; namanya vokal “tinggi depan”. (vokal [u] di sampingnya adalah sama tingginya dan depannya,hanya saja vokal tersebut itu “bundar” , sedangkan [Î]tidak). Vokal seperti [Ə] di sebut vokal tengah madya ,sedangkan vokal [u]adalah vokal tinggi tengah. Namaan vokal lazimnya berdasarkan tinggi rendahnya dahulu, dan di ikuti dengan belakangnya.
Ada sedikit perbedaan antara vokal depan amat tinggi ( seperti [Î]) dan vokal depan amat rendah ( seperti [à]).
Perbedaannya ialah bahwa vokal-vokal rendah depan adalah sedikit lebih” kebelakang “ di banding dengan vokal-vokal tinggi depan berdasarkan anatomi alat-alat bicara yang terlibat.
[11] Sekedar catatan penutupdiperkenalkan dengan bunyi-bunyi” “segmental” .
Periksalah konsonan [t].kita menemukan konsonan ini dalam kata indonesia tidak, dan juga dalam kata inggris top .
Tentunya kedua [t] itu “sama’ dalam arti bahwadalam kedua –duanyahal, tidak dan top,[t] itu merupakan konsonan apiko-alveolar. Di pihak lain, kurang masuk akal  bila kita mengadaikan adanya “kesamaan” antara kedua[t] itu, karena yang satu termasuk bahasa indonesia, yang lain termasuk bahasa inggris. Maklum sistem bunyi indonesia dan sistem bunyi inggris tidak sama.
Dalam bahasa yang sama bunyi yang”sama” dapat dilafalkan dengan cara yang berbeda-beda.
Perbedaan lagi, antara[t] dari top dan [t] dari stop . dalam kata top , [t] –nya adalah berasal “beraspirasi” (seperti dikatakan oleh ahli linguisik), artinya pelafalan [t] di susul oleh bunyi seperti [h] dapat di lambangkan dengan h tulisan atas itu:[th] .
Sementara ini ,maksud kita hanya satu hal saja:menjadi terlatih dalam mengenali bunyi-bunyi bahasa; melatih telinga ,”merasakan”penggunaan alat-alat bicara kita sendiri ,mengetahui tentang sifat organik dan sifat akustik bunyi-bunyi bahasa.       

BAB 5
FONETIK:PENGARUHBUNYI; BUNYI SUPRASRGMENTAL; STRUKTUR SILABE
[1] Asimilasi fonetis
Bunyi-bunyi bahasa berurutan menurut yang mendahului dan yang menyusul.Dan bunyi-bunyi itu saling mempengaruhi,contoh dalam bahasa inggris kata stop,[ t ] berupa laminal ( seperti halnya dalam kata top ) karena pengaruh konsonan [ s ],
   [ t ] disesuaikan dalam artikulasi dengan [ s ]penyesuaian itu di sebut”asimilasi”. Oleh karena asimilasi itu berupa fonetis,maka di sebut asimilasi fonetis. Dalam kata stop , [ s ] menjadi sebab perubahan artikulasi [ t ] jadi ada pengaruh  dari bunyi yang mendahului terhadap bunyi yang mengikutinya.Asimilasi semacam itu disebut “asimilasi progresif”
Bandingkan dengan vocal inggris [ ae ] dalam kata bat ‘kelelawar’ dan dalam kata bad’ jelek ‘ ada perbedaan  dalam bad [ ae ]-nya lebih panjang daripada [ ae ] dalam kata bat karena pengaruh dari [ d ] yang bersuara ( pada akhir kata ) pada vocal yang mendahuluinya , maka disebut asimilasi regresif

 [ 2 ] Kehormoganan
Adanya pasangan-pasangan konsonan tertentu, misalnya [ t ] dan [ d ] dan [ s ] dan [ z ]  perbedaan di antara yang pertama dan yang kedua dari masing-masing pasangan macam itu yang pertama ta bersuara dan yang kedua bersuara maka
[ t ] dan [ d ] disebut konsonan homorgan
a.      Kehormoganan penuh
Dengan perbedaan bersuara  / tak bersuara”antara [ t ] dan [ d ]. Oleh karena memakai tidaknya pita suara  tidak lazimdisebut”artikulasi” maka kehormoganan antara [ t ] dan [ d ] dapat disebut kehormoganan penuh”

b.      Kehormoganan sebagian
Bandingkan antara [ m ] dan [ b ]. Titik artikulasinya sama ( bilalabial ) Namun [ m ] adalah kontinual nasal, dan [ b ] adalah letupan oral.

 [ 3 ] Bunyi suprasegmental
“ Segmental” artinya bunyi yang terdapat secara berurutan. Namun di antara bunyi bahasa ada juga yang tida langsung beraitan denganbunyi yang berurutan”segmen” bunyi srgmentalitu sebagai bunyi yang seakan-akan di tempatkan di atasnya dan karena itu disebut bunyi suprasegmental. Di antaranya adalah lagu kelompok kata ( frasa ) dan lagu klausa atau intonasi , titinada , tekanan,dan asen .

 [ 4 ] Intonasi
Bila kita menuturkan kalimat-kalimat , nada suara berubah-ubah , menurut tinggi rendahnya.Nada suara kita berubah-ubah menurut satuan-satuan yang kurang lebih sama dengan panjangnya kalimat masing-masing. Intonasi juga dapat disebabkan  oleh unsur-unsur  lain  yzng tida berhubungan dengan jenis kalimat yang membawahi seperti halnya dengan intonasi yang menunjukkan rasa sedih atau rasa gembira
 [ 5 ] Nada
Titinada ( nada ) dijumpai juga sebagai nada yang lebih terpisah, artinya yang tida mutlak menjadi bagian dari lagu intonasi. Misalnya, silabe yang diberi tekanan biasanya juga dituturkan pada nada yang lebih tinggi. Nada menyertai juga silabe
 ( atau bunyi vokal di dalamnya ) dalam bahasa tertentu,untuk membedakan kata-kata yang sama” segmental “bahasa-bahasa yang seperti itu disebut bahasa nada.
 [6 ] Aksen,tekenan (dan nada)
            Yang paling rumit d antara bunyi-bunyi suprasegmental adalah apa yang di sebut “aksen” dan”tekenan”.bila “tekanan” di tafsirkan sebagai kasus amplitudo,yaitu kerasnya bunyi
[7]  Apa itu silabe
        sturuktur suku kata atau silabe ;dan sekedar penjelasan tentang fonetik akustik.
·         Suku kata ,atau silabe adalah satuan ritmis terkecil dari hasil Bunyi-bunyi bahasa dalam arus udara
·         Bunyi vokallah yang menampung puncak sonoritas dalam silabe ,karna vokallah yang palingg banyak memakay rongga mulut dan rongga hidung ,yang bangunya menentukan vokal masin-masing
[8] Puncak silabis
         puncak silabis adalah apa yang di sebut “bunyi silabis”,yaitu bunyi yang paling cocok untuk menjadi puncak kenyaringan  di dalam  silabe
Kesimpulan; bunyi yang paling tepat  untuk menjadi puncak sila bis adalah:vokal lalu konsonsm tak brsuara kontinuan ; akhirnya konsonan tak berbunyi kontinuan
         Setelah membahas bunyi segmental dad bunyi suprasegmental, dalam fonetik masih tinggal dua pokok yang penting;
[9] Batas silabe (dan batas kata)
         Yang menunjukkan sifat fonetis (dari pada fonologis atau morfologis) dari silabe itu nampak juga dari batas silabe dalam berbagai bahasa ,termasuk bahasa indonesia dan bahasa jawa,
Ø  Mengapa pemisahan silabis sebelum [n] itu?
Karna itu memang pelafalan indonesia
Kembali ka bangsa indonesia , perhatikanlah bahwa pelavalan yang menarik konsonan tertentu ke silabe yang berikutnya kadang-kadang melawan kaidah morfemis
Ø  Bentuk silabe mengikuti kaidah-kaidah tertentu yang “otonom” terhadap batas morfomis ,malahan terhadap batas kata dalam bahasa-bahasatertentu

BAB 6
FONOLOGI: DASAR-DASAR
[ I ] Pengantar
    Yang mau di persoalkan sekarang adalah apakah cara macam itu memang dapat disebut “ identifikasi “ dalam arti yang lebih luas? Misalnya,dalam bahasa inggris ada bunyi [t],seperti dalam kata stop,dan bunyi],seperti dalam kata top.Apakah kedua bunyi itu merupakan bunyi yang tidak sama,ataukah dua bentuk dari satu bunyi yang sama? Contoh lain:kata Indonesia kanak-kanak berakhir dengan bunyi hamzah [?],sedangkan bunyi ketiga dari akhir dalam kata kekanak-kanakan adalah bunyi [k].Apakah hamzah dan [k] itu merupakan dua bunyi yang berbeda identitasnya ataukah hanya dua bentuk saja dari bunyi yang sama?
    Fonologi boleh disebut ilmu bunyi yang “fungsional” misalnya,dalam bahasa inggris, [t] dalam stop dan [] dalam top kebetulan merupakan bunyi yang “sama” secara “fungsional”.Bunyi fungsioanal kita sebut “fonem”.Jadi, [t] dan [] merupakan dua bentuk yang berbeda dari “fonem” yang sama.Fonem itu di lambangkan sebagai huruf [t] diapit di antara dua garis miring:/t/.Demikian pula, bunyi [?] dan [k] dalam bahasa indonesia merupakan dua bentuk yang berbeda dari fonem /k/ yang sama.
    Identitas fonem berlaku hanya di dalam satu bahasa sama saja.Misalnya,bentuk [t] dan [] dari fonem /t/ berlaku untuk bahasa inggris ,tetapi dalam bahasa tertentu yang lain /k/ dan /?/ merupakan fonem-fonem yang berbeda
    Di sini muncullah berbagai pokok pembahasan:
[i] pembuktian empiris menyangkut identitas fonemis dalam bahasa tertentu;
[ii] “beban fungsional” dari masing-masing fonem dalam bahasa tertentu;
[iii]perubahan “alofonemis” fonem tertentu menurut “lingkungannya” {sering disebut “alternasi” alofonemis};
[iv]masalah penafsiran bunyi tertentu sebagai satu atau sebagai dua fonem;dan
[v]pengkhazanahan fonem .
[2] Identitas fonem sebagai identitas pembeda       
    Ilimi linguistik adalah ilmu empiris.Menyangkut hal identitas fonem,hal itupun merupakan hal empiris.Seperti itu perlu di buktikan secara empiris.Dasar bukti identitas fonem adalah apa yang dapat kita sebut “fungsi pembeda” sebagai sifat khas fonem itu.Ingatlah contoh yang diberikan dalam bab 2,pasal [2]:tentang rupa dan lupa.Satu-satunya perbedaan diantara kedua kata indonesia itu ialah menyangkut bunyi pertama,[I] dan [r].Oleh karrena semuanya yang lain dalam pasangan kedua kata ini adalah sama,maka pasangan tersebut disebut “pasangan minimal”: Perbedaan didalam pasangan itu adalah “minimal” (disebut “perbedaan minimal”).
    Selanjutnya bandingkan perbedaan antara [ ] dalam top dan [t] dalam stop.Apakah top dan stop merupakan pasangan? Tentu saja:top dan stop adalah dua kata yang berbeda.Apakah pasangan itu merupakan pasangan minimal? Tentu saja tidak,karrena, selain dari perbedaan antara [ ] dan [t] masih ada perbedaan yang lain:stop memiliki /s/ dan top tidak.Kesimpulannya:pasangan (yang tidak minimal) top-stop tidak dapat membuktikan bahwa [ ] dan [t] merupakan fonem yang berbeda.
    Untuk membuktikan bahwa [ ] dan [t] merupakan fonem-fonem yang berbeda (dalam bahasa inggris),perlulah dicari pasangan minimal dengan perbedaan di antara [ ] dan [t] sebagai perbedaan minimal.Akan tetapi pasangan seperti itu tidak akan anda temukan dalam bahasa inggris:tidak ada dalam bahasa tersebut.
    Istilah “oposisi” dan “kontras” memainkan peranan penting dalam penelitian fonologis.Kata lupa dan rupa dikatakan “beroposisi”,atau “berkontras”.(maka sering di tulis dengan panah kembar diantaranya,lupa  rupa,atau dengan tanda titik dua,lupa:rupa) oposisi di bedakan di bedakan sebagai “oposisi langsung” dan “oposisi tidak langsung”.


[3] “Beban fungsional”
    Dalam fonologi sering pula dibicarakan tentang “beban fungsional” dari oposisi fonemis tertentu.Amatilah oposisi /k/ dan /g/ dalam bahasa inggris:kita temukan dalam banyak sekali pasangan,seperti back:bag,beck:beg,bikker:bigger,cot:got;dan lain-lainnya yang tidak sedikit jumlahnya.Maka kita katakan bahwa “beban fungsional” dari oposisi /k/:/g/ dalam bahasa inggris adalah “tinggi”.Sebaliknya,oposisi inggris antara // dan fonem manapun yang lain adalah “rendah”,oleh karena fonem // jarang di temukan dalam bahasa ini.Conto-contoh fonem // itu kita dapati dalam leisure (Inggris Inggris /leə/,dan Inggris Amerika /lÎʒər/ ‘waktu senggang’,measure /meʒə/  ‘ukuran ‘,rouge  /ruʒ/ ‘warna merah-merahan’; ‘merah pipi’,tetapi tidak ada banyak kata dengan fonem // itu.

[4]Alternasi alofonemis
    Bentuk-bentuk [t] dan [] kita sebut “alufun-alufun” dari fonem /t/.Perbedaan di antaranya memang bersifat fonetis,tetapi dari sudut funulugi “alufun-alufun” itu dapat di pandang sebagai “anggota-anggota” dari fonem /t/ itu.Lalu dapat kita tanyakan:perbedaan alofonemis berdasarkan “lingkungan” alofon tersebut.Fonem /t/ pada awal kata,langsung di susun vokal,seperti pada kata top,memang [] pengucapannya:bila tidak pada awal kata seperti pada kata stop,pengucapannya adalah [t].
    Alofum lain lagi dari fonem /t/ dalam bahasa inggris ialah pelafalan /t/ pada akhir kataseperti dalam kata hat atau that : sering diartikulasikan dengan implosi tetapi tanpa eksplosi: ujung lidah dibiarkan saja tetap pada ceruk,tanpa melepaskannya.
    Karena lingkungan fonem sebagai dasar perbedaan-perbedaan alofonemis,maka (secara tak langsung) kita dapat menyimpulkan pada bahwa /h/ dan /n/ dalam bahasa Inggris terpaksa merupakan fonem-fonem yang berbeda.Alasannya adalah sebagai berikut. Untuk status fonemis kedua bunyi tersebut ada hanya dua kemungkinan: [i] kedua bunyi itu merupakan dua fonem yang berbeda;atau [ii] kedua bunyi itu merupakan dua alofon dari fonem yang sama. Kemungkinan [ii] tidak masuk akal,karena terlalu berbeda pengartikulasiannya dari masing-masing bunyi,dan kedua bunyi itu,dalam lingkungan yang tidak sama,paling sedikit haruslah pada tempat yang sama (misalnya,bunyi terakhir,atau bunyi pertama,di dalam kata).Maka dari itu tinggal hanyalah kemungkinan [i] saja.
(Hal itu dapat kita rumuskan begini:Alternasi alofonemis adalah “teramalkan” dari lingkungan).Misalnya alofon Inggris []terdapat hanya sebagai konsonan pertama sebelum vokal;dan alofon [t] terdapat hanya dalam bila /t/ itu tidak ada pada awal kata.
    Perhatikanlah contoh dari bahasa Jerman berikut.Vokal tertentu,misalnya /i/,seperti dalam kata ich ‘saya’,didahului oleh bunyi [ʔ]:pelafalannya: [ʔifi] Padahal,bila tidak pada awal kata ,/i/ tidak didahului oleh bunyihamzah itu (nicht ‘tidak’dilafalkan /nifit/).
    Sebelum mengakhiri pasal ini,perlu dipaparkan juga apa yang disebut “variasi bebas”.Variasi bebas menyangkut adanya lebih dari satu bentuk kata,untuk kata-kata tertentu,menyangkut bentuk fenomisnya.Misalnya dalam bahasa Indonesia ada “[pasangan” telur / telo,berjuang / berjoang,nasehat / nasihat,dan lain sebagainya.Perhatikanlah bahwa pasangan-pasangan tersebut adalah pasangan minimal: perbedaan antara telur dan telor dan di antara pejuang dan pejoang,adalah perbedaan minimal,yaitu di antara /u/ dan /Ò:Namun,ada dua hal yang menarik perhatian dalam pasangan seperti itu.
    Kesimpulannya jelas:pasangan-pasangan kata tertentu menyangkut perbedaan
(biasanya minimal) secara fenomis,tidak secara alofenomis,dan “pasangan” tersebut semata-mata  merupakan dua bentuk darisatu kata,bentuk yang kebetulan berbeda,secara fonemis.

 [5]Penafsiran ekafonem dan penafsiran dwifonem
    Amatilah kata Inggris bridge ‘jembatan’.Apakah bentuk fenomisnya /bridʒ/ (dengan jumlah fonem 5),ataukah /brid/ (dengan 4 fonem)? Apakah [d] + [ʒ] merupakan dua fonem,yaitu /d/ dan /ʒ/.ataukah satu fonem saja,yaitu /d/? Penafsiran terkhir disebut “penafsiran ekafonim” dan penafsiran pertama kita sebut “penafsiran dwifonem”.Contoh lain diambil dari bahasa Indonesia.Bagaimana tulisan fonemis dari kata banyak itu: /banyak/(fonem) atau /bañak/ (5fonem)?.
    Tentu saj,bila dalam kata bridge kita akui adanya baikfonem /d/ maupun fonem  /ʒ/,maka  /d/-nya berwujud bukan secara alveolar,melainkan secara laminal;akan tetapi hal itu mudah dimengerti:akibat artikulasi laminal dari /ʒ/,maka [d] yang laminal di depannya merupaka alofon dari fonem /d/ (yang “biasa” alveolar itu).
    Pilihan antara penafsiran akafonim dan penafsiran dwifonim kita dapati juga dalam hal bunyi kembar atau jeminat.Analisislah kata Itali cassa ‘dos’,’kasa’.Apakah  /kasa/ (ekafonem) atau /kassa/ (dwifonem)? (Para ahli linguistik lazimnya menafsirka bunyi  yang bersangkutan secara ekafonim).
    Yang penting untuk anda ialah supaya anda menyadari akibat-akibat dari penafsiran yang anda pilih,seperti dijelaskan tadi.Namun diantara akibat-akibat itu haruslah kita perhitungkan juga tradisi-tradisi yang sudah ada dalam masyarakat.Sebagai contoh amatilah sekalilagi bunyi laminal dalam kata Indonesia menyalak.Ingatlah bahwa para ahli linguistik yang pernah mempersiapkan Ejaan Baru Yang Disempurnakan memandang bunyi laminal sengau itu secara ekafonim yaitu,sebagai /ñ/. Karena itulah pemenggalan kata menyalak ini pada akhir baris secara baku adalah me-nyalak.

[6]Pengkhazanahan fonem
    Dalam penelitian bahasa yang tertentu,para ahli fologi mendaftarkan semua fonem  di dalam bahasa itu.Keseluruhan fonem-fonem itu disebut “khazanah” atau pembendaharaan fonem-fonem itu. (Yang dimaksud lazimnya adalah fonem-fonem segmental.),jumlah fonem dalam setiap bahasa adalah agak terbatas—biasanya antara 20 dan 40 buah. Setiap fonem (atau hampir setiap fonem)mempunyai sejumlah alofon,jadi jumlah alofon dalam bahasa manapun mudah mencapai beberapa ratus.Maka dari itu tugas pengkhazanahan fonem dalam suatu bahasa memang memberikan pengertian yang agak mendalam tentang sistem bunyi-bunyi d dalam bahasa yang bersangkutan.

BAB 7
FONOLOGI : PERUBAHAN FONEMIS ; FONEM-FONEM SUPRASEGMENTAL

1.    PENGANTAR
Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 6, pengucap setiap fonem tergantung dari lingkungan fonem yang bersangkutan dan perbedaan alofonemis tidak menubah identitas fonem itu sendiri. Akan tetapi, ada juga perubahan pengucapan  fonem yang sedemikian rupa sehiingga bentuk yang “baru” itu menyimpulkan fonem yangg lain. Disamping asimilasi  fonemis masih ada berbagai perubahan yang lain yang menyebabkan fonem tertentu menajdi fonem lain. Perubahan-perubahan tersebut antara lain: modifikasi vokal jenis umlaut, modifikasi vokal jenis ablaut, modifikasi vokal jenisharmino vookal,netralisasi, hilangnya fonem dan kontraksi, dismilasi, dan metatesis.

2.    Asimilasi Fonemis
Asimilasi yang mengubah fonem tertentu menjadi fonem tertentu yang alin disebut “asimilasi fonemis”. Asimilasi fonemis berbeda dengan asimilasi fonetis,dalam hal ini bahwa asimilasi fonetis tidak mengubah status fonem bunyi yang dipengaruhi. Perlu disadari bahwa asimilasi bahwa fonemis hanya berlakuuntuk bahasa tertentu saja. Bahasa-bahasa didunia agak berbeda-beda dalam hal asimilasi fonemis. Asimilasi fonemis dibedakan menjadi 3 yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif, asimilasi, timbal balik atau resiprokal.

3.    Modifikasi Vokal  : Umlaut
Modifikasi vokal yang fonemis, artinya modifikasi yang menyebabkan fonem vokal tertentu berubah menjadi fonem vokal yang lain,ada yang bermacam-macam. Istilah “umlaut” (dapat juga disebut “mutasi” dan “metafoni”) diartikan sebagai perubahan vokal lebih tinggi.

4.    Modifikasi Vokal : Ablaut
Modifikasi vokal “ablaut” (atau “opofoni” atau “gradasi vokal”)  adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa german. Secara diakronik, ablaut itu berdasarkan aksen, dan karena itulah termasuk fonologi, yang penting kita sadarilah ialah bahwa ablaut berbeda dengan umlaut dalam beberapa hal. Pertama, umlaut adalah peninggian vokal, dibawah pengaruh vokal tinggi dalam silabe yang berikut, sedangkan ablaut secara diakronik tidak berasal dari pengaruh silabe yang berikut.
5.    Modifikasi Vokal : harmoni vokal
Modifikasi jenis lain adalah apa yang disebut “Harmoni vokal” atau “keselarasan vokal”. Harmoni vokal adalah perubahan vokal yang dibawah pengaruh vokal yang lain, sedemikian rupa sehingga vokal dalam bentuk setiap silabe (dalam kata yang sama) secara fonemis berubah menjadi vokal yang lain.yang penting dicatat disini adalah bahwa keselarasan melibatkan kualitas vokal, menurut 3 sifat: depan belakangnya, tinggi rendahnya, dan bundar tidaknya.
6.    Netralisasi atau Arkifonem
Fungsi fonem adalah membedakan makna suatu fungsi yang nampak dalam pasangan minimal.Netralisasi adalah alternasi fonem (bukan alternasi alofonemis saja) akibat pengaruh lingkungan.

7.    Hilangnya Fonem Dan Kontraksi
Dalam semua bahasa didunia, penutur-penuturbahasa untuk “menghemat” tenaga dalam pemakaian bahasa dan memperpendek tuturan-tuturunanya, sejauh hal itu tidak menghambat komunikasi, dan tidak bertentanga dengan budaya tempat bahasa tersebut dipakai. Perpendekan tuturan mengikuti hukum-hukum yang bermacam-macam. salah satu diantaranya adalah kaidah fonologis : yang paling mudah diperpendek adalah segmen-segmen yang tidak bertekana.contoh: shan’t (dari shall not), won’t (dari will not). perpendekan seperti itu yang dinamakan “hilangnya bunyi” atau “hilangnya fonem” (satu atau lebih) ada yang berupa “kontraksi”.

8.    Disimilasi
Seperti halnya asimilasi menyebabkan penyamanan dua fonem yang berbeda, mak apa yang disebut “dismilasi” menyebabkan dua fonem yang sama (berdekatan atau tidak) menjadi fonem yang lain.
9.    Metatesis
Dalam proses “metatesis” yang diubah adalah urutan fonem-fonem tertentu. Dalam bahasa indonesia ada brantas dan bantras, jalur dan lajur, kerikil dan kelikir.contoh-contoh seperti ini adalah contoh simkonik.contoh diakroniknya adalah kata portugis almari yang telah menjadi lemari.

10.    Fonem-Fonem Suprasegmental: Pengantar
Bunyi-bunyi suprasegmental dipandang dari intonasi, titinada dan nada, aksen, dan tekanan. Sebenarnya, uraian fonetis tentang bunyi-bunyi suprasegmental hanya merupakan dasar saja untuk uraian fonemis.

11.    Intonasi
Dalam jenis-jenis kalimat tertentu, intonasi adalah sesuai dengan jenis kalimat dan besifat fonemis
.
12.      Nada Sebagai Pembeda Leksikal : bahasa nada
Bahasa tertentu membedakan kata-kata, atau unsur leksikal, menurut aksen nada.Tonem-tonem juga memiliki “aloton”, dan bahkan juga asimilasi tonemis.jumlah nada pembeda leksikal dalam bahasa nada tertentu disebut “rejister nada” dalam bahas yang bersangkutan.

13.        Aksen, Nada, dan Tekanan
Para ahli linguistik tidak konsisten pemakaian istilah “aksen” dan “tekanan”.tekan sering disebut “aksen” bila menjadi sifat khusus untuk unsur leksikal, atau “kata”.yang menjadi kesulitan khusus adalah bahasa yang memiliki apa yang disebut “aksen nada” (atau “aksen musikal”).

14.     Perubahan Fonem-Fonem Suprasegmental
Sebagaimana ada asimilasi, netralisasi, dan perbahan lainnya untuk fonem-fonem suprasegmental, ada perubahan-perubahan fonemis semacam itu untuk fonem-fonem suprasegmental pula.


Bab 8
MORFOLOGI : DASAR –DASAR

1.    Morfologi itu apa ?
 Seperti fonologi merupakan cabang lingiustik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai bunyi, maka cabang yang namanya “morfologi” mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.

2.    Morfem bebas dan terikat ; proses-proses morfemis
Apa “kata” itu ? kata adalah satuan atau untuk “bebas” dalam tuturan. Bentuk “bebas” secara morfemis adalah bentuk yang dapat berdiri sendiri, artinya tidak membutuhkan bentuk lain yang digabung dengannya. “Morfem bebas” itu dibedakan dari “morfem terikat”.Morfem terikat adalah morfen yang tidak dapat berdiri sendiri dan yang hanya dapat meleburkandiri pada morfem yang lain.

3.    Morfem dasar dan 3 jenisnya
Morfem yang dileburi morfem yang lain kita sebut “ morfem dasar”, dan yang dileburkan itu  berupa “imbuhan” atau “klitika” atau bentuk dasar yang lain (dalam pemajemukan) atau yang sama (dalam reduplikasi).Morfem dasar ada tiga macam: “pangkal”, “akar”, “pradasar”.Morfem pangkal adalah morfem dasar yang bebas.Morfem akar adalah morfem yang berbentuk terikat.bentuk prasadar adalah bentuk yang membutuhkan pengimbuhan atau pengklitikan atau pemajemukan untuk menjadu bentuk bebas.

4.    Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Morfem-morfem itu dapat berupa morfem “utuh” atau morfem “terbagi”.banyak bahasa tidak nmemiliki morfem terbagi.dalam bahasa ini morfem akar untuk verba adalah morfem terbagi, terdiri atas tiga konsonan yang dipisahkan oleh vokal.

5.    Morfem segmental dan Morfem nonsegmental
“Segmental” artinya morfem macam ini semua dapat diidentifikasikan sebagai satuan pada “garis” dari kiri ke kanan (meskipun “terbagi”, tidak “utuh”, dalam hal morfem tertentu).nonsegmental adalah merupakan bentuk “tak teratur” seperti (untuk jamak).

6.    Morfem “nol”
Para ahli morfologi dalam penelitiannya sering mempergunakan konsep “morfem nol”.morfem dapat saja ditafsirkan sebagai morfem “segmental”, dalam hal ini suatu segmen yang berupa “nol”.

7.    Alternasi alomorfemis
Seperti halnya dengan fonem tertentu yang direalisasikan secara konkret dalam bentuk alofon-alofon yang berbeda menurut lingkungannya.kaidah-kaidah yang berlaku untuk alternasi alomorfemis ada dua jenisnya: pertama adalah kaidah morfofonemis yang berupa fonemis, dan kedua adalah kaidah alomorfemis yang tidak berupa fonemis.

8.    Morfem, Morf, dan Alomorf
Seperti halnya dengan bunyi fonetis semata-mata, yang dilambangkan dengan mengapitnya diantara kurung persegi, dan dengan fonem-fonem yang diapit diantara garis kanan, maka formem-formem lazim dilambangkan dengan mengapitnya diantara kurung kurawal.Berbeda dengan morfem itu, alomorf-alomorfnya adalah jauh lebih konkret ,meskipun tetap tidak mutlak perlu berupa segmental.akan tetapi demi perian yang mudah kita sering membutuhkan suatu bentuk yang keliatannya cukup konkret.bentuk konkret yang demikian disebut “morf”.

BAB 9
MORFOLOGI: PROSES MORFEMIS
SEGMNTAL: AFIKSASI DAN KLITISISASI
[1] Pengantar
Di antara proses-proses morfemis, yang terpenting adalah afiksasi, yaitu pengimbuhan afiks.
Afiks ada empat macam:
a.      Prefiks, Disebut “prefiksasi”.
b.      Sufiks, Disebut “sufiksasi”.
c.       Infiks, Disebut “infiksasi”.
d.      Konfiks.
Perlu diingat bahwa dalam bab ini hanya morfem segmentalsaja yang akan dibahas.
Selain empat jenis afiks itu, masih dapat dibahas tentang dua fungsi utama yang dimiliki oleh proses afiksasi, yaitu: Fleksi, Derivasi,

[2] Sekedar contoh afiksasi
Semua bentuk afiksasi terdapat dalam bahasa indonesia.
Di antara prefiks indonesia men {men-} seperti dalam mendapat
Ada pula prefiks {pen-} seperti dalam pengurus. {se-} setinggi.
Sebagai infiks untuk bahasa indonesia dapat disebu hanya {-in-} dalam kata kesinambungan.
Berikut ini disajikan contoh dari bahasa inggris dan dari berbagai bahasa yang lain.
Bahasa inggris prefiks: {un-} unneasy. {dis-} disable
Bahasa itali memiliki sistem yang berbelit-belit. Misalnya: seprti chiudo `aku menutup’, chiudi `engkau menututupi’

[3] Konfiks  atau prefiks plus sufiks?
Salah satu hal yang dapat menjadi masalah analisis adalah kesulitan untuk membedakan konfiksasi dari pengimbuhan rangkap –oleh prefiks dan sufiks pada bentuk dasar yang sama.
Telitilah struktur morfemis kata-kata indonesia seperti kelupaan, kejatuhan, dan lain sebagainya. Apakah prefiks ?*{ke-} ditambah sufiks ?*{-an}, ataukah ambitiks {ke-I-an}? Tentunya bahasa ini memiliki prefiks {ke-} seperti dalam ketujuh dan sufiks {-a} seperti dalam bangunan, tetapi kata-kata tersebut tidak dalam kelas kata dengan anggota seperti kelupaan dan kejatuhan.
Dengan analisis seperti ini dapat kita buktikan juga adanya prefiks plus sufiks, dan bukan ambifiks, dalam kontruksi morfemis tertentu.
Lalu bagaimanakah kontruksi seperti memuatkan, atau memperingati? Menyangkut pasangan pertama, anda akan mencatat bahwa ada juga verb memuat.

[4] Tipologi prefiksasi dan sufiksasi
Istilah “tipologi” dalam linguistik berarti “jenis” bahasa, atau penelitian tentang “jenis” bahasa.
Bahasa-bahasa di dunia berbda-beda menurut sifat-sifat tertentu.
Marilah kita amati tipologi dengan morfologi yang rumit, dan sebagai contoh-contoh bandingkan bahasa hibrani, turki, jepang, dan indonesia.
Hibrani
(1)(a) kat:ta se:pe                 `ia [dulu] menulis buku.
         {verba} + {perfectif}
Turki
(2)(a) gor `lihatlah’
          {verba}.
Jepang
(1)(a) yomu-ka                      `apakah [ia] membaca?’
Indonesia
(1)(a) ia turun
hanya {verba} monorfemis.
Perhatikanlah susunan beruntun morfem-morfem tersebut. Dalam bahasa hibrani dan dalam bahasa indonesia. Bahasa hibrani dan bahasa indonesia secara umum adalah bahasa pemrefiks, sedangkan bahasa turki dan bahasa jepang adalah bahasa penyufiks.
[5] komplikasi diakronik dalam penelitian morfologis
Untuk bahasa tertentu, diskripsi morfologis menghadapi komplikasi yang sumbernya bersifat diakronik: perkembangan bahasa di masalalu
 Kompliksai diskripsi morfologi tampak jelas dalam bahasa ingris merupakan akibat dari banyaknya pemungutan kata dari bahasa prancis dulu dan juga akibat pembentukan kata-kata baru atas dasar bahasa latin dan yunani atau hususnya untuk istilah-istilah di bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pamakologi dan ilmu lainnya seperti verba-verba permit permit ‘ mengijinkan’ remit “mengampuni “.jeleas ada bentuk asli dalam kurung {: mit} yang berupa morfem dasar bentuk tersebut pernah di pungut dari verba latin mittere, yang artinya ‘mengutus atau’ melemparkan .
Prefiks {per_} dalam bentuk berprefiks yang sama seperti persuade ‘meyakinkan’.permutation ‘perubahahan’ .termasuk tentunya permission’ijin’ yang berasal dari verba permit ): morfem (per) itu jelas berstatus frefiks, dengan” beban fungsional” yang cukup tinggi dengan prefix ( re-) (report, melaporkan dan banyak lainnya ), ( ad-) dengan banyak alternasi morfofonemis seperti afektif ‘ afektif’
Bahasa Indonesia juga menunjukkan komplikasi diakronik ini seperti hususnya akibat pemungutan kata dari bahasa arab misalnya : sulit mendiskripsikan kata hakiki yang berasal dari kata hakikat atau ilahi dari alloh
{6} teknik diskripsi morfologis
Para ahli linguistic suka menganalisis datanya secara morfemis juga dalam deskripsi sintaksis karena pengertian sintaksis menuntut adanya pengertian morfologis
   Singkatan deskripsi  morfologis ini dipergunakan untuk analisis teks yang memang selalu terdiri dari kalimat-kalimat. Para ahli linguistic mempergunakan tiga baris baris pertama memuat teks itu sendiri, yang tidak lain adalah data dan dinamai baris dasar baris kedua memuat analisis morfem demi morfem dan baris itu di sebut glose atau terjemahan antar baris atau interlinear  baris ke tiga memuat terjemahan bebas.
{7} paradikma fleksi dan derivasi
Dalam penelitian morfologis, ada berbagai kemingkinan untuk menggolong golongkan kontruksi-kontruksi morfemis. Misalnya menurut penngafiksan dan jenis-jenisnya namun yang paling masuk adalah penggolongan menurut morfem yang sama contoh kontruksi morfemis mengajar , dari morfem pradasar ajar seperti mengajara, belajar, pelajaran dan seterusnya. Golongan bawahan dalam pradikma ajar itu : ajar itu misalnya hubungan antara mengajar dan di ajar agak erat tetapi antara pelajar dan kuajari kiranya lebih jauh hubungannya
Golongan bawahan yang terpenting dalam pradikma morfemis adalah golongan yang berdasarkan fleksi dan golongan berdasarkan derivasi .golongan fleksi atau infleksional adalh daftar pradikmatis yang terdiri atas bentuk kata yang sama sedangkan golongan derivasi kata yang tidak sama misalnya bentuk mengajar dan diajar adalah dua bentuk ( aktif dan pasif)
Sebenarnya memakai istilah pradikma hanya untuk daftar alternal-alternal di dalam batas yang sama, jadi secara fleksi saja dan dalam buku in I kitapun memakai pengertian tersebut dengan secara fleksi. Akan tetapi apa maksud kata yang sama dan kata yang tidak sama?” yang dipersoalkan dengan istilah – istilah tersebut adalah identitas kata tau identitas leksikal. Sebagian hal ini adalah hal yang intuitif misalnya kata inggris yang bentukanya roof  dan roofs  atau tunggal dan jamak. Perbedaan antara tunggal dan jamak hnya fleksi saja namun tidak semua kasus alternasi morfemis dan kita membutuhkan kriteria  untuk penentuan identitas leksikal. Ada dua perbedaan  kelas kata perbedaan makna. Contoh perbedaan pertama antara mengajar dan pengajar. Mengajar adalah  verba, dan pengajar adalah nomina dua kelas kata yang berbeda. Hubungan pengajar dan mengajar adalah hubungan deripasi atau hubungan derivasional.
(8) Klitika
Morfem – morfem yang namanya klitika termasuk paling sulit dalam analisis gramatikal. Klitika adalah morfem yang pendek paling- paling dua silabe biasanya satu tidak dapat diberi aksen atau tekanan apa – apa melekat pada kata atau perasa. Klitika juga tidak terikat pada kelas tertentu. Klitika dibedakan menjadi  “ proklitika dan engklitika, menurut posisinya: disebelah kiri atau disebelah janan dari kata yang menjadi “ tuhan” tuhan rumahnya. Dalam bahasa indonesia, pun dan – lah Dan engklitika, dan contoh dari proklitika dalam bahasa in I adalah pronominal dalam kontruksi verba  tertentu. Sifat klitik dari pronominal tersebut jelas berhubungan dengan bentuk verbal.
  

BAB 10
MORFOLOGI : BERBAGAI JENIS FLEKSI
[1] Pengantar
Fleksi, atau morfologi infleksional adalah proses morfonis yang diterapkan pada kata sebagai unsur  yang diterapkan pada kata fleksikal yang sama. Jenis – jenis fleksikal ada Sembilan bagian: afiksasi, segmental, reduplikasi, fleksi, non segmental

[2] Bahasa pemarkah induk dan bahasa pemarkah bawahan
Bahasa-bahasa di dunia agak berbeda dalam hal fleksi. Ada yang tidak (atau hampir tidak) memiliki fleksi (seperti bahsa cina dan bahasa vietnam). Bahasa yang berfleksi dapat di bedakan menjadi tiga jenis: bahasa pemarkah induk, bahasa pemarkah bawahan, bahasa pemarkah rangkap.
Untuk memahami penggolongan ini, perlu di ketahui apa itu”induk”, dan apa itu “bawahan” . untuk sekarang, kiranya cukup beberapa contoh saja, karena apa itu “induk” dan “bawahan” cukup mudah dimengerti. Dalam klausa Seniman ini menggambar puteri, maka verba menggambar adalah (konstituen) “induk”, sedangkan baik seniman ini maupun puteri merupakan (konstituen) “bawahan”. Demikkan pula, dalam frasa seniman ini, maka induknya adalah seniman dan bawahannya adalah ini.
Dalam bahasa pemarkah induk, maka hanya induk itu sajalah yang dimarkahi secara morfemis, dan bwahanya tidak; dalam bahasa pemarkah bawahan, hanya bawahan sajalah yang di markahi dan induknya tidak; akhirnya, dalam bahasa pemarkah rangkap baik induk maupun bawahan dimarkahi.
Bahasa Indonesia untuk sebagian besar berupa bahasa pemarkah induk. Tak ada kasus nominal, tetapi verba sering dimarkahi untuk hubungannya yang sintaktis itu. Dalam frasa seperti anak Pak Tarjo tak ada pemarkahan samasekali, tetapi dalam frasa jawa anak-e Pak Tarjo induk induklah (anak) dan bukan bawahannya yang dimarkahi.
[3] Paradigma morfologis dan paradigma perifratis
Setiap bahasa memiliki “siasat” untuk membentukkan paradigma, istilah “paradigma” di dini dipakai dalam arti lebih luas. Sekedar contoh akan menjelaskan apa yang di maksudkan.
Dalam bahasa Jepang bentuk verbal arimasu berart “ada” (hanya untuk hal-hal yang tidak bernyawa), dan arimasen berarti “tidak ada”. Demikian pula bentuk verbal imasu berarti “ada” (untuk bernyawa, khususnya manusia) dan imasen berarti “tidak ada”.
Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: “siasat” bahasa Jepang untuk negasi adalah penyufiksan (siasat morfologis), dan dalam bahasa Indonesia “siasat” itu adalah leksikal (siasat leksikal). Jadi paradigma (pendek) srimasu, arimasen, atau imasu, imasen adalah sama dengan paradigma Indonesia ada, tidak ada. Paradigma Jepang adalah morfologis semata-mata, dan “paradigma” Indonesia berupa frasa atau berupa “frasal”.
Akan tetapi, istilah “paradigma frasa” sudah memperluas arti istilah “paradigma”, karena sebelum ini “paradigma” diberi definisi yang semata-mata ,morfologis. Definisi frasal dari istilah paradigma hanya di maksudkan untuk tujuan praktis.
Pembahasan paradigma dalam bentuk frasal juga perlu untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan di antara bahasa-bahasa di dunia. Negas berupa afiksasional dalam bahsa jepang, dan leksikal dalam bahasa indonesia. Alternasi “leksikal” dalam paradigma sering disebut “perifrastis”. Istilah tersebut dapat  berguna dalam deskripsi linguistik. Misalnya dalam bahasa jepang negasi adalah morfologis dan dalam bahasa indonesia negasi adalah perifrastis (kebetulan dapat juga morfologis, yakni dalam bentuk tiada).

[4] Afiksasi berkonjugasi: pengantar
Dengan istilah “konjugasi” kita maksudkan paradigma (morfologis atau perifratis) verba; sedangkan paradigma “nominal” (untuk nomina dan ajektiva) disebut “deklinasi”. Banyak bahasa membedakan bentuk “finit” dan bentuk “nonfinit”. Bentuk finit mencakup afiks untuk “kala”,”aspek”,”modus”,”diatesis”,”persona”,”jumlah”,dan”jenis”. Bentuk nonfiniit meliputi “infinit”,”partisipia” dan berbagai bentuk lainnya. Bentuk-bentuk ini, bila di afiksasi menurut kiidah-kaidah deklinasi, bukan konjugasi.

[5] Afiksasi verba: kala
Kala menyangkut atau saat (dalam hubungannya dengan saat penuturan) adanya aau terjadinya atau dilakukannya apa yang diartikan oleh verba. Banyak bahasa memiliki kala “kini” atau kala “presen”, kala “lampau” atau “preterit”,dan kala “futur”.
Disini menyusul paradigma Latin, Wels, Jerman Kuno unntuk kala-kala yang di buat hanya untuk persona pertama tunggal:
            Latin
            Kala, persona pertama tunggal, idikatif,aktif dan verba amore (infinitifnya)          “mencintai”
            Presen             amo                 “aku mencintai”
            Imperfekta      amabam          “aku[dulu sedang] mencintai”
            Futur                amabo             “aku akan mencintai”
            Perfekta          amavi              “aku [telah] mencintai”
            Anterior           amaveram      “aku [sebelumnya sudah] mencintai”
            Futur anterior amavero          “aku akan [berada dalam keadaan] telah mencintai”
           
            Wels
            Kala, persona pertama tunggal, indikatif, aktif dari verba canu (infinitinya)           “bernyanyi”
            Presen             canaf               “aku bernyanyi”
            Imperfekta      canwn              “aku [dulu sedang] bernyanyi”
            Preterit            cenais              “aku [dulu pernah] bernyanyi”
            Anterior           canaswn          ‘aku [sebelumnya sudah] bernyanyi”

            Jerman Kuno
            Kala, persona pertama tunggal, inndikatif dari verba nemon (infinitinya)   “mengambil”
            Presen             nimu                “aku mengambil”
            Pretert             nam                 “aku [dulu pernah] mengambil”

[6] Afiksasi verbal: aspek
Aspek menyangkut salah satu segi dari apa yang diartikan oleh verba, yaitu: adanya (kegiatan atau kejadian) mulainya, terjadinya (atau dilaksanakannya), berlangsungnya, selesai tidaknya, adanya hasil atau tidak, dan adanya kebiasaan. Segi “adanya” semata-mata adalah aspek “statif”; segi mulainya disebut “inkoatif”; terjadinya (atau dilaksanakannya),”pungtual”berlangsungnya,”duratif”atau “progresif”; selesai tidaknya, “imperaktif” jika belum selesai dan “perfektif” jika sudah; ada tidaknya  hasil, “resultatif” jika ada hasil atau “nonresultatif” jika tidak ada;adanya kebiasaan, atau “habituatif”.
Berikut ini ada contoh aspek verbal yang dimarkahi secara iinfleksional, untuk bahasa ponape, bahasa konkow, bahasa rusia, bahasa indonesia, dan bahasa latin.
            Ponape (Micronesia, daerah pasifik)
            Aspek perfetiif
            i kanehr rais                ‘saya selesai makan nasi’

            Konkow (indian amerika, rumpun panut)
            Aspek duratif
            Nihaj kanohjen            ‘saya sedang menjadi tua’

            Rusia
            Aspek imperfektif dan perfektif
            on priglasil menya      ‘ia[pernah]mengundang saya’ (tetapi saya tidak kesana)
            on priglail menya        ‘ia[pernah]mengundang saya’ (dan saya memang ke sana)

            Latin
            Aspek inkoatif
            Rubesco                       ‘[muka] saya memerah’

            Indonesia
            Aspek statif
            Korban berdarah

[7] Afiksasi verbal: modus
Modus adalah pengungkapan sikap penutur terhadap apa dituturkannya. Secara infleksional sikap itu nampak dalam modus verbal seperti ‘indikatif”,”subjungtif”,”opiatif”,”desideratif” dan juga sebagai “interogatif” dan “negatif”. Seperti halnya kala dari aspek, moduspun dapat berupa perifrastis. Misalnya optatif diungkapkan dalam bahasa indonesia dengan semoga (semoga ia berhasil), dalam bahasa inggris dengan verba modal may (may he live long).
Berikut adalah contoh modus subjungtif secara afiksasional dalam bahasa latin, bahasa jepang, dan bahasa yunani kuno.

            Latin
            Modus subjungtif, persona pertama, tunggal, aktif, berrbagai kala, dari verba amare
            Presen             amem              ‘semoga aku mencintai’
            Imperfekta      amarem          ‘semoga aku mencintai [sekiranya mungkin]’
            Perfekta          amaverim       ‘semoga aku [telah] mencintai’
            Anterior           amavissem      ‘semoga aku [telah] mencintai’

            Jepang
            Modus interogatif
            Arimasuka?                 ‘apakah ada’

            Yunani kuno
            Modus optatif
            Genolto                       ‘semoga terjadi’

            Jepang
            Modus negatif
            Arimasen                     ‘tidak ada’

[8] Afiksasi verbal: diatesis
Diatesis adalah bentuk verba transitif yang subjeknya sedemikian rupa sehingga dapat atau tidak dapat berperan ajentif. Diatesis dibedakan sebagai “aktif” dan “ pasif”, dan dalam bahasa tertentu juga sebagai “medial”. Contohnya adalah kalimat bahasa inggris All have read the book sebagai aktif dan The book has been by all sebagai pasif.
            Berikut ini menyusul contoh dari bahasa Latin dan dari bahasa Yunani Kuno.

            Latin
            Diatesis aktif dan pasif, kala presen dan imperfekta, indikatif, persona pertama,             kedua, ketiga, tunggal, dan jamak, dari verba amare ‘mencintai’, amo ‘aku          ‘mencintai’, amor ‘aku dicintai’, amabem‘ aku [dulu] mencintai’, amaber ‘aku [dulu]           dicintai’, dan seterusnya untuk persona lainnya tunggal dan jamak.
            Yunani Kuno
            Diatesis aktif, pasif, dan medial, preterit (namanya “aorist”), indikatif, dari verba           louein ‘memandikan’ : elousa ‘saya [pernah] memandikan’, elou-samen ‘saya pernah     bermandi’, elouthen ‘saya pernah dimandikan’, dan seterusnya semikian untuk            persona lainnya, tunggal dan jamak (perhatian: e- pada awal disebut “augmen” –    yang dipakai untuk kala tertentu dalam bahasa ini), dan e- ini plus akhiran dapat di             analisis sebagai konfiks).

[9] Afiksasi verbal: persona, jumlah, dan jenis
Banyak bahasa memarkahi verba untuk “persona”, “jumlah”, dan “jenis”, sesuai dengan Subjek, Objek, atau frasa nominal yang lain dalam kalimat dan tidak jarang untuk lebih dari satu frasa nominal itu.
“Persona” dibedakan sebagai “pertama”, “kedua” dan “ketiga”, dan sering memang juga menurut jumlah, yaitu “tunggal”, “jamak”, “dual” (yaitu untuk jumlah dua), “trial” (untuk jumlah tiga) dan “paukal” (yaitu untuk jumlah yang hanya beberapa saja). Akhirnya, banyak bahasa membedakannya menurut “maskulin” dan “feminin”, dan ada bahasa juga yang memiliki jenis yang ketiga, yaitu “neutrum”.
Dalam pasal ini kita pusatkan perhatian pada paradigma infleksional saja. Pemarkahan verba untuk persona, jumlah dan jenis disebut “persesuaian”. Persessuaian ini tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa tertentu: misalnya, bahasa jepang tidak tidak memiliki persesuaian verbal dengan dengan frassa nomonal apa pun (kecuali secara “sosial”: ada sufiks –u atau –ru untuk verba dalam bahasa informal, dan –masu (presen), -mashita (preterit) dan seterusnya dalam bahasa halus).
Bahasa Indonesia tidak memarkahi verba yang berawalan men- untuk persona dan jumlah dari subjek, tatapi memang memarkahinya untuk Objek anaforis (misalnya mengundangku, memandangnya, dan seterusnya), dan verba transitif tanpa men- dimarkahi untuk “pelaku” (dibantingnya, kubuat, dan lain-lain serupa).

Indonesia
(16) Persesuaian menurut persona dan jumlah,
Verba mengundang , bentuk-bentuknya dengan di- dan bentuk lain tanpa men-, masing-masing menurut “pelakunya”:
                        Bentuk di-                              bentuk lain tapi men-
1 t.                                                                      kuuundang
2 t.                                                                      kaundang
3 t.                   diundangnya                              (dia 0-undang)
                       
            Morfem “nol” “dipostulasikan” (istilahnya) di lajur kanan, artinya morfem {:undang} merupakan morfem pradasar, sehingga terpaksa kita postulasikan adanya 0- itu bila yang mendahului adalah pronomina bebas.

            Toraja
(17) Persesuaian menurut persona dan jumlah, verba {:sua} `suruh`, benntuknya dengan di- (pasif), masing-masing menurut subjeknya (bukan pelakunya!): dan verba {:tankan} `tangkap`.
           
[10] Asifikasi Berdeklinasi Pengantar
Afiksasi paradigmatis tipe deklinasi adalah afiksasi menurut “kasus”, “jumlah”, “jenis”, dan diterapkan pada kelas-kelas kata yang “nominal”, yaitu “nomina”, “ajektiva”, “pronomina”, dan berbagai bentuk nonfinit dari verba seperti, misalnya, partisipia.
 Bahasa Indonesia tidak ada proses afiksasional untuk jumlah, tidak ada kasus nominal, tidak ada persesuaian antara ajektiva dan nominal, dan tidak ada bentuk morfologis  yang berupa partisipia
“kasus” adalah bentuk nomina dan pronomina. Misal objek (langsung) dalam bahasa latin berupa kasus akusatif, objek tak langsung berupa kasus datif, dan konsep milik di ungkapkan dengan kasus jenitif
[11] Deklimasi Pengafiks: kasus
            Dalam bahasa inggris nomina membedakan kasus “jenitif” yaitu kasus untuk pemilik, dari bentuk yang tidak berkasus, dan pronomina( kecuali it dan you)  membedakan kasus “nominatif” dari kasus “akusatif”, yaitu kasus sebagai objek atau sesudah preposisi.
Inggris
(18) Kasus nominatif, jenetif, akusatif, nomina dan pronomina
Konsep milik pronominal diunggkapkan dengan pronomina  posesip: my, your, his, dan seterusnya; pronomina ini adalah ajektival sifatnya.
Bahasa latin memiliki enam kasus, masing-masing “nominatif”, “jenitif”, “datif”, “akusatif”,”vokatif”, dan “ablatif”.
Latin
(19) sistem kasus nominal, tunggal dan jamak.
Bahasa finlandia memiliki tidak kurang dari 16 kasus.

Finlandia
(20) Sistem kasus nominal, tunggak dan jamak, nomna talo  `rumah`:
                                                Tunggal                                   jamak
Nominatif                                talo                                          talot
Jenitif                                      talon                                        talojen
Akusatif                                  talon                                        talot
Partitif                                     taloa                                        taloja
Instruktif                                                                                 taloin
Komitatif                                                                                taloine
Abesif                                     talotta                                      taloitta
Esif                                          talona                                      taloina
Prolatif                                                talotse                                      taloitse
Translatif                                 taloksi                                      taloiksi
inesif                                       talossa                                     taloissa

[12] Deklinasi pengafiks: jumlah
Konsep “jumlah” meliputi “tunggal” dan “jamak” dalam banyak bahasa, dan diantaranya ada banyak yang membentukkan jamak dengan pengafiksan. Ada juga bahasa yang  mempunyai jumlah “jual” (untuk jumlah dua) “trial” (untuk jumlah tiga), atau “paukal” (untuk jumlah tak terinci yang rendah). Dual dan trial khususnya terdapat dalam sistem pronominal.

Tok pisin
(21) Jumlah (yaitu tunggal, dual, trial, jamak), pronominal personal (afiks untuk dual dan trial di cetak tebal; -pela adalah sufiks untuk jumlah “non tungal” ).
Portugis
(22) Jumlah (yaitu tunggal dan jamak)pronomina demonstratif este `ini` [dekat], esse `itu` [agak dekat], dan aquele `itu`[agak jauh]
            [13] Deklinasi pengafiks: jenis
“Jenis” berfungsi dalam banyak bahasa, sebagai “maskulin” dan “feminin”, dan dalam bahasa tertentu juga sebagai “neutrum”. Pembedaan jenis untuk nomina bersifat derivasional, tidak paradigmatis, dan tidak berupa deklinasi

Latin
(23) Jenis (maskulin, feminin , dan neutrum), dari ajektiva bonus ‘baik’ , tunggal dan jamak.

Jerman
(24) Ajektiva menurut jenisnya, kasusnya (n=nominatif; j=jenitif; d=datif; a=akusatif) dan jumlanya, dalam tiga macam konstruksi: [i] ajektiva + nomina, tampa kata sandang atau promina apa-apa di depanya (namanya “ deklinasi kuat” untuk ajektiva); [ii] kata sadang definit + ajektiva+ nomina ( namanya, “ deklinasi lemah” untuk ajektiva); [iii] kata sandang indefinit + ajektiva + nomina ( yaitu, campuran deklinasi kuat dan deklinasi lemah, dan tentunya hanya tunggal saja).


BAB 11
MORFOLOGI:DERIVASI,REDUPLIKASI,DAN KOMPOSISI
[1] PENGANTAR
       Setelah membahas proses morfemis yang disebut “paradigmatis”, kita siap menggarap proses morfemis yang lain itu yang namanya “derivasi”
         Dalam tatabahasa  masih ada 2 proses morfologi lain yaitu, reduplikasi & komposisi.reduplikasi bersifat paradigmatis,dapat pula  bersifat derivasional.kompoposisi selalu bersifat derivisional.

[2] Sekali lagi:infleksi & derivasi
         Fleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya,inggris friend dan friends  termasuk leksem yang sama,sedangkan friend dan befiend merupakan leksem leksem yang berbeda.
          Verba to befriend adalah hasil  derivasi dari nomina friend, bukan hasil infleksi karena dari dua kata itu tidak sama kelasnya yaitu verba dan nomina.jikalau dua kata dengan dasar yang sama termasuk kelas kata yang sama,tetapi berbeda maknanya, kedua kata itu berbeda secara leksikal.

[3] Derivasi dalam bahasa indonesia: verba dan nomina tindakan/penindak
    yang agak mendalam; marilah kita mulai dengan derivasi bahasa indonesia
     Sebagai contoh,amatilah derivasi dari bentuk pradasar{:ajar:}. morfem pradasar itu sendiri adalah tidak bebas .yang di turunkan dari padanya adalah,pertama tama,beberapa verba:mengajar,mengajarkan,mengajari,belajar.sebagaimana kita lihat,verba “bentuk kutip” yang di pilih adalah bentuk yang berawalan men atau ber.

[4] Derivasi dalam bahasa indonesia:sekedar contoh lain
       Bahasa ini mempunyai banyak tipe pengambifiksan ini.
Yang pertama adalah tipe yang menghasilkan nomina  yang maknanya adalah ‘’penggeneralisasi’’. Misalnya,dari ajektiva indah dapat diturunkan ‘’keindahan; dari rendah, kerendahan dan lain sebagainya.
Ambifiks ke-|-an  tipe lain adalah tipe verbal, yang dapat di sebut ke-|-an adversatif,yaitu ke-|-an yang mengandung makna  sesuat yang merugikan’: kejatuhab (kelapa),kecurian (radio),kecopetan (domet).
Orang yang mengalami hal yang merugikan itu adalah orang yang di acu oleh subjek.arti  verba tipe ke-|-an yang ini adalah pasif.tipe verba yang berambifik ke-|-an yang lain adalah ‘’pasif’’ juga,tetapi tidak secara ‘’adversatif’’: kelupaan,kelewatan,dan lain sebagainya.

[5] Sekedar contoh derivasi morfemis dalam berbagai bahasa
              Siasat siasat derivasional afisaksional yang kita temukan dalam bahasa bahasa yang bermacam macam memperlihatkan betapa banyak alat alat derivasional itu.tadi anda sudah mengetahui nomina tindakan dan nomina penindak dalam bahasa indonesia,serta afiks ‘’pasif’’ dan penominalisasi ;dan juga sufiks –an yang bermacam macam.
                   Bahan tersebut pembahasannya sudah menunjukkan berbagai cara untuk meneliti derivasi afiksasional secara antar bahasa.pada umumnya ada tiga cara: [i]menurut bentuknya-----misalnya berapa –an ada dalam bahasa indonesia?; [ii] menurut maknanya----bagaimana nomina tindakan / penindak di bentukkan dalam bahasa tertentu,dan secara antar-bahasa?; [iii] menurut siasat siasat derivasi secara antar bahasa.
[6] Alternasi alomorfemis dalam derivasi
                   Alternasi beerlaku juga untuk morfem morfem yang menjadi alat derivasi. Contohnya dalam bahasa indonesia adalah nomina tindakan dan nomina penindak:awalan pen-(baik prefiks {pen-}maupun awalan konfiks {pen-|-an} ) menjadi /pen/, atau /pan/, atau /pa/ dan seterusnya,sesuai dengan lingkungan fonologis.
                   Alternasi morfofonemis itu daoat mempersulit identifikas morfem,misalnya,apakah prefiks dalam katapemuda itu {pen-} atau {pe-}? Apakah kata /pen/ dalam kata pengungsi  adalah {pe-} (dengan ‘’perkecualian’’ dalam alternasi ,menyimpang dari apa yang biasa disebabkan oleh lingkungan ,menyebabkan adanya /pen/ ataukan /pen/ dengan alternasi morfofonemis yang ‘’biasa’’ sebelum vokal (tetapi dengan “perkecualian”sistematis)/selanjutnya adakah dlam bahasa ini konfiks {pe-|-an} dalam kata seperti pekarangan atau pegunungan.??
[7] Derivasi secara nonsegmental
                   Seperti halnya ifleksi  (yang pqrqdigmatis itu) dapat berupa segmental,dapat juga berupa nonsegmental ,,,derivasi pun dapat memanfaatkan proses morfemis yang nonsegmental :atas dasar fonlogis (sinkronik atau diakronik),yaitu dengan perubahan vukal umlaut atau ablaut,dan atas dasr morfologis,berupa modifikasi vokal.
                   Amatilah kata kata jerman berikut,buch ‘buku’, buchlein ,’buku kecil’.Pendek kata umlaut itu terjadi (atas dasar diakronik) secara paradigmatis dalam jamak bucher ‘buku buku’ dan secara derivasional (kebetulan atas dasar sinkronik)dalam buchlein.
                   Hal serupa kita temukan dalam ablaut,seperti anda ingat ,contoh ablaut yang paradigmatis dalam bahasa inggris adalah sing-sang-sung.secara derivasional ada song ‘nyanyian’,dari verba sing.contoh lain dari derivasi berablaut fell ‘menjatuhkan,menebang’,diturunkan dari fall ‘jatuh’,secara “kausatif”.

[8] Asal dan hasil derivasi menurut kelas kata
                          Para ahli linguistik lazim memakai sekumpulan istilah demi analisis proses derivasi.peristilahan tersebut memungkinkan rumusan singkat dalam analisis morfologi derivasional.Dengan peristilahan ini , kita juga dapat merumuskan kaidah-kaidah derivasi;contohnya,untuk bahasa indonesia ; semua verba yang ber-prefiks memper-adalah denominal , deajektival atau denumeral.
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar tersebut.Dalam linguistik indonesia sudah lama lazim dipakai sekumpulan istilah sehubungan dengan redupllikasi dalam bahasa sunda dan jawa yaitu
[a] dwilingga
[b] dwiliingga saling swara
[c] dwipurwa
[d] dwiwasana
[e] trilingga

Tradisi linguistik iindonnisia ini pantas di ingat sebagai tradisi yang kaya.

[10] Reduplikasi dalam berbagai bahasa
            Seperti sudah di uraikan,reduplikasi parsial kita temukan tidak hanya dalam bahasa indonesia (tipelelaki,pepatah,leluhur,tangga) dengan kaidah morfofonemis sendiri, yaitu : silabe pertama direduplikasi, dengan perubahan vokal menjadi pepet. Di samping itu juga reduplikasi tipe lain, yaitu reduplikasi penuh: jiwij ‘sepatu’ menjadi jiwij jiwij  ‘memakai sepatu’. Seperti anda ingat, kiadah kaidah derivasi adalah kaidah beruntun. Misalnya urutan derivasi dari ketergantungan adalah: : gantung-tergantung-ketergantungan.





[11] komposisi: pengantar
“komposisi” , atau “pemajemukan” adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar [ atau pradasar ] menjadi satu kata , yang namanya “kata majemuk” atau “kompaun”.
Contoh-contoh dari pemajemukan : street corner dalaam bahasa inggris , atau daya juang dalam bahasa indonesia .
Komposisi selalu bersifat derivasional , tidak paradigmatis.

[12] komposisi dalam berbagai bahasa
Selain dari kompaun dengan dasar dan pradasar sebagai komponennya [ daya juang , tukang jual , daya muat ]tidak ada banyak tipe komposisi yang lain.Contoh-contoh serupa dapat ditemukan juga dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda.

[13] Produktivitas proses-proses morfemis
 Salah satu pertanyaan penting tentang setiap proses morfemis adalah; apakah daftar alternan merupakan “dafter terbuka” ataukah “daftar tertutup” . Dafter tertutup adalah daftar yang terbatas ; dafter terbuka adalah daftar yang dapat ditambahi.
 Misalnya, daftar paradigmatis tidak dapat di tambahi alternan-alternannya,jadi paradigma merupakan daftar tertutup .paradigma dari kata inggris girl ada hanya ada empat unsurnya:girl dan jamaknya girls.

BAGIAN V: SINTAKSIS
                                                                               BAB 12
SINTAKSIS KLAUSA: KONSEP KONSEP DASAR
[1] Apa itu sintaksis?
            Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Apa itu “tuturan”? Tentunya,tuturan adalah apa yang dituturkan orang. Salah satu satuantuturan adalah kalimat. Pada dasarnya,sintaksis itu berurusan dengan hubungan antar-kata di dalam kalimat. Hubungan antar kalimat termasuk “analisis wacana” , dan hubungan antara tatabahasa (termasuk sintaksis)kalimat dengan wadahnya di dalam wacana perlu diperhatikan.
[2] Sintaksis kalimat , sintaksis klausa , dan sintaksis frasa .
            Perhatikan kalimat Kami akan membangun rumah yang besar . Bagian-bagiannya ialah : kami , yaitu “subjek”,akan membangun, “Predikat”, rumah yang besar , “Objek”.Pembagian ini adalah pembagian sintaksis dan , karena itu , termasuk sintaksis kalimat.
            Akhirnya , masih ada sintaksis “frasa”. Frasa adalah kelompok kata , yang dalam praktek dapat juga terdiri hanya dari satu . Misalnya , dalam contoh tadi, ada frasa nominal rumah yang besar dan frasa verbal akan membangun.
[3] Fungsi, kategori, peran
            Ada tiga cara untuk menganalisis klausa secara sintaksis.

[4] Konstituen “inti” dan konstituen “luar inti”
            Di dalam klausa , konstituen induk adalah verba (atau frasa verbal – demi mudahnya , baiklah kita pakai istilah “verba” saja ); namanya secara fungsional adalah “PREDIKAT”.Hanya konstituen –konstituen inti saja yang dapat disebut “Peserta” , atau “Argumen” (pada verba).Konstituen periferal, bahkan kalau nominal , tidak berstatus Argumen , tidak berstatus “Fungsi”.
[5] Apakah “Fungsi” sintaksis ?
            Yang disebut “Fungsi” sintaksis di sini tidak asing bagi anda , Di SMP dan SMA anda sudah terlatih mencari “Subjek” dan “predikat” dan ‘Objek” kalimat.

[6] Apa yang dimaksud “Peran” sintaksis ?
            “Peran” sintaksis adalah segi sematis dari Peserta-Peserta verba.Sistem verbal Tagalog memarkahi verba untuk “fokus” (menurut Peran) “topik” klausa-topik itu segera dikenali karena adanya “pemarkah topik” ang(Peserta yang bukan topik dimarkahi dengan ng untuk peserta yang berstatus Argumen , dan dengan sa untuk yang periferal).

[7] Apa yang dimaksud “kategori” sintaksis ?
            Kategori sintaksis adalah apa yang sering disebut “kelas kata” seperti nomina , verba , ajektiva , adverbia , adposisi (artinya , preposisi atau posposisi.Nomina dapat berupa tunggal atau jamak, atau bermarkah untuk definit atau indefinit , ataupun bemarkah atau tak bermarkah untuk kasus.

[8] Keseimbangan fungsi , peran dan kategori : “pengisian”
            Bagaimanakah fungsi , peran  dan kategori “bekerjasama” dalam sintaksis klausa ? Akhirnya , rasanya dalam pikiran anda sudah muncul  pertanyaan mengapa hingga kini tidak disebutkan Fungsi yang namanya “Objek tak langsung ? Alasannya ialah bahwa yang “tak langsung” itu sebetul-nya menyebut Penerima , atau Benefaktif , pokoknya Peran tertentu .
[9] Fungsi , Peran , dan kategori dipandang secara antar-bahasa
            Bila kita bertanya struktur fungsi , Peran , dan kategori dalam sintaksis klausa dijumpai dalam semua bahasa di dunia , maka tidak perlu banyak penelitian untuk mengetahui bahwa memang semua bahasa memiliki kelas-kelas kata atau kategori tertentu.

Kesimpulannya : tidak ada dasar dalam bahasa Aceh untuk mengandaikan adanya “Fungsi” sintaksis sama skali . Bahasa-bahasa yang tidak memiliki struktur fungsional sama sekali termasuk tipologi tertentu yang akan dibahas kemudian, dan pengertian tipologi tersebut akan dipersiapkan dengan pembahasan . Di sini cukuplah kalau dikatakan bahwa banyak bahasa memiliki struktur “campuran” antara dua tipe bahasa : bahasa dengan struktur fungsional yang “dominan”, dan bahasa dengan struktur Peran yang “dominan.BAB 11
MORFOLOGI:DERIVASI,REDUPLIKASI,DAN KOMPOSISI
[1] PENGANTAR
       Setelah membahas proses morfemis yang disebut “paradigmatis”, kita siap menggarap proses morfemis yang lain itu yang namanya “derivasi”
         Dalam tatabahasa  masih ada 2 proses morfologi lain yaitu, reduplikasi & komposisi.reduplikasi bersifat paradigmatis,dapat pula  bersifat derivasional.kompoposisi selalu bersifat derivisional.

[2] Sekali lagi:infleksi & derivasi
         Fleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya,inggris friend dan friends  termasuk leksem yang sama,sedangkan friend dan befiend merupakan leksem leksem yang berbeda.
          Verba to befriend adalah hasil  derivasi dari nomina friend, bukan hasil infleksi karena dari dua kata itu tidak sama kelasnya yaitu verba dan nomina.jikalau dua kata dengan dasar yang sama termasuk kelas kata yang sama,tetapi berbeda maknanya, kedua kata itu berbeda secara leksikal.

[3] Derivasi dalam bahasa indonesia: verba dan nomina tindakan/penindak
    yang agak mendalam; marilah kita mulai dengan derivasi bahasa indonesia
     Sebagai contoh,amatilah derivasi dari bentuk pradasar{:ajar:}. morfem pradasar itu sendiri adalah tidak bebas .yang di turunkan dari padanya adalah,pertama tama,beberapa verba:mengajar,mengajarkan,mengajari,belajar.sebagaimana kita lihat,verba “bentuk kutip” yang di pilih adalah bentuk yang berawalan men atau ber.

[4] Derivasi dalam bahasa indonesia:sekedar contoh lain
       Bahasa ini mempunyai banyak tipe pengambifiksan ini.
Yang pertama adalah tipe yang menghasilkan nomina  yang maknanya adalah ‘’penggeneralisasi’’. Misalnya,dari ajektiva indah dapat diturunkan ‘’keindahan; dari rendah, kerendahan dan lain sebagainya.
Ambifiks ke-|-an  tipe lain adalah tipe verbal, yang dapat di sebut ke-|-an adversatif,yaitu ke-|-an yang mengandung makna  sesuat yang merugikan’: kejatuhab (kelapa),kecurian (radio),kecopetan (domet).
Orang yang mengalami hal yang merugikan itu adalah orang yang di acu oleh subjek.arti  verba tipe ke-|-an yang ini adalah pasif.tipe verba yang berambifik ke-|-an yang lain adalah ‘’pasif’’ juga,tetapi tidak secara ‘’adversatif’’: kelupaan,kelewatan,dan lain sebagainya.

[5] Sekedar contoh derivasi morfemis dalam berbagai bahasa
              Siasat siasat derivasional afisaksional yang kita temukan dalam bahasa bahasa yang bermacam macam memperlihatkan betapa banyak alat alat derivasional itu.tadi anda sudah mengetahui nomina tindakan dan nomina penindak dalam bahasa indonesia,serta afiks ‘’pasif’’ dan penominalisasi ;dan juga sufiks –an yang bermacam macam.
                   Bahan tersebut pembahasannya sudah menunjukkan berbagai cara untuk meneliti derivasi afiksasional secara antar bahasa.pada umumnya ada tiga cara: [i]menurut bentuknya-----misalnya berapa –an ada dalam bahasa indonesia?; [ii] menurut maknanya----bagaimana nomina tindakan / penindak di bentukkan dalam bahasa tertentu,dan secara antar-bahasa?; [iii] menurut siasat siasat derivasi secara antar bahasa.
[6] Alternasi alomorfemis dalam derivasi
                   Alternasi beerlaku juga untuk morfem morfem yang menjadi alat derivasi. Contohnya dalam bahasa indonesia adalah nomina tindakan dan nomina penindak:awalan pen-(baik prefiks {pen-}maupun awalan konfiks {pen-|-an} ) menjadi /pen/, atau /pan/, atau /pa/ dan seterusnya,sesuai dengan lingkungan fonologis.
                   Alternasi morfofonemis itu daoat mempersulit identifikas morfem,misalnya,apakah prefiks dalam katapemuda itu {pen-} atau {pe-}? Apakah kata /pen/ dalam kata pengungsi  adalah {pe-} (dengan ‘’perkecualian’’ dalam alternasi ,menyimpang dari apa yang biasa disebabkan oleh lingkungan ,menyebabkan adanya /pen/ ataukan /pen/ dengan alternasi morfofonemis yang ‘’biasa’’ sebelum vokal (tetapi dengan “perkecualian”sistematis)/selanjutnya adakah dlam bahasa ini konfiks {pe-|-an} dalam kata seperti pekarangan atau pegunungan.??
[7] Derivasi secara nonsegmental
                   Seperti halnya ifleksi  (yang pqrqdigmatis itu) dapat berupa segmental,dapat juga berupa nonsegmental ,,,derivasi pun dapat memanfaatkan proses morfemis yang nonsegmental :atas dasar fonlogis (sinkronik atau diakronik),yaitu dengan perubahan vukal umlaut atau ablaut,dan atas dasr morfologis,berupa modifikasi vokal.
                   Amatilah kata kata jerman berikut,buch ‘buku’, buchlein ,’buku kecil’.Pendek kata umlaut itu terjadi (atas dasar diakronik) secara paradigmatis dalam jamak bucher ‘buku buku’ dan secara derivasional (kebetulan atas dasar sinkronik)dalam buchlein.
                   Hal serupa kita temukan dalam ablaut,seperti anda ingat ,contoh ablaut yang paradigmatis dalam bahasa inggris adalah sing-sang-sung.secara derivasional ada song ‘nyanyian’,dari verba sing.contoh lain dari derivasi berablaut fell ‘menjatuhkan,menebang’,diturunkan dari fall ‘jatuh’,secara “kausatif”.

[8] Asal dan hasil derivasi menurut kelas kata
                          Para ahli linguistik lazim memakai sekumpulan istilah demi analisis proses derivasi.peristilahan tersebut memungkinkan rumusan singkat dalam analisis morfologi derivasional.Dengan peristilahan ini , kita juga dapat merumuskan kaidah-kaidah derivasi;contohnya,untuk bahasa indonesia ; semua verba yang ber-prefiks memper-adalah denominal , deajektival atau denumeral.
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulangi bentuk dasar atau sebagian dari bentuk dasar tersebut.Dalam linguistik indonesia sudah lama lazim dipakai sekumpulan istilah sehubungan dengan redupllikasi dalam bahasa sunda dan jawa yaitu
[a] dwilingga
[b] dwiliingga saling swara
[c] dwipurwa
[d] dwiwasana
[e] trilingga

Tradisi linguistik iindonnisia ini pantas di ingat sebagai tradisi yang kaya.

[10] Reduplikasi dalam berbagai bahasa
            Seperti sudah di uraikan,reduplikasi parsial kita temukan tidak hanya dalam bahasa indonesia (tipelelaki,pepatah,leluhur,tangga) dengan kaidah morfofonemis sendiri, yaitu : silabe pertama direduplikasi, dengan perubahan vokal menjadi pepet. Di samping itu juga reduplikasi tipe lain, yaitu reduplikasi penuh: jiwij ‘sepatu’ menjadi jiwij jiwij  ‘memakai sepatu’. Seperti anda ingat, kiadah kaidah derivasi adalah kaidah beruntun. Misalnya urutan derivasi dari ketergantungan adalah: : gantung-tergantung-ketergantungan.

[11] komposisi: pengantar
“komposisi” , atau “pemajemukan” adalah proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar [ atau pradasar ] menjadi satu kata , yang namanya “kata majemuk” atau “kompaun”.
Contoh-contoh dari pemajemukan : street corner dalaam bahasa inggris , atau daya juang dalam bahasa indonesia .
Komposisi selalu bersifat derivasional , tidak paradigmatis.

[12] komposisi dalam berbagai bahasa
Selain dari kompaun dengan dasar dan pradasar sebagai komponennya [ daya juang , tukang jual , daya muat ]tidak ada banyak tipe komposisi yang lain.Contoh-contoh serupa dapat ditemukan juga dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda.

[13] Produktivitas proses-proses morfemis
 Salah satu pertanyaan penting tentang setiap proses morfemis adalah; apakah daftar alternan merupakan “dafter terbuka” ataukah “daftar tertutup” . Dafter tertutup adalah daftar yang terbatas ; dafter terbuka adalah daftar yang dapat ditambahi.
 Misalnya, daftar paradigmatis tidak dapat di tambahi alternan-alternannya,jadi paradigma merupakan daftar tertutup .paradigma dari kata inggris girl ada hanya ada empat unsurnya:girl dan jamaknya girls.

BAB 12
SINTAKSIS KLAUSA: KONSEP KONSEP DASAR
[1] Apa itu sintaksis?
            Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Apa itu “tuturan”? Tentunya,tuturan adalah apa yang dituturkan orang. Salah satu satuantuturan adalah kalimat. Pada dasarnya,sintaksis itu berurusan dengan hubungan antar-kata di dalam kalimat. Hubungan antar kalimat termasuk “analisis wacana” , dan hubungan antara tatabahasa (termasuk sintaksis)kalimat dengan wadahnya di dalam wacana perlu diperhatikan.
[2] Sintaksis kalimat , sintaksis klausa , dan sintaksis frasa .
            Perhatikan kalimat Kami akan membangun rumah yang besar . Bagian-bagiannya ialah : kami , yaitu “subjek”,akan membangun, “Predikat”, rumah yang besar , “Objek”.Pembagian ini adalah pembagian sintaksis dan , karena itu , termasuk sintaksis kalimat.
            Akhirnya , masih ada sintaksis “frasa”. Frasa adalah kelompok kata , yang dalam praktek dapat juga terdiri hanya dari satu . Misalnya , dalam contoh tadi, ada frasa nominal rumah yang besar dan frasa verbal akan membangun.
[3] Fungsi, kategori, peran
            Ada tiga cara untuk menganalisis klausa secara sintaksis.

[4] Konstituen “inti” dan konstituen “luar inti”
            Di dalam klausa , konstituen induk adalah verba (atau frasa verbal – demi mudahnya , baiklah kita pakai istilah “verba” saja ); namanya secara fungsional adalah “PREDIKAT”.Hanya konstituen –konstituen inti saja yang dapat disebut “Peserta” , atau “Argumen” (pada verba).Konstituen periferal, bahkan kalau nominal , tidak berstatus Argumen , tidak berstatus “Fungsi”.
[5] Apakah “Fungsi” sintaksis ?
            Yang disebut “Fungsi” sintaksis di sini tidak asing bagi anda , Di SMP dan SMA anda sudah terlatih mencari “Subjek” dan “predikat” dan ‘Objek” kalimat.

[6] Apa yang dimaksud “Peran” sintaksis ?
            “Peran” sintaksis adalah segi sematis dari Peserta-Peserta verba.Sistem verbal Tagalog memarkahi verba untuk “fokus” (menurut Peran) “topik” klausa-topik itu segera dikenali karena adanya “pemarkah topik” ang (Peserta yang bukan topik dimarkahi dengan ng untuk peserta yang berstatus Argumen , dan dengan sa untuk yang periferal).

[7] Apa yang dimaksud “kategori” sintaksis ?
            Kategori sintaksis adalah apa yang sering disebut “kelas kata” seperti nomina , verba , ajektiva , adverbia , adposisi (artinya , preposisi atau posposisi.Nomina dapat berupa tunggal atau jamak, atau bermarkah untuk definit atau indefinit , ataupun bemarkah atau tak bermarkah untuk kasus.

[8] Keseimbangan fungsi , peran dan kategori : “pengisian”
            Bagaimanakah fungsi , peran  dan kategori “bekerjasama” dalam sintaksis klausa ? Akhirnya , rasanya dalam pikiran anda sudah muncul  pertanyaan mengapa hingga kini tidak disebutkan Fungsi yang namanya “Objek tak langsung ? Alasannya ialah bahwa yang “tak langsung” itu sebetul-nya menyebut Penerima , atau Benefaktif , pokoknya Peran tertentu
.
[9] Fungsi , Peran , dan kategori dipandang secara antar-bahasa
            Bila kita bertanya struktur fungsi , Peran , dan kategori dalam sintaksis klausa dijumpai dalam semua bahasa di dunia , maka tidak perlu banyak penelitian untuk mengetahui bahwa memang semua bahasa memiliki kelas-kelas kata atau kategori tertentu.
Kesimpulannya : tidak ada dasar dalam bahasa Aceh untuk mengandaikan adanya “Fungsi” sintaksis sama skali . Bahasa-bahasa yang tidak memiliki struktur fungsional sama sekali termasuk tipologi tertentu yang akan dibahas kemudian, dan pengertian tipologi tersebut akan dipersiapkan dengan pembahasan . Di sini cukuplah kalau dikatakan bahwa banyak bahasa memiliki struktur “campuran” antara dua tipe bahasa : bahasa dengan struktur fungsional yang “dominan”, dan bahasa dengan struktur Peran yang “dominan.

BAB 13
Sintaksis klausa: JENIS-JENIS PREDIKAT
1.       Pengantar
       Dalam banyak bahasa predikat harus selalu verbal ;
Sedangakan dalam bahasa-bahasa lain banyak juga, selain dari yang verbal, bisa juga berupa nonverbal yaitu nominal.
Ada tiga tipe predikat dalam bahasa yang berbeda sistematik gramatikalnya.

·         Predikat ekuasional atau penyama
·         Predikat dengan verbal yang bervalensi satu
·         Predikat dengan verbal yang bervalensi dua atau tiga

2.       Predikat “penyama”
                Setiap bahasa memiliki konstruksi klausal yang di kenal sebagai klausa ”ekuasional”       juga di sebut klausa ”ekuatif” atau klausa ”penyama”.
Tipe klausa yang dimaksud adalah klausa seperti  (Indonesia) Dia  (adalah) Guru  dalam (Inggris) he is a teacher.
Predikat penyama adalah  menyamakan salah satu sifat, atau sesuatu proses yang bukan tindakan atau kegiatan yang disebut predikat.
Ada bahasa yang menuntut ada kata “penghubung”  atau “kopula”. Ada bahasa yang tidak memiliki dua kemungkinan.

Ø  Kopula Indonesia tidak berupa verbal “kopula statif”. Contoh mereka marah.
Ø  Kopula Inggris memang berupa verbal “kopula dinamis”. Contoh they were angry
Predikat nominal  adalah semata-mata dan predikat yang merupakan campuran unsur verbal dan unsur nominal.
Tipe predikat penyama ada empat yaitu:
a)      Nominal, tanpa kopula
b)      Nominal, dengan kopula nonverbal
c)       Nominal, dengan kopula verbal statif
d)      Nominal, dengan kopula verbal dinamis
Kopula adalah memang  tidak verbal,  tidak dapat dinegasikan, misalnya (hal itu adalah tidak benar, bukan *Hal itu tidak adalah benar).
Kata adalah kiranya lebih tepat disebut “pengantar predikat”, karena untuk pemakaiannya malah tidak perlu adanya subjek (misalnya:  Adalah sulit untuk mengatakan bahwa[...]).

3.       Predikat verbal: verba intransitif
Dari verba “transitif” dan “intrnasitif”. Pada dasarnya penggolongan ini adalah penggolongan  menurut “valensi” yaitu: Verba transitif adalah dua atau tiga kalau verba intransitif adalah bervalensi satu atau lebih dari satu. Contoh dari veba intransitif yaitu: (Indonesia) Dia tidur (Inggris) She skater.
Ada verba yang mengandung makna “pengalaman” atau “verba pengalaman” dan ada verba yang mengandung makna “tindakan” atau verba “pnindak”. Perbedaan antara verba pengalam dan verba penindak yaitu.
Verba pengalam adalah tidak ada kegiatan apa yang dituntut dalam subjek  untuk tidur atau jatuh.
Verba penindak adalah  mengandalkan adanya kegiatan tentu pada subjek. Misalnya: berlari atau bekerja.
Jadi  verba (intransitif) yang berprefiks men- pun tidak berdasarkan prefiks tersebut untuk keanggotaannya sebagai verba pengalam atau penindak.
                Bahasa inggirs tidak membedakan verba intransitif dengan cara demikian  (verba bantu untuk  kala perfekta  selalu have, tidakmpernah be), tetapi bahasa Jerman, bahasa Danmark, bahasa Prancis, dan bahasa Itali membedakan dua jenis verba intransitif seperti halnya dalam bahasa Belanda, yakni dengan seleksi verba bantu untuk kala perfekta.
                Tidak apa-apa bila kita memakai istilah “subjek” untuk Argumen tunggal, asal kita ingat bahwa dalam konteks tertentu rasanya lebih tepat bila istilah seperti “Argumen tunggal” Itu dipakai.
4. Predikat verbal: verba trnsitif
                Dalam banyak bahasa, sebagai besar verba transitif bervalensi dua, dan sebagainya yang relatif kecil bervalensi tiga. Argumen pertama adalah subjek; Argumen kedua disebut “objek”, dan  bila tiga Argumen, kedua Argumen yang bukan subjek itu masing-masing berupa objek. 
Contoh: Saya memasak nasi untuk adik
Dalam contoh ini, konstituen untuk adik tidak berstatus argumen dan tidak dikatakan “ber-peran”__untuk adik adalah komplemen. Memasak adalah verba yang bervalensi dua (subjek dan objek), dan memasakkan bervalensi tiga (subjek, dan objek rangkap).
Dasar analisis tersebut. Pertama Fungsi tidak sama dengan peran. Kedua baik fungsi maupun peran (dan jumlahnya) tergantung dari valensi verba. Ketiga valensi verba sendiri tergantung dari sifat-sifat semantis. Dari analisis ini, dapatlah disimpulkan sesuatu yang penting menyangkut bentuk kategorial dari konstituen-konstituen yang bersangkutan.
                Indonesia
(19)  Guru menguraikan teori  ini.
(20)  Guru menguraikan tentang teori ini.
                Verba menguraikan bervalensi dua, dan objeknya ber-peran pasien, entah disertai preposisi tentang entah tidak: teori ini dalam (19) dan tentang teori ini dalam (20). Dan yang lebih penting menyangkut bentuk kategorial Argumen, untuk Bab ini, adalah bentuk kategorial verba di tempat predikat.
5.Predikat tunggal dan predikat serial
               Diantara Predikat verbal, ada yang ‘’tunggal’’ dan yang ‘’serial’’. Predikat verbal yang tunggal adalah Predikat dengan verba utama yang hanya satu. Contoh-contohnya: (13), (15)-(18), dan (19)-(20) di atas. Istilah ‘’verba utama’’ menunjukkan kemungkinan adanya Predikat  ‘’perifrastia’’, seperti dalam (13) di atas (dengan wordt sebagai verba bantu ), tetapi dengan verba ‘’utama’’ yang hanya satu (gewandeld  dalam  (13); yaitu, dalam klausa yang sama .
              Struktur verba serial adalah struktur predikatif dengan verba utama yang lebih daripada satu (biasanya: dua), sedemikian rupa sehingga tak ada verba yang tergantung dari verba laiinya.
              Predikat serial perlu dibedakan juga dari urutan verba utama  sedemikian rupa sehingga hanya satu yang berupa induk dan yang lain sebagai verba bawahan. Hal itu sudah jelas pada klausa perifrastis.

            Verba utama ada dua (yang cetak tebal) dalam masing-masing klausa ini. Dalam bahasa-bahasa yang banyak di pergunakan struktur verbal serial, struktur yang demikian dapat di bandingkan dengan verba tunggal dalam bahasa yang lain.
BAB 14
SINTAKSIS KLAUSA:HUBUNGAN ANTAR PERAN DAN KATEGORI
1.       Pengantar
Sifat leksikal inilah yang menentukan beberapa hal, seperti:
                                 i.            Valensi vebal
                               ii.            Peran dari Argumen (satu atau lebih)
                              iii.            Sifat-sifat lain dari Argumen, khususnya:

a)      Persona (bilanpronominal) dan bentuknya yang bebas atau terikat;
b)      Jumlah;
c)       Jenis;
                                                      Dan terutama
d)      Kasus
           Sifat [i] dan [ii] adalah sintaksis; sifat [iii] [a] – [b] adalah kategorial.akan tetapi, asa utama di sini ialah bahwa pemarkahan verba untuk sifat [i], [ii] dan [iii] tidak mutlak hadir (misalnya, bahasa inggris tidak memiliki morfem verba untuk objek benefaktif); dan bahwa dasar dari verba dalam hubungannya dengan [i] – [iii] berupa leksikal semantis.
Baiklah disini menyusul sekedar contoh yang sederhana yaitu:
                                                      Contoh
Inggirs. Dalam konstuksi transitif, Argumen berkasus no-minatif, Argumen pasien berkasus asukatif: he hit me.
2.       Argumen yang sesuai dengan veba: persona, jumlah, jenis
Disini Argumen akan dibahas menurut bentuknya, sejauh sesuai  dengan sifat semantis verba. Verba juga to stampede ‘berlari tungaang-langgang’: verba ini “dipredikasikan” (istilahnya)hanya tentang subjek yang jamak, atau to massacre ‘membunuh [orang banyak]’, yang menuntut adanya objek dalam bentuk jamak.
Tetapi ada bahasa dengan pemarkahan macam itu, misalnya bahasa indonesia. Verba seperti itu berdatangan menuntut adanya subjek jamak, dan konfiks ber-|-an memarkahi kendala tersebut. Pemarkahan yang lain seperti itu adalah reduplikasi: berbondong-bondong, misalnya, menuntut adanya subjek jamak.
Ada juga jenis dalam bahasa verba tertentu dapat dipredikasikan hanya tentang perempuan , dan verba lain lagi hanya tentang laki-laki.



3.       Argumen yang sesuai dengan verba: pemarkahan kasus: pengantar
Yang jauih lebih penting dalam banyak sekali bahasa adalah pemarkahan kasus pada argumen-argumen. Permakahan ini tergantung dari sifat semantis verba-salah satu dari padanya adalah valensi verba. Yang perlu disadari ialah bahwa kaidah itu tidak berlaku secara antar-bahasa-hanya berlaku untuk bahasa-bahasa tertentu saja.
Yang berlaku umum menyangkut pemarkahan kasus pada Argumen-Argumen secara antar- bahasa, sejauh diketahui oleh para ahli linguistik sekarang, dapat didasarkan hanya atas penafsiran Argumen sebagai peran saja, tidak sebagai fungsi (seperti “subjek” dan “objek”).

4.Peran-peran pada verba yang bervalensi satu
       Verba yang bervalensi satu,yakni verba yang disertai hanya oleh satu argumen saja, memiliki tiga macam argumen: penindak,atau pengalam,atau”perasa”.
    Periksa klausa-klausa inggris berikut: I run dan I fall dan I think. Peran dari I dalam I run adalah peran “penindak”,karena untuk berlari di tuntutlah kegiatan tersebut;karena untuk orang yang jatuh tidak dituntut kegiatan apa-apa;akhirnya I dalam I think ber-peran “perasa”,karena I think  acap kali berarti ‘saya mendapat kesan’.
    Banyak sekali bahasa membedakan antara argumen perasa yang demikian dengan argumen penindak,misalnya bahasa Rusia:
    Rusia
(1)    On         ne     spit.
3:T:NOM tidak tidur
‘Dia tidak tidur’
(2)    Jemu          ne     spitsa.
3:T:DAT tidak tidur:REFL
‘Dia tidak dapat tidur’
            Dalam bahasa Guaymi (bahasa india di Amerika tengah) ada pembedaan antara peran penindak dan peran pengalam,sama tipenya dengan  bahasa aceh dan bahasa Crow.
          Guaymi
(3)Toma-     qwe  blit-     ani.
     Tom       PK  bicara   K
     ‘Tom berbicara’
(4)Tom           riri-
      Tom:NOM      tamabah:besar  K
       ‘Tom bertambah besar’
5. Peran-peran pada verba yang bervalensi dua:Ajentif dan Objektif
     Klausa yang mengandung verba bervalensi dua adalah klausa yang memiliki argumen ajentif dan argumen objektif ada tipe yang argumen ajentif berkasus nominatif(biasanya tak bermarkah) dan argumen yang obejktif nya berkasus akusatif.
    Ada tipe lain yang dapat dijelaskan dengan contoh-contoh berikut ini,di ambilkan dari bahasa Bask( suatu bahasa non-indo-eropa di bagian barat laut spanyol danbagian barat daya prancis), dan dari bahasa Dyirbal (suatu bahasa asli di australia.
     Ada argumen ajentif dalam salah satu kasus “ajentif”, biasanya “jenitif”, yang namanya kasus “ergatif” dan dengan Argumen kedua yang berkasus “nominatif (artinya tak bermarkah), atau (istilahnya lazim) “absolutif”-tipe ini disebut “tipe ergatif-absolutif”, dan sebagai kependekannya lazimnya dipakai istilah “tipe ergatif”.
6. Peran-peran yang bervalensi dua: Ajentif dan oblik
                Amatilah klaisa-klausa inggris I shot the dog dan I shut at the dog. Dalam contoh pertama Anjing itu mengalami pngaruh kegiatan “trnsitif” itu sepenuhnya; dalam contoh kedua, hanya untuk sebagian (misalnya anjing kaget dan lari). Semua bahasa mempunyai struktur untuk ketransitifan “oblik” itu.
                Bahasa ini tidak berstruktur kasus, dan kemarkahan dengan preposisi boleh dipandang sebagai bentuk frasal dari apa yang dimarkahi dengan kasus dalam bahasa yang bersistem kasus. Camkanlah bahwa tentang, antara dan mengenai adalah konstituen “opsional”, artinya boleh hadir boleh juga tidak. Sifat “opsiona” itu hanya berarti bahwa kedua konstruksi itu adalah grametikal, tidak mutlak bahwa kedua konstruksi itu persis sama informasinya. Menurut penafsiran tertentu, pemanasan air ditafsirkan sebagai lebih intensif dengan verba pemanaskan dan tidak seintensif itu dengan verba memanasi.
7. Peran-peran pada verba yang bervalensi dua: perasa dan objetif
                Periksa lagi pasal [4] di atas: tentang verba intransitif dengan Argumen frasa ; contoh-contoh diatas, dari bahasa kanada, dapat dilengkapi disini dengan yang berikut:
                                Kannada
                (17)  nanage  i  vicara gottu.
                                1:T:DAT ini fakta:NOM tahu
                                ‘saya tahu fakta ini.
8. Peran-Peran  pada verba yang bervalensi tiga
                Verba yang bervalensi tiga memiliki dua Argumen objektif.
Contoh:
               
Indonesia
                                (19) Si Dul memukul perampok dengan tongkat.
(20)  Si Dul memukulkan tongkat pada tembok.
(21)  Dia memuati truk dengan batu bara.
(22)  Dia memuatkan batubara pada truk.
               
               
                Inggris
(23)  Paul beat {the burgler/him} with a stick.
(24)  Paul beat the stick against the wall.
(25)  Paul loaded the truck with coal.
(26)  Paul loaded the coal on to the truck.
                Ada beberapa hal yang menarik perhatian dalam contoh-contoh ini. Pertama, verbal indonesia dimarkahi dengan morfem akhiran “fokus” untuk memungkinkan Argumen yang langsung menyusul: perampok pada memukul, tetapi fokus instrumental –kan pada tongkat. Analisis serupa berlaku untuk contoh-contoh Inggris 23-26 anda di ajak untuk merimiskannya. Bila Argumen Objektif menjadi pronominal, Argumen tersebut berkasus akusatif (him dalam 23).
9. Persesuaian verba dengan Argumen: pengantar
                Para ahli linguistik sering membahas persesuaian verbal itu dengan memerikan nama-nama “fungsional” kepada Argumen-Argumen yang menyebabkan pemarkahan pada verba: persesuaian dengan “subjek”, dan/atau dengan “objek”. Dengan sistem yang lebih berbelit-belit, hal itu terjadi pula dalam bahasa latin dan yunani kuno;  periksalah, misalnya, Bab 10, pasal 4, dan pasal 7. Akan tetapi, contoh-contoh tersebut memperlihatkan afiksasi verbal pada umumnya, termasuk, afikasi untuk “persesuaian” (menurut persona dan jumlah subjek), tetapi juga afiks untuk kala, modus, dan lain sebagainya, yang tidak termasuk “persesuaian”.
10. Persesuaian verbal dengan Argumen sebagai fungsi dan peran
                Memang “kaidah” tradisional yang mengatakan bahwa persesuaian verbal selalu terdapat dengan Argumen menurut fungsinya (dan, seperti sering diandaikan, hanya dengan subjek). Dalam bahasa –bahasa Indo-Eropa persesuaian verbal memang dengan Argumen subjek___jadi tanpa pengaruh dari peran manakah yang ada pada subjektersebut. Persesuaian verbal hanya menurut subjek, dan secara netral terhadap peranArgumen yang ber-fungsi sebagai subjek.
                Nampaknya, persesuaian verbal hanya menurut subjek , dan secara netral terhadap peran Argumen yang ber-fungsi sebagai subjek.
                Selain dari persesuaian denagn subjek, dalam bahasa prancis dan Itali kita temukan persesuaian dengan objek dalam konstruksi predikat yang terdiri atas verba bantu disusul partisipia perfekta__bila objek mendahului predikat. Banyak bahasa mempunyai verbal menurut fungsi Argumen baik untuk subjek maupun untuk objek.


11. Perujukan silang, klitisisasi, dan persesuaian
                Persesuaian verbal dengan Argumen-Argumen mengndaikan adanya Argumen “lengkap”, pronominal atau nominal disamping pemarkahan verbal. Tetapi dalam banyak bahasa tidak demikian halnya; maksudnya, verba dimarkahi untuk persona dan/atau jumlah dan/atau jenis, tetapi pronomina tidak dapat hadir. Seperti sudah disebutkan tadi, dalam bahasa indonesia struktur seperti contoh berikut ini tidak gramatikal:*aku kulihat film atau*engkau kaubaca buku, atau*murid dipukulnya guru.
                Pengklitikaan Argumen yang tidak dapat hadir bukan “persesuaian”. Akan tetapi, hal itu hanya merupakan soal peristilahan saja, karena klitisisasi pun berstruktur menurut peran atau menurut fungsi, tergantung dari bahasanya.

                Para ahli linguistik sering menyebut persesuaian maupun klitisisasi Argumen sebagai “perujukan silang” dari Argumen pada verba.

BAB 15
SINTAKSIS KLAUSA: DIATESIS VERBAL DAN TIPOLOGI BAHASA
[1] Pengantar
Banyak bahasa di dunia memiliki sistem verbal morfemis dan klausal dengan “alternasi diatetis”, artinya dengan kemungkinan adanya dua atau lebih bentuk verbal di tempat predikat sedemikian rupa sehingga “perspektif” penutur dialternasi.
Sebagai contoh, amatilah dua klausa inggris, yang pertama “aktif” Businesses have made a lot of profit, dan yang kedua pasif A lot of profit has been made by businesses. Klausa “aktif” mencerminkan “perspektif” si penutur pada perusahaan-perusahaan (sebagai sumber kegiatan yang menghasilkan keuntungan): pemasifannya mengarahkan “perspektif” penutur pada hasil keuntungan tadi.
Akhirnya, ada pertanyaan penting apakah alternasi aktif: pasif merupakan satu-satunya alternasi diatetis, secara antar bahasa? Adakah yang lain lagi? Memang ada: kita temukan juga diatesis “medial” disamping aktif dan pasif, umpannya dalam bahasa yunani kuno, seperti anda lihat dalam bab 10, pasal (7), contoh (15). Bahakan pernah ada tahap perkembangan bahasa-bahasa indo-eropa dengan hanya aktif dan medial (dan pasif belum) sebagai diatesis-diatesis yang terdapat ada bahasa yang lain yang memiliki sistem diatesis dengan alternasi antara “ergatif” dan “antipasif” dengan “ergatif” sebagai diatesis kanonik. Diantara bahasa-bahasa ini ada juga yang memiliki sistem berdiatesis tiga: ergatif, antipasif, dan pasif.
Lalu, pasal (6) sampai dengan (18) lebuh terinci memaparkan tentang sistem ergatif dan akusatif, menurut sistem-sistem itu sendiri dan menurut diatesis-diatesisnya serta sifat-sifatnya berhubungan: dengan ketransitifan.
[2] Tipologi klausa: pemarkahan kasus pada argumen
Dalam bab 15 tadi, kita mempelajari tentang beberapa tipe klausa, menurut pemarkahan argumen-argumen dalam bentuk kasus. Baiklah kita membahas ini dengan menentukan pelambangan yang sesuai.
Pertama, ada “tipologi ergatif”, rumusan berikut berlaku untuk tipologi ini
[a] Tipologi “ergatif”: Pk=Pm=Ob#Aj
Dengan perkataan lain: bahasa-bahasa “ergatif” tidak membedakan (dalam bentuk kasusnya) antara penindak dan pengalaman dan objektif, sedangkan ketiga argumen tersebut, memang dibedakan dari argumen adjentif.
Contoh-contoh: bahasa Bask dan bahasa Dyirbak; periksa bab 14, pasal (5), contoh (6)-(7).
Nama kasus dalam bahasa “ergatif” adalah “kasus ergatif” untuk AJ dan “kasus absolutif” untuk PK, PM, dan OB. Nama lengkap untuk tipologi ini adalah “tipologi ergatif-absolutif”, kependekannya adalah: “tipologi ergatif”
Kedua, ada “tipologi akusatif“. Untuk tipologi ini dapat dianjurkan dalam rumusan berikut
[b] tipologi “akousatif” Pk=Pm=Aj#Ob
Dengan perkataan lain: bahasa-bahasa “akusatif” tidak membedakan (dalam bentuk kasusnya) penindak dan pengalam dan ajentif, sedangkan ketiga argumen tersebut memang dibedakan dari argumen adjektif.
Contohnya: bahasa inggris. Misalnya: dalam I walk (I sebagai penindak) dan I fall (I sebagai pengalam) dan I hit him (I sebagai ajentif),maka argumen 1 sama-sama berkasus nominatif,sedangkan him(objektif)dalam i hit him berkasus akusatif.semua bahasa indo-eropa myang sekarang di eropa barat bertipologi akusatif-sedikitnya dalam sintaksis klausa.
Dari kedua kasus yang tadi,nominatif dan akusatif,biasanya kasus akusatiflah yang berimarkah,sedangkan kasus nominatif tidak bemarkah(atau “kurang” bermarkah).bila kita berbicara tentang”pemarkahan”kasus niminatif.
Ketiga,ada “tipologi aktif-statif “,(perhatikanlah dengan seksama:”aktif disini bukan nama diatesis,melaikan nama tipologis,dan “statis” bukan nama peran,melainkan nama tipologis,sebetulnya,banyak bahasa tipe “aktif-statif” ini bahkan tidak memiliki sistem diatesis).dalam tipologi aktif-statif ada rumusan berikut yang dapat dipakai.
[c]Tipologi “aktif-statif”Pk=Aj#Pm=Ob
Dengan perkatan lain:bahsa-bahasa “aktif-statif” ini tidak membedakan(dalam pemarkahan kasus pada argumen)Pk dan Aj,dan tidak juga antara Pm dan Ob:tetapi membedakan Pk/Aj,di satu pihak dan Pm/Ob di pihak lain.
Contohnya:bahasa  guaymi:dalam bab 14,pasal [4],ada contoh (3)-(4),yang perlu yang di lengkapi dengan contoh klausa transitif (contoh intransitif di ulangi disini):
Guaymi
(1)toma-qwe blit-ani
Tom PK bicara K
Tom berbicara.
(2)Tom riri –aba
Tom:Mp tambah:besar K
Tom bertambah besar
(3)Toma qwe dari dema ini
Tom Aj Doris:Pm cium k
Tom mencium doris
Nama kasus dalam bahasa “aktif”adalah “kasus aktif” untuk Pk dan Aj,dan “kasus pengalan”untuk Pm dan Ob.
[3]Tipologi Klusa:Perujukan Silang Argumen Pada Verba
Dari tipologi  aktif-statif contohnya di temukan dalam bahasa Aceh: periksa bab 12 ,pasal [9],contoh (30)-(33):dalam bahasa Crow:lihat bab 12,pasal [9],contoh[34]-[39]:dan dalam bahasa lakhota(suatu bahasa indian rumpun sioux,Amerika serikat),
Dalam bahasa inggris,perujukan silang argumen pada verba terjadi,hanya untuk subjek,entah apa peranya.Bahasa akusatif tidak membedakan Pk,Pm dan Aj(ketiga ini di tempat subjek),sehingga dasarperujukan silang adalah hanya “fungsional”belaka.
[4]Tipologi bauran:keergatifan,keakusatifan dan keaktif-statifan
      Akan tetapi,dalam konstruksi tanpa men-, maka ku- dapat menjadi Aj (kunyanyikan,atau kubangun,atau kepersembahkan),tetapi tidak dapat menjadi Pk (kupergi)atau Pm (kujatuh) atau Ob (diundangnyaku )jadi sejauh ini bahasa indonesia bersifat negatif.(sebenarnya,mempunyai dua “rejister” dalam pemakaian bahasa:yang ergatif dan yang ekusatif)
Ada perbauran juga dari keergatifan dan kreatif-statifan .dalam sejumlah bahasa ergatif,kelas verba intransitif  tertentu dijukioleh argumen Pk dengan cara tertententu, dan oleh argumen Pm oleh cara tertentu yang lain,suatu sisitem pesial yang agak kecil didalam sistem yang lebih besar yang ergatif.contoh lain dari perbauran keakusatifan dan keaktifstatifan di temukan dalam hal seleksi verba bantu untuk kala  perfekta dalam bahasa demmis menurut tipelogi bahsa dapat dirumuskaark.
[5] Sistem-sistem diatetis menurut tipologi bahasa
Pada umumnya sistem diatetetis menurut tipologi bahsa dapat dirumuskan sebagai berikut:bahsa akusatif bersistem diatetis aktif dan pasif .
Perlu dibedakan tiga arti dari istilah  “energatif” yaitu tipologi ergatif         bersistem diatesis ergatif dan anti pasif .(dan mungkin juga),dan bahasa aktif-statif buasanya tidak memiliki sistem diatesis.
Jadi entah suatu bahasa berupa ergatif,ekusatif, atau aktif-statif tidak mutlak ada alternasi.
[6] Sistem diatetis dalam tipologi akusatif:diatesis medial
Dalam bahasa litunia,tidak mungkinlah hadir konstutuen anjentif dalam bahas inggris,konstituen tersebut adalah opsional.
Konstituen anjentif dalam pasif dimarkahi sebagai anjentif ,oeh karena itu dalam bahasa yang dipakai dalam konstituen anjentif dalam klausa pasi adalah abltfiatau jenetif.
[7] Sistem diatetis dala tipologi akusatif:diatesis medial
Arti diatesis medial itu ialah: secara”benefaftif” untuk  anjentif itu sendiri;oleh karena itu tidak ada yang lagi dalam bahasa-bahasa indo-eropa ,apa yang diuraikan tadi hanya interasan dari sudut dakroinit menyangkut rumpun tersebut.akan tetapi dalam bahsa-bahasa indi-eropa di eropa barat dewasa ini, bentuk refleksif sering dipakai sebagai pasif.
[8]Sistem diatetis dalam tipologi akusatif:”medio-pasif
Dalam (22) kontruksi rerleksif menggatikan pasif,tetapi konstituen anjentif tidak mungkin.contoh (23)-(24) adalah refleksif secara morfologis ,tetapi secara sintaksis hanya,(23)saja yang refleksif(perhatikan bentuk jamak verbal) sedangkan (24)pasif(perhatikan bentuk tunggal verbal)_25 ditambahkan sebagai contoh pasif morfologis hanya dalam pasif yang terakhir ada kemungkinan hadirnya konstituen ejentif dalam (24) tidak.
[9] Sistem diatetis dalam tipologi akusatif :”aktif” sabagai pasif
Disamping konnstruksi refleksi sebagai pasif “semantis” ada juga bahasa yang mempergunakan verbal transitif sebagai “pasif”tanpa petmakahan apa-apa.bahasa indonesia mempunyai beberapa verba yang demikian,misalnya,lupa,kelupaan,:namun verbal seperti itu agak sedikit jumlahnya.
[10] Sistem akusatif:pasif impersonal:pengantar
Dalam pasif “personal” ada persesuaian antra subjeck dan verba pasif itu.miasalnya, inggris,(he was /they were)infited; latin;
Dalam pasif “inpersonal”bentuk verbal adalah personal ketiga tinggal bahasa-bahasa yang memiliki bentuk pasif dapat digolong0golongkan menurut kemungkinan adanya atau tidak adanya pasif inpersonal.
[11]Sistem akusatif;pasif inpersonal verba intransitif
Yang menarik perhatian ialah bahwa malahan verba pengalaman dapat di pasifkan secara impersonal dalam bahasa-bahasa tertentu,asalkan argumen itu berupa itu berupa insani misalnya,”jatuh sakitnya” dalam bahasa turki,atau :menghilang” dalam bahasa litunia,atau bahkan,kopulatif adalah bahasa yang sama.
[12] Sistem akusatif;pasif inpersonal verba transitif dan intransitif
Pasif personal adalah pasif dengan subjek(dari verba pasif)dan dengan persesuaian antara bentuk verbal dan subjeck tersebut,sebaliknya,pasif personal selalu berpesona ketiga dan berjumlah tinggal,bahkan dalam konsruksi transitif
Salah satu bahasa yang menunjukkan pasif mempersonal untuk semua verba,ermasuk verbatransitif.
[13]sistem akusatif; bahasa tanpa pasif impersonal
Contoh baik dari bahasa yang memiliki hanya pasif personal,dan tidak memiliki pasif impesional adalah bahasa inggris.there was sung beatiful , atau there was slept a  great deal.ciri sintaksis yang khas dari bahasa ini mungkin ini ada saja hubungannya dengan tiadanya perbedaan secara sintaksis, antara verba intrasitif penindak dan verba pengalaman.

BAB 16
SINTAKSIS KLAUSA:SISTEM KALA,ASPEK DAN MODUS
[1]Pengantar:sistem”kala aspek-modus”
Dalam semua bahasa ada sistem verbal yang lazim di sebut “sistem kala aspek-aspek modus”, atau sering disingkat “sistem KAM”untuk menjelaskan sistem KAM itu,perlu di ketahui bagaimana sistem kala,sisitem aspek,dan sistem modus bekerja sama,dalam sisntaksis klausa.
Pada umumnya,tatabahasa sistem KAM menunjukkan daerah pertumpang-tindihan antara morfologi dan sintaksis.pembahasan dalam bab 17 nanti akan terpusat pada segi sintaksisnya.
Yang mendasari pembahasan sistem aspek dan sistem modus dalam satu sistem “KAM” ialah tumpang-tidihnyayang rumit di antara ketiga sistem tersebut.sistem kala sering dipakai untuk pengungkapan modus atau aspek,dan baik sisitem aspek maupun sistem modus sering memakai predikat perifastis,jadi dengan verba bantu ataupun konstituen nonverbal.
[2] Sintaksis kala;pengantar
Di antara bahasa-bahasa di dunia ada yang tidak memiliki sistem kala morfologis (misalnya bahasa indonesia). Sistem kala preterit rangkap dengan hubungan diantaranya banyak ditemukan dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa: ada kala preterit, dan ada kala yang “sebelumnya”, misalnya “perfekta anterior”. Kalimat Inggris he had gone, misalnya, mengungkapkan sesuatu yang mendahului tindakan preterit biasa seperti he went. Susunan kala dalam hubungan satu dengan yang lainnya dapat disebut dengan istilah tersebut, yaitu “susunan kala”.
[3] Sintaksis kala: sekedar data
Dalam bahasa yang tidak bersistem kala secara morfemis, pengartian kala (bila dibutuhkan dalam konteks) terletak dalam konstituen periferal yang sesuai.
Kesimpulannya: tanpa pemarkahan morfemis verbal untuk kala, pengartian kala terlaksana secara leksikal saja, atau dengan “partikel” yang agak kuat sifat gramatikalnya.
Seperti halnya dengan verba Indonesia, verba Tok Pisin pun tidak berparadigma morfemis untuk kala.
Dalam bahasa ini pinis adalah pemarkah aspektual, menunjukkan selesainya proses yang diungkapkan oleh verba, sedangkan bin berupa pemarkah kala, yang dapat disebut “prapreterit”.
Selain dari pemakaian konstituen bin, pinis, dan bai, dalam wacana naratif, bentuk verba tindakan atau verba kegiatan yang tidak bermarkah biasanya mengandung makna kala preterit ((9)), sedangkan bentuk yang tidak bermarkah dari verba statif mengandung makna kala presen ((10)).
Dalam bahasa ini, preterit anterior direferensikan pada preterit sebelumnya: had failed direferensikan padawent.
[4] Sintaksis aspek: pengantar
Aspek-aspek verbal dapat dibagi atas aspek yang menyangkut beberapa segi dari apa yang diungkapkan oleh verba: yakni permulaan, penyelesaian, hasil, keberlangsungan, pengulangan, kebiasaan, keterikatan pada saat yang tak terbagi, dan keadaan.
Pentinglah diperhatikan bahwa semuanya itu sering bersifat leksikal semata-mata tidak membutuhkan alat-alat morfologis atau sintaktis.
Kesimpulannya: aspek verbal bersifat leksikal semata-mata jika arti leksikal itu sendiri menjadi dasar, bahkan bila arti itu berdasarkan pada afiks derivasional.
[5] Sintaksis aspek: sekedar data
 Dalam bahasa Tok Pisin, verba yang disusul oleh partikel pronominal resumtif i + stap berupa duratif, sedangkan verba stap itu sebagai verba utama berupa statif.
Dalam bahasa latin, aspek inkoatif bersifat morfemis, yaitu –sco (untuk persona pertama indikatif aktif presen), didahului oleh –a-, -e- atau –i- (tergantung dari kelas verba), tetapi untuk aspek perfektif dipakai sufiks kala perfekta (-avit di atas).
[6] Sintaksis modus: pengantar
Modus verbal ada yang bermacam-macam, menyangkut sifat deklaratif dan interogatif, sifat afirmatif dan negatif, sifat desideratif (atau optatif), sifat kepastian atau kesangsian, sifat pandangan real atau ireal, dan sifat hortatif dan imperatif.
Dalam penelitian sintaktis, kita biasa berbicara tentang “klausa deklaratif” dan “klausa interogatif”; tentang “klausa afirmatif” dan “klausa negatif”. Dalam semua hal ini kita sering juga mempergunakan istilah “bentuk”, seperti “bentuk desideratif”, “bentuk irealis”, “bentuk imperatif”, dan lain sebagainya.
[7] Sintaksis modus interogatif: jenis-jenisnya dan sekedar data
Klausa interogatif (misalnya Apakah dia sudah berangkat?) beroposisi dengan klausa deklaratif (misalnyaDia sudah berangkat). Dari kedua tipe tersebut, klausa deklaratif merupakan “modus yang tak bermarkah”, jadi secara gramatikal tidak memiliki bentuk khusus (secara morfologis atau sintaktis).
Dalam setiap bahasa, dibedakan dua jenis klausa interogatif: “pertanyaan ya/tidak” (atau “pertanyaan y/t”), dan “pertanyaan apa”.
Pertanyaan polar dalam berbagai bahasa dimarkahi hanya dengan intonasi saja, misalnya dalam bahasa Tok Pisin, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Inggris, pertanyaan dengan susunan beruntun yang sama dengan klausa deklaratif biasanya menunjukkan rasa heran, dan demikian pula dalam bahasa Indonesia.
Di lain pihak, sepengetahuan para ahli bahasa, kebanyakan bahasa di dunia memiliki struktur sintaktis yang khusus untuk klausa interogatif.
Berbagai bahasa mempergunakan juga susunan beruntun dengan Subjek sesudah Predikat untuk memarkahi pertanyaan, misalnya dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris.
Pertanyaan nonpolar pada umumnya mempergunakan pronomina interogatif seperti apa? dan siapa? Dalam bahasa Indonesia dan what? dan who? Dalam bahasa Inggris, atau adverbia interogatif seperti mengapa? danberapa? dalam bahasa Indonesia, atau why? dan how {many/much}? Dalam bahasa Inggris.
[8] Sintaksis modus negatif: jenis dan data
Klausa negatif (seperti misalnya dalam klausa Indonesia Para mahasiswa tidak setuju) beroposisi dengan klausa afirmatif (misalnya Para mahasiswa setuju).
Modus negatif dalam klausa dianggap sama dengan negasi Predikat, dan dengan demikian negasi klausa. Hal itu penting diperhatikan, karena “cakupan” negasi dapat saja menjadi struktur yang lebih kecil dari klausa, misalnya frasa, atau bahkan satu kata saja.
Alat negasi ada yang bermacam-macam: ada yang diklitikakan pada verba, dan ada yang berupa partikel yang relatif “bebas” secara morfologis. Di antara bentuk negasi itu ada juga yang terbagi.
[9] Sintaksis modus desideratif: jenis dan data
Dalam bahasa-bahasa tertentu modus desideratif atau optatif berupa morfologis, yang tampak dalam paradigma verba, seperti dalam bahasa Yunani Kuno dan bahasa Jepang, dengan modus optatifnya periksa sekali lagi Bab 10, pasal [6].
Alat modus desideratif atau optatif yang biasa ditemukan dalam banyak bahasa adalah verba bantu yang mengandung makna ‘ingin’, ‘dapat’ atau ‘mampu’, ‘boleh’, ‘harus’:
Banyak hal lain perlu diperhatikan dalam penelitian tentang modus desideratif/optatif dan hortatif, khususnya dalam klausa bawahan; tetapi dalam Bab ini hanya klausa tunggal saja yang dibahas.
[10] Sintaksis modus irealis: jenis-jenisnya dan sekedar data
Dalam pembahasan ini kita tafsirkan modus irealis itu dalam arti yang lebih terbatas ini.
Modus irealis adalah modus yang dimarkahi, beroposisi dengan modus realis, yang tidak bermarkah dan tidak berbeda dari modus deklaratif.
Modus subjungtif dalam banyak bahasa menjadi alat modus irealis itu; dan dalam bahasa yang lain ada verba bantu atau konstituen lain yang menjadi alat modus irealis ini.
Dalam bahasa indonesia konstruksi seperti ini hanya mungkin dalam kontaks yang mengandung klausa bawahan yang diawali dengan (kalau) seandainya atau dengan (kalau) sekiranya.
[11] Sintaksis modus imperatif dan hortatif: jenis dan data
Semua bahasa memiliki “siasat” untuk membuat orang yang disapa berbuat sesuatu, seperti Pergi(lah)!Dalam bahasa Indonesia atau Go! Dalam bahasa Inggris. Penyuruhan lazim disebut “imperatif” dan pembujukan halus disebut “ekshortatif” atau “hortatif”.
Seperti halnya dengan modus-modus lainnya, modus imperatif-hortatif dapat berupa morfemis semata-mata, atau disertai konstituen khusus.
Banyak bahasa memiliki imperatif tanpa Subjek (yakni, orang yang diberi perintah) seperti dalam contoh Latin dan Jerman ini, tetapi Subjek dapat ditambahkan dalam bahasa tertentu, bahkan persona ketiga.
Dalam bahasa Indonesia tak dapat ada Subjek, tetapi dalam bahasa Melayu dulu Subjek imperatif dapat hadir, dimarkahi preposisi Ajentif.
Banyak bahasa memiliki struktur khusus untuk imperatif negatif: dalam bahasa Latin dengan noli(te) + infinitif (dari verba nolle ‘tidak menghendaki’) atau penegasi ne + subjungtif; dalam bahasa Indonesia denganjangan (daripada tidak atau bukan) dan dengan mempertahankan men- bila ada (bahkan dengan verba transitif).
Berdekatan dengan modus imperatif ada juga modus hortatif, dengan subjungtif atau dengan verba bantu hortatif, atau dengan konstituen yang lain.

BAB 17
 SINTAKSIS KLAUSA SUSUNAN BERUNTUN         
(1)   Susunan beruntun
          Susunanan beruntun adalah tata urutan segmen-segmen tuturan.Misalnya, dalam klausa kita mempelajari bab ini, maka subjek kita mendahului verba mempelajari, dan objek bahan bab ini menyusul. Tentunya susunan beruntun masing-masing segmen frasa dalam contoh ini dapat di persoalkan juga; misalnya urutan bahan+ bab ini dan bab+ini.

          Dalam contoh tersebut,susunan beruntunnya adalah subjek, predikat, objek. penelitian antar-bahasa menunjukkan bahwa yang terpenting adalah urutan predikat, atau verba (V) dan objeknya (O). Dalam pasal [2], susunan VO dan OV akan dijelaskan dengan sekedar contoh. Lalu pentingnya kedua urutan VO da OV ini akan di pelajari dalam pasal [3] sampai dengan [5] di bawah.

(2)   Susunan VO dan susunan OV
Periksalah contoh-contoh berikut:
Indonesia
(1)   Ayah anak ini menantikan berita itu.

Tagalog
(2)    Bumili ang nanay ng saging.
      Beli:AJ PT ibu PNT pisang
    ‘ibu itu membeli pisang.’

Malagasi 
(3)   Manusia lamba ny zazavavy.
     Cuci pakain itu gadis
    ‘Gadis itu mencuci pakaian.

Jepang
(4)   Watashi wa hon o mimasu.
     1:T PT buku PSP lihat
    ‘Saya melihat buku.’

Turki
(5)   Kahveyi- yi sabahlari-sev- er im.
     Kopi AK pagi suka K 1:T
   ‘Saya suka kopi pagi hari.’


           Dalam (1) –  (3) ada urutan VO, dan dalam (4) dan (5) ada urutan OV. Kedua susunan tersebut menghabiskan segala kemungkinan; VO dan OV. Tempat S terhadap VO dan OV akan di bahas pada pasal [6] di bawah
.
          Telitilah contoh-contoh berikut, dari bahasa Arab (VO) dan bahasa Turki (OV). Kedua bahasa itu merupakan “bayangan cermin” satu dari yang lain. Bandingan (6) dengan (10), (7) dengan (11), dan seterusnya demikian:

Arab (VO)
(6)   sa- handa lkalb
Lihat dia anjing:itu
'Dia melihat anjing itu.'
(7)   lkal akbar min lqippa
anjing;itu besar dari kucing;itu
Anjing itu lebih besar dari kucing itu.'
(8)   sa- hada lkalb  min issibak
lihat dia anjing:itu dari jendela:itu
'Dia melihat anjing itu dari jendala itu.'
(9)   sa- handa lkalb  ala-  dii  'akala  'allahm
lihat dia anjing:itu yang makan:dia  daging:itu
'Dia melihat anjing itu yang makan daging itu.'

Turki(OV)
(10)    kopegi gordu
anjing liat(-dia)
'Dia melihat anjing itu.'
(11)    kopek kediden daha buyuk
anjing kucing:dari lebih besar
'Anjing itu lebih besar dari kucing itu.'
(12)    pencereden kopegi gordu
jendela:dari anjing lihat(-dia)
'Dia melihat anjing itu dari  jendela itu.

[3] “Keselarasan infraklausal”: hukum DM dan hukum MD

              Sepanjang tradisi penelitian tatabahasa di indonesia terkenal"hukum DM" yang dibahas oleh S. Takdir Alisjahbana. Hukum DM ini khusus menyangkut bahasa indonesia.sekali lagi amati contoh:
1)      di atas: Verba menantikan "ditentukan" (D) oleh objeknya, yaitu berita itu, dan onjek tersebut adalah konstituen yang "menentukan" (M). Urutan "D(itentukan)-M(enentukan), atau "DM" adalah rumus Pak Takdir untuk apa yang disebut "VO" disini. Namun, hukum DM ini tidak hanya menyangkut urutan VO tersebut  (urutan konstituen dalam klausa) tetapi menyangkut pula susunan beruntun pada tataran "infraklausal" yaitu tata frasal. Keselarasan infraklausal artinya hukum tersebut berlaku baik untuk klausa maupun untuk frasa.

       "Keselarasan infraklausal" disini umum dianggap ditemukan oleh ahli linguistik antropologis Joseph Greenberg pada tahun 60-an. Akan tetapi hukum tersebut ditemukan sepuluh tahun sebelumnya oleh Takdir Alisjahbana, meskipun hanya untuk bahasa indonesia (Greenberg menemukannya sebagai semestaan bahasa untuk sebagai besar bahasa-bahasa VO).

        Memang hukum DM berlaku umum untuk bahasa yang berurutan VO, sedangkan untuk bahasa OV berlalu hukum MD. Tipe-tipe unsur D dan M pada tataran infraklausal dapat dibedakan sebagai berikut:
a)      dalam frasa nominal, atribut adalah M dan nominal induk adalah D;
b)       dalam frasa adposisional, objek adposisi adalah M dan induknya, yaitu adposisi itu sendiri, adalah D;
c)      dalam frasa perbandingan (komparatif), pembaku pembandingan adalah M dan induknya, yaitu bentuk komparatif, adalah D. untuk masing frasa ini, periksalah contoh-contoh berikut:

         Woleai (Mikronesia, daerah pasifik)
(13)    wa tewas
perahu rusak
'perahu yang rusak
(14)    sar  gach yeel
anak baik ini
'anak yang baik ini'
(15)      woal   mariiken
dalam:nya Amerika
'di Amerika'
(16)    faal   mai   we
di:bawah:nya pohon:sukun itu
'di bawah pohon sukun itu'
(17)    tti tangi Bill
cepat dari Bill.
'lebih cepat dari Bill'
(18)    toulap tangi sangeras
banyak dari seribu
'lebih banyak dari seribu'
Jepang
(19)    takai kirei na yama
tinggi indah PKL gunung
'gunung yang tinggi dan indah'

(20)    muzukashii  kotoba
sulit kata
'kata yang sulit'
(21)    Yokohama made
Yokohama sampai
'sampai Yokohama'
(22)    sono heye ni
itu kamar dalam
'dalam kamar itu'
(23)    anata yori takai
kamu dari tinggi
'lebih tinggi daripadamu'
(24)    Itaria yori ookii
Italia dari besar
'lebih besar daripada Italia'

       Bahasa Woleai adalah VO, dan hukum DM secara infraklausal kita temukan untuk frasa nominal (14) dan (15), frasa preposisional (17) dan (18), dan frasa komparatif (19) dan (20) sebaliknya bahasa jepang adalah OV, dan hukum MD secara infraklausal kita temukan untuk frasa nominal (20) dan (21), frasa posposisional (22) dan (23) dan frasa komparatif (24) dan (25). perhatikan bahwa adposisi (kata belakang) dalam urutan MD.

       Keselarasan infraklausal terwujud pula dalam bentuk morfemis, Misalnya dalam bahasa yang mentaati hukum DM seperti bahasa indonesia afiks posesif itu berupa sufiks, seperti -ku, -mu, atau -nya dalam ayah -ku, ayah -mu atau ayah-nya. (prefiks posesif tidak banyak ditemukan dalam bahasa-bahasa OV, yang biasanya mengungkapkan milik dalam bentuk kasus, yaitu kasus jenitif ).

       keselarasan infraklausal secara morfemis paling jelas dalam kata mejemuk, kata mejemuk yang mentaati hukum MD. contoh dari bahasa sanskerta: deva-hedanau. 'tindakan yang membuat marah dewa-dewa' atau vrtrha 'pembunuh Vrtra'; dan dari bahasa jepang: yama-nobori 'pendakian gunung' (ya-ma 'gunung).

       Di sini bermanfaatlah untuk menyebut kemungkinan adanya keselarasan infraklausal bahkan secara fonemis, dalam bahasa-bahasa tertentu. Entah karena apa, sebagian besar bahasa-bahasa yang memiliki aksen nada (dan bukan aksen tekanan) nampaknya merupakan bahasa OV (bahasa jepang).

[4] Tempat “Penegasan” dalam susunan beruntun

       Selain dari S, V dalam klausa (dengan O pula bila klausanya transitif), ada juga konstituen lain-konstituen yang lazim disebut “keterangan”. Misalnya dalam klausa Kami akan menandatangani naskah itu besok, maka besok keterangan.
       Akan tetepi, ada satu jenis keterangan yang memiliki sifat-sifat khas, dan tempatnya dalam susunan beruntun ditentukan oleh kaidah-kaidah yang lebih ketat. Namanya "Penegas". Yang dimaksud "Penegas" adalah: negatif, interogatif, kausatif, refleksif, resiprokal, desideratif, kondisional, dan propositif.Dalam bahasa tertentu penegas berupa konstituen bebas; dalam bahasa tertentu yang lain berupa afiks, contoh berikut:
Indonesia
(a)     Apakah dia tidak akan memper-lebar jalan ini?
IGF               NEG   PRPF  KAUS
        Contoh penegas interogatif adalah (apakah), negatif (tidak), propositif (akan), dan kausatif (memper).
(b)   Gadis itu tidak ber- bedak setiap hari.
REFL
Contoh penegas refleksif adalah (ber).
(c)    Kami lalu ber- surat- surat- an ramai selama satu tahun.
 RSPL                        RSPL
Contoh penegas resiprokal adalah (ber- -an)
.
(d)   Jika saya mau belajar bahasa jawa, perlu seorang guru.
KOND     DES
Contoh penegas kondisional adalah (jika) sedangkan contoh desideratif adalah (mau).

[5] Bahasa “konsisten” dan bahasa “campur”

            Di atas  dibahas tentang bahasa-bahasa yang secara konsisten bersusun beruntun VO atau OV, dan  yang memiliki keselarasan infraklausal. Memang banyak sekali bahasa adalah konsisten dalam hal ini begitu banyak sehingga keselarasan infraklausal tidak mungkin merupakan hal yang kebetulan saja. Akan tetapi ada juga bahasa yang tidak memiliki keselarasan infraklausal. Contohnya adalah bahasa inggris. Urutan prototipis dalam klausa adalah VO seperti:

I will read that book first.
1: TPRRPF baca itu buku dulu
'saya akan membaca buku itu dulu'.

[6] Tempat S dalam susunan beruntun VO dan OV

            Tipologi susunan beruntun menjadi lebih berbelit-belit bila tempat S di masukkan. Tempat S untuk keselarasan infraklausal (bila ada ) memang tidak relevan sama sekali. Akan tetapi, dalam beberapa aspek lain memang tempat S lebih penting. Kita dapat membedakan dua pokok menyangkut tempat S itu: yang pertama, tempat S dalam hubungannya dengan V saja.

            Tempat S relatif pada tempat V dan O memperlihatkan tidak kurang dari enam kemungkinan: untuk urutan VO ada SVO, VSO, dan VOS; untuk urutan OV ada SOV, OSV, dan OVS. Semua tipe ini memang ditemukan di antara bahasa-bahasa di dunia, akan tetapi yang berakhir Subjek (VOS dan OVS) jarang di temukan; dari bahasa bertipe VOS ada hanya antara sepuluh dan dua puluh (bahasa Malagasi di antaranya), dan OVS lebih jarang lagi: hanya satu atau dua bahasa Indian di Amerika Selatan.

            Menyangkut urutan V dan S, perlu diketahui bahwa cukup banyak bahasa memiliki baik urutan SV maupun urutan VS. perbedaan diantara S praverbal dan S posverbal adalah pragmatis. Misalnya, dalam bahasa Melayu Kuno, VS lebih sering ditemukan sedangkan kini urutan SV adalah lebih biasa.

[7] “Pembilang kambang”

            "Pembilang kambang" adalah istilah yang artinya"pembilang yang dapat berpindah-pindah tempatnya dalam susunan beruntun". "Pembilang" itu adalah kata seperti kata bilangan (seperti satu, dua, seratus, tiga ribu--- yang "numeral", istilah nya) atau pembilang yang non-numeral (seperti banyak, atau sedikit). Meskipun pembilang seperti itu memodifikasikan nomina, namun pembilang itu seluruhnya sama dengan atribut lainnya. Antara lain, pembilang itu lebih bebas tempatnya dalam susunan beruntun, dan dapat "mengambang" kanan kiri dari kata yang "dibilang" (artinya, yang " dikuantifikasi"). Seperti contoh di bawah ini:

Indonesia
(44) Dia sudah banyak membaca buku.
(45) Dia sudah membaca banyak buku.
(46) Dia sudah membaca buku banyak.
(47) Saya beli satu meja, dan kursi saya beli empat.

          Yang menarik perhatian adalah bahwa yang dapat "meluncurkan pembilangan kambang adalah objek, seperti dalam (44) sampai (47) di atas. Untuk subjek kemungkinan "mengambang" jauh lebih terbatas: analisislah  yang berikut:

Indonesia
(52)  Banyak murid membaca buku novel.
(53) *Murid banyak membaca buku novel.

[8] Susunan beruntun: sifat "sifat "struktural" dan sifat " pragmatis"


          Sejauh ini susunan beruntun telah kita bahas dengan cara yang boleh di sebut     "struktural" . Banyak bahasa memiliki juga kaidah susunan beruntun yang lebih "pragmatis" sifatnya. Misalnya, dalam bahasa yang memungkinkan baik SV maupun VS, biasanya S praverbal kurang menonjol (dalam konteks) secara topik dibanding dengan S posverbal. Menurut penelitian akhir-akhir ini, kaidah ini berlaku secara antar-bahasa .

BAB 18
KALIMAT MAJEMUK
  (1)KALIMAT MAJEMUK
             Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.Kalimat yang identik dengan satu klausa saja adalah kalimat tunggal,dan satu klausa tersebut dapat juga di sebut klausa mandiri.Klausa yang di bahas dalam Bab 12 adalah klausa mandiri.Klausa-klausa yang kita temukan dalam kalimat majemuk adalah klausa yang bergabung sama dengan yang lainnya.Contoh berikut ini:
               Indonesia
          (1)Sri pergi ke dapur
          (2)Sri mempersiapkan makanan
          (3)Sri membawa makanan ke meja kami di depan
          (4){Sri pergi ke dapur},{mempersiapkan makanan},{dan membawa        makananke meja kami di kebun}
          (5){sesudah sri pulang },{adiknya segera pergi}
          (6){karena sri baru pulang {sesudah tugasnya selesai}},{dia tidak dapat menghadiri rapat}.
           Masing-masing contoh (1)-(3)ini adalah kalimat tunggal (terdiri atas kalusa mandiri ),sedangkan masing-masing (4)-(6) adalah kalimat majemuk (klausa-klausa nya di apit antara kurung kurawal).kebetulan (4)sama dengan rangkaian (1)-(3) (dengan beberapa perubaha:sesudah klausa pertama Subjek dapat di lesapkan,dan klausa terakhir di awali dengan dan).Dalam (4) ketiga klausa itu berstruktur koordinatif (tidak ada klausa yang lebih“tinggi”dari klausa yang lain),sedangkan dalam (5) ada klausa induk (adiknya segera pergi)dan klausa bawahan (sesudah Sri pulang ).Klausa induk selalu merupakan klausa “atasan”terhadap klausa bawahan yang tergantung dari padanya.Tetapi tidak setiap klausa atasan adalah klausa induk.
   (2)KLAUSA MANDIRI DAN KLAUSA GABUNGAN
           Klausa mandiri(yang identik dengan kalimat tunggal itu)di bedakan dari klausa gabungan,artinya sebuah klausa yang harus di gabungkan dengan klausa lain untuk membentuk kalimat majemuk.Misalnya,masing-masing klausa dalam contoh (4)-(6) di atas adalah klausa gabungan,artinya klausa yang di gabungkan dengan klausa yang lain untuk membentuk kalimat majemuk.Klausa gabungan ada 3 yaitu: (1)Klausa koordinatif (seperti masing-masing klausa dalam (4)),
                       (2)Klausa subordinatif (seperti klausa sesudah Sri pulang dalam(5)),
                       (3)Klausa induk(seperti klausa adiknya segera pergi dalam (5)dan
    (3)KLAUSA TERKANDUNG DAN KLAUSA BERBATASAN
             Klausa bawahan dapat di bedakan lagi sebagai klausa terkandung dan klausa berbatasan :
             Klausa terkandung adalah klausa bawahan yang merupakan bagian yang tak terasingkan dalam klausa lebih atas,atau bagian dalam salah satu frasa yang terdapat dalam klausa lebih atas tersebut.Misalnyadalam (6) tadi.          
             Klausa berbatasan tidak mutlak merupakan bagian esensial dari klausa lebih atas.Misalnya :
                 INDONESIA
            (7){{yang merepotkan }adalah ongkosnya }
            (8){Dia mengira{bahwa temannya masih di yogya }}.
            (9){Hanya penumpang {yang sudah sampai}dapat di tamping}}
                 
                  INGGRIS
            (10){THIS WILL BE {WHAT WE HOPET FOR}}.ini VBKF KOP:INF apa I:J harapkan :PRP’’ inilah yang kami harapkan’’.
            (11){WHEN EVENING FELL,{we left silently} waktu senja jatuh I:J berangkat diam-diam “waktu matahari terbenam,kami berangkat diam-diam”.
            (12){THE WEATHER BEING FINE},{they cancelled ART:DEF cuaca KOP:PAPR indah 3:J batalkan classes kuliya :J “karena harinya indah kuliyah di batalkan”.
           (13){ALL THINGS CONSIDERED},{WE MUSST GIVE WAY}.semua hal pertimbangkan 1:J harus mengalah “sesudah mempertimbangkan segala hal,kita harus mengalah”.
                   INDONESIA
           (14){meskipun ongkosnya tinggi},{perlu alat itu kita beli}.
     (4)KLAUSA ABSOLUT DAN KLAUSA RELASIONAL
            KLAUSA ABSOLUTadalahklausa bawahan yang tidak memiliki argument yang ada juga dalam klausa lebih atas .sedangkan KLAUSA RELASIONAL adalah memiliki argumen yang ada juga dalam klausa lebih atas.Contoh dari klausa absolut adalah klausa all things considered dalam,meskipun ongkosnya tinggi dalam.
            LATIN
     (15){URBE DELETA},{HOSTES }kota :T:ABL hancurkan:PAP:PAS:F:T:ABL musuh :J:NOM discesserunt}pergi :KPA:3:J.
             Dalam klausa reasional ada bentuk verbal nonfinit yang secara sintaksis berhubungan dengan salah satu argument dalam klausa lebih atas .Contoh dari klausa reasional
               INGGRIS
   (16){BEING OPTIMISTIC},{CHARLES,PREDICTED SUCCESS}.KOP:PAPR optimis Charles ramal kan sukses”karena dia merasa optimis,Charles meramalkan sukses”.
               LATIN  
      (18){IGNOSCO INIURIAM}{mihi ampuni :I:T:KPR:IHD:AKT ketidak adilan :T:AK:I:T:DAT illatam}}.lakukan:PAP:F:T:AK.”Saya mengampuni ketidakadilan yang telah di lakukan terhadap saya”.
            (5)KLAUSA LENGKAP DAN KLAUSA BUNTUNG
                    Klausa lengkap adalah klausa yang memiliki predikat,verbal atau non verbal,seperti hal nya pula dalam klausa mandiri.
                    Klausa buntung adalah klausa gabungan yang berfungsi sebagai klausa dalam segala tetapi hanya menyebut topic((19)-(22) dan (24))
                 INDONESIA
       (19){Ayah saya *(//)},{dia tidak mau mendaftarkan diri}
       (21){Menyangkut rencana saya *(//)}.tidak usah saja kita bicarakan}
       (24){Harusnya *(//)},{oleh siapa ?}.[dalam konteks:’Haruskan demikian?.Tetapi siapakah yang mengharuskan?’]
                 INGGRIS
       (26){AS FOR JACK*(//)},{WE CANNOT menyangkut Jack I:J dapat :KPR:tidak help him},tolong 3:M:T.’’Menyangkut jack,kita tidak dapa menolong dia’’.
            (6)KLAUSA KOORDINATIF DAN KLAUSA SUBORDINATIF
                     Klausa koordinatif adalah klausa yang bergabung langsung dengan klausa yang lain,ada beberapa jenis nya (sedikitnya bahasa-bahasa tertentu)misalnya dalam koordinatif netral,kontrastif,alternative dan konsekutif.contoh-contoh berikut koordinasi adalah netral dalam (33)-(34)dan (40).Kontrastif dalam (35)-(36)dan (41).alternatif dalam (38)-dan(41),dan konsekutif dalam (39)dan (43).
                 INDONESIA
       (35){Hal tersebut kebanyakan terjadi pada musim penghujan },{TETAPI jarang terjadi pada musim kemarau}.
       (36){cempaka ini berkayu lunak},NAMUN tahan lama
                INGGRIS
       (41){I DON’T KNOW}{BUT I CAN LOOK FOR IT}.I:T NEG tahu tetapi 1:T bisa cari3:N:T ‘’Saya tidak tahu tetapi saya bisa mencari nya’’
       (42){I WAS CONFUSED}.{SO I SAID.I:TKOP:KLP bingung jadi I:T katakan:KLP NOTHING}.tidak apa-apa.”Saya bingung,jadi saya tidak mengatakan apa-apa”.
           Klausa berbatasan adalah klausa subordinatif yang tidak termasuk klausa lebih atas sebagai konstituen intinya.Biasanya klausa seperti itu adalah klausa adverbal.klausa adverbal terdiri atas 6 bagian yaitu:
      < temporal     (44)                                             < final                  (50)
      < kausal           (45)                                            < konsekutif      (51)
      < kondisional (47)                                             < konsesif           (52)
               INDONESIA
         (44){pemindahan di lakukan }, {SEWAKTU kecambah masih pendek}
         (45){Daun kantil umumnya berwarna hijau},{KARENA  mengandung zat hijau}.
         (47){JIKA kendaran di angkat },{gunakan penunjang tetap}.
         (50){susunan dan komposisi makanan pokok harus ada},{AGAR ransum memenuhi syarat kesehatan dan gizi}.
         (51){Makanan terlalu basah akan membasahi tubuh anak itik},{SEHINGGA bulunya menggumpal dan menjadi jarang}.
         (52){Orang itu tidak suka menyombomgkan diri},{MESKIPUN  sebenarnya dia terpilih menjadi siswa teladan].
                INGGRIS
         (55){SHE FELL}  {BECAUSE SHE WAS TRIPPED UP}3:F:T jatuh:KLP karena   3:F:T terantuk.”Dia jatuh karena terantuk kakinya”.
         (58){IT BEGAN TO RAIN},{SO THAT WE HAD TO STAY  3:Y mulai PINF hujan sehingga I:J harus:KLP tinggal  AT HOME }di rumah.’’mulai hujan,sehingga kami terpaksa tinggal di rumah’’.
              (7)TUMPANG-TINDIH KOORDINASI DAN SUBORDINASI
            Bandingkan contoh sebagai berikut:
                 INDONESIA
          (60){Ada gula}.{akibatnya ada semut}
          (61){Ada gula}.{sehingga ada semut}
          (62){Kalau ada gula}.{ada semut pula}
          (63){Ada gula}.{ada semut}
         Dalam (60) kita lihat dua kalimat tunggal,jadi masing-masing klausa mandiri.Kata akibatnya memarkahi kalimat ke dua sebagai ‘’konsekutif’’,tetapi’’kekonsekutifan’’tersebut betrsifat leksikal saja tidak gramatikal.
                
                INGGRIS
           (64){TOUCH THE PEARL},{AND I’ II SHOOT YOU}.Sentuh ART:DEF permata dan I:T VBKF tembak 2:T .’’Kalau anda sentuh perm ata,anda akan saya tembak’.
           (65){DO THIS},{AND YOU WILL BE SORRY}.Buat ini dan 2:T VBKF tembak 2:t.’’Kalau anda berbuat demikian,anda akan menyesal hal itu’’.
        Contoh-contok seperti ini menunjuk kan bahwa perbedaan antara konstruksi subordinatif dan konstruksi koordinatif tidak selalu jelas,sedikitnya tidak dari sudut gramatikal semata-mata.
         Struktur gramatikal klausa bawahan dalam bahasa jerman,belanda dan nggris adalah menarik karena perbedaan-perbedaan tertentu diantara ketiga bahasa yang serumpun ini dan yang di turunkan dari suatu bahasa purba yang sama (yaitu bahasa german purba).klausa bawahan dalam bahasa jerman dan belanda beruntun OV ,sedangkan dalam bahasa inggris runtunnya adalah VO,
                JERMAN
           (69){ICH LESE DAS BUCH }:T:NOM baca :I:T:KPR:IND:AKT ART:DEF buku:T:AK {WEIL ICH NUR SOLCHE BUCHER LESEN WILL} karena I:T NOM  hanya macam itu buku J:AK baca ingin ‘’saya membaca buku ini,karena saya hanya ingin membaca buku-buku macam itu.’’
                BELANDA
             (70){IK LEES DIT BOEK OMDAT I:T:NOM baca:I:T:KPR:IND:AKT PRDM buku:T karena IK ALLEEN ZULKE BOEKEN WIL LEZEN}.ILT:NOM hanya macam:itu buku:J ingin baca.’’saya membaca buku itu,karena saya hanya ingin membaca buku-buku macam itu.’’atau {IK LEES DIT BOEK} {OMDAT IK ALLEEN ZULKE BOEKEN LEZEN WIL}.
                                                                                                                                                                  

                      INGGRIS
              (71){I READ THIS BOOK } {because I ONLY WANT TO READ THAT KIND OF BOOKS}’’saya membaca buku itu,karena saya hanya ingin membaca  buku-buku macam itu’’.
            Seperti nampak dalam contoh-contoh itu,urutan OdanV dalam klausa induk adalah VO dalam ketiga bahasa ini.Hanya dalam bahasa Inggris saja kita temukan ukuran VO juga dalam klausa bawahan.Akan tetapi ada perbedaan di antara bahasa jerman dan Belanda dalam hal ini.Dalam bahasa jerman bentuk finit dari verba (yaitu verba bantu will)merupakan konstituen paling akhir,dan tidak dapat  mendahului bentuk infinitif lessen.
             (8) TIPOLOGI KOORDINASI DAN SUBORDINASI
         Meskipun baik koordinasi maupun supordinasi kita temukan dalam semua atau hampit semua bahasa yang berurutan VO,namun koordinasi lebih cocok dengan  tipologi VO,sedangkan subordinasi lebih cocok dengan tipologi OV.contohnya;
             JEPANG
         (72){HIKOOKI GA OCHITE}{HITU GA TAKUSAN SHINIMASHITA}.Pesawat PS jatuh    orang PS banyak tewas .’’pesawat jatuh terbang dan banyak orang tewas’’.
         (74){ANO HITO WA OOKIKU –TE}.{SUYOI DESU} ini orang PT besar    kuat KOP’’ orang ini  adalah tinggi dan kuat’’.
          Perhatikan sufiks =te dalam (72)-(74):bentuk verba dengan sufiks tersebut adalah bentuk nonfinit sehingga struktur klausa pertama mirip sedikit dengan klausa buntung(dari pasal (5).

BAB 19
SINTAKSIS FRASA: FRASA NOMINAL, TIPE NOMINA+NOMINA
1.      Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Periksalah kalimat (1)
Indonesia
(1)   {secara(lebih mendalam}}kita {akan membahas}{kemampuan{menilai{{prestasi belajar}}siswa}}} {kepentingan{pengajaran{yang lebih baik}}}
Diatas disebutkan bahwa frasa adalah bagian fungsional. Kualifikasi “fungsional” menyatakan bahwa bagian ini sebagai konstituen di dalam konstituen yang lbih panjang. Contoh tadi kemampuan menilai presctasi belajar siswa berfungsi sebagai objek pada verba membahas: sebagai contoh mendalam adalah konstituen keterangan yang memodifikasi verba membahas. Dalam (1) urutan kata mendalam kita atau pengajaran yang, tidak merupakan frasa karena tidak merupakan bagian fungsional di dalam konstituen yang lebih panjang.
Dalam bab 19 dan bab 20 frasa verbal yang sama dengan predikat (tunggal) “Perifrastis” atau predikat “Serial” tidak akan diperiksa karena sudah di bahas di bab 13.
Indonesia
(2)   Guru menguraikan teori ini
(3)   Guru menguraikan tentang teori ini
Pendek kata, dalam kedua contoh ini objek pada verba menguraikan berupa frasa nomina dapat berupa pula frasa aposisional. Demikian pula nomina yang di artikan pemilik dapat mengikuti yang termilik saja.

2.      Berbagai jenis frasa nominal, tipe nomina+nomina
Frasa nominal terdiri atas nomina induk dan atribut. Atribut dapat berupa nomina, jadi tipe frasa dengan atribut yang demikian berupa nomina+nomina. Perbedaan struktur sintaksis kedua tipe frasa nominal sangat penting.
Pokok-pokok frasa nomina+nomina
a)      Hubungan semantic diantara induk dan atribut
b)      Frasa posesif
c)      Frasa penindakan
d)     Frasa dengan atribut nominal rangkap serial
e)      Frasa dengan atribut nominal rangkap terkandung
f)       Frasa dengan aposisi sebagai atribut
g)      Frasa dengan semiatribut penyalin
h)      Frasa dengan nomina induk penggolong

Baik frasa tipe nomina+nomina maupun frasa tipe nomina+non nomina terdiri atas konstituen induk dan konstituen bawahan yaitu atribut sedangkan hubungan antara konstituen-konstituen subordinatif.
3.      Hubungan semantic diantara induk dan atribut
Apabila sintaksis frasa tipe nomina+nomina dibandingkan dengan sintaksis frasa tipe nomina+non nomina maka hal yang menarik perhatian berikut: hubungan semantis diantara nomina induk dan nomina atribut dalam frasa tipe nomina+nomina adalah fleksibel, dibandingkan dengan frasa tipe nomina +non nomina contoh (6 dan 7)
Indonesia
(6) patumg seniman
(7) kamus pak Subroto
Konstituen induk adalah patung dan kamus: dan atribut adalah seniman dan Pak Subroto. Bila (6) menyatakan bahwa patung dibuat oleh seniman, atribut berupa pelaku terhadap induk. Bila (6) menyatakan bahwa patung adalah milik seniman, hubungan semantic adalah posesif, dengan induk sebagai termilik dan atribut sebagai pemilik. Kedua analisis ini (induk sebagai pelaku, dan induk sebagai yang termilik) berlaku pula pada (7).
4.      Frasa Posesif
Frasa seperti (6) – (12) kadang-kadang di sebut frasa “posesif”, dalam arti yang begitu luas sehingga konsep milik menjadi agak kabur. Maka dari itu, frasa nomina+nomina dengan hubungan antar konstituen semantic yang posesif dalam arti yang lebih terbatas pantas diteliti sebagai suatu kelas sendiri-sendiri.
Kedua kelas nomina itu tidak hanya dibedakan secara semantis saja tetapi juga secara gramatikal, sedemikian rupa sehingga nomina  milik  tak terasingkan diperlukan dengan cara khusus, secara morfologis, atau secara sintaksis atau kedua-duanya.
Paulohi (Pulau seram., sudah punah)
(13) u-utu ‘kutu-ku’.,mu-utu ‘kutu-mu’.,(dan seterusnya)
Ina-u ‘ibu-ku’.,ina-mu ‘ibu-mu’ (dan seterusnya)
Tidak jarang nomina milik tak terasingkan di temukan hanya dengan sufiks posesif saja, sedangkan nomina tanpa sufiks itu adalah bentuk terikat.


5.      Frasa Penindakan
Dalam frasa tipe ini, nomina induk adalah nomina deverba artinya nomina yang di derifasikan dari verba, dan dengan demikian dapat membawa arti keajentifan atau penindakan. Keajentifan dalam kontsek ini berarti bahwa nomina diderifasikan dari verba transitif;dan penindakan bila diderifasikan dari verba intransitif.
Nomina yang demikian ada dua jenis (a) nomina membawa arti kegiatan, (b) nomina induk membawa arti penggiat.
Indonesia
(26) induk “transitif”
      (a) penulisan surat; penerbitan buku
      (b) penulis surat; penerbit buku
(27) induk “intransitif”
      (a) kedatangan tamu; keberangkatan menteri
      (b) pendatang;  pejalan; pekerja;pelaut
6. Frasa dengan atribut
Dengan istilah “atribut rangkap serial” dimaksudkan atribut dua atu lebih, yang di rangkaikan secara koordinatif dengandan, atau dan lain sebagainya
Indonesia
(32) rumah bapak dan ibu Sumarman
(33) pendidikan anak-anak dan orang dewasa
(34) pemimpin buruh dan majikan
(35) perbanyakan folder atau majalah
(36) tulisan rahmat dan pranjoto
7. Frasa dengan atribut nominal rangkap terkandung
            Yang dimaksud disini adalah frasa nominal tipe nomina+nomina, sedemikian rupa sehingga atributnya bersifat frasa nominal, entah tipe nomina+nomina ((40)-(42)) entah tipe nomina non nomina ((43)-(46))
           
            Indonesia
(40) milik ibunya guru
(41) umur kepala bagian penerangan
(42) pemahat patumg pahlawan
(43) milik ibu yang baik hati
(44) umur anak kecil
(45) pemimpin rakyat setempat
8. Frasa dengan atposisi sebagai berikut
Dalam frasa nominal yang atribut nomina yang namanya “atposisi” adalah atribut yang member keterangan tambahan tentang identitas orang atau benda yang di acu oleh nomina induk, seperti terlihat dalam contoh berikut
Indonesia
(50) Bapak Sriyono, Profesor Kedokteran pada Universitas ini
(51) Ruang ini, kamar makan untuk staf
(52) Presiden Republik Indonesia pertama, yaitu Soekarno
(53) Kondisi lain, yakni kondisi politis dan historis Negara kita
9 .Frasa dengan “semiatribut penyalin”
Indonesia
(67) Rumah (milik) Pak ali
(68) Surat (keterangan) jalan
(69) Cerpen (susunan) Ali
(70) Ruang (tempat) rapat
10. Frasa dengan induk penggolong
Banyak bahasa termasuk bahasa Indonesia, memiliki system nomina “penggolong” ; alat penggolong kelas nomina “atribut”. Contoh Indonesia adalah: buah, ekor, butir, dan lain sebagainya.

Indonesia

(71) se-batang rokok; se-buah almari; se-butir telur; se-carik kertas; se-ekor burung; se-orang wanita; se-pucuksurat; air anggur; air liur.



BAB 20
SINTAKSIS FRASA : FRASA NOMINAL,TIPE NOMINA + NON-NOMINA
1)      Pengantar
Dalam Bab 19,diuraikan tentang fleksibilitas semantis yang ada di antara induk dan atribut dalam frasa nomina+nomina. Fleksibilitas yang demikian tidak ada dalam frasa nominal dangan atribut non-nominal. Misalnya saja, dalam frasa yang terdiri dari nomina induk dan ajektiva,ajektifalah yang menentukan sifat semantis konstituen induk. Demikian pula,bila atribut berbentuk tentang nomina induk. Artinya seluruh relasi semantis antara induk dan atribut ditentukan oleh atribut non-nominal seperti ajektifa atau klausa.
Ada satu lagi perbedaan antara frasa nomina+nomina dan nomina + non nomina; yaitu dalam frasa nomina+ non-nomina,ada banyak kategori kata sebagai atribut . Disamping ajektiva dan klausa relatif ada juga atribut pronominal(anaforis,deiktris,interogatif,dan idefinit) dan pembilang.
Yang menarik perhatian dalam frasa nomina + non-nomina adalahsifat struktur sintaksisnya ,yaitu ada tidaknya “penyambung” untuk menyambung atribut dengan induk;alat yang demikian di sebut  perangkai.

2)      “Hierarki penyambungan” antara induk dan atribut

                    Menurut teori “Hierarki penyambungan” antara nomina induk dan atribut non- nominal induk  penyambungan tersebut dapat bersifat sangat rapat,sehingga konstituen perangkaian tidak diperlukan,sedangkan bila penyambungan tersebut tidak begitu rapat konstituen perangkaian dipakai secara opsional atau bahkan secara wajib. Misalnya dalam bahasa Indonesia,yang wajib hadir dalam(1) tetapi tidak wajib dalam(2):
                  Indonesia
1.      Anak (yang) telah datang
2.      Anak (yang) cerdas
Dalam frasa (1), perangkaian yang wajib hadir,karena tanpa yang ada konstruksi lain,yaitu kalimat anak telah datang. Sebaliknya anak (yang) cerdas mempergunakan perangkaian secara opsional.
                   Inti pokok teori “Hierarki penyambungan” dapat dijelaskan sebagai berikut.dalam setiap bahasa ada hierarki konstruksi frasa nomina + non-nomina sedemikian rupa sehingga hukum berikut berlaku: semakin tinggi frasa yang demikian dalam hierarki,semakin rapat pulalah sambungan antara induk dan atribut, sedemikian rupa sehingga perangkai dilarang atau paling-paling dipakai hanya secara opsional saja. Sebaliknya, semakin rendah frasa yang demikian dalam hierarki tadi, semakin kurang rapat sambungan antara induk dan atribut, sehingga perangkai dipakai secara opsional atau bahkan secara wajib.
     Pronomina relatif yang benar pun berstatus perangkai, karena menyambung nomina induk(sebagai antiseden) dengan klausa relatif(sebagai atribut). Namun namun dalam bahasa-bahasa Austronesia tadi tidak mutlak perlu ada pembedaan esensial antara atribut “relatif” dan atribut  “nonrelatif”.

3)      Frasa dengan atribut relatif: beberapa konsep pokok

Atribut dalam frasa nominal:
·         Pertama : istilah “anteseden” . Nomina induk dengan klausa relatif sebagai atribut adalah “anteseden” klausa relatif. Istilah “anteseden” sudah begitu biasa secara tradisioanal sehingga sebaiknya kita pertahankan, tetapi perlu dijelaskan disni bahwa “anteseden”  berarti bahwa nomina induk itu mendahului klausa relatif. Padahal,ada pula bahasa-bahasa dengan susunan terbaalik,nomina induk mengikuti klausa relatif. Namun,marilah kita mempertahankan istilah “anteseden” saja, entah apa susunan beruntuk induk atau atribut.
Anteseden + klausa relatif; klausa relatif+ anteseden; dan anteseden didalam klausa relatif
·         Kedua : kluasa relatif ada dua kelas semantisnya : klausa pembuka dan klausa pembatas. Perbedaan tersebut penting juga secara sintaksis.
·         Ketiga :  konstituen (entah bebas entah terikat ) yang memarkahi klausa relatif  sebagai klausa relatif dapat disebut “perelatif” ,akan tetapi “perelatif” itu tidak mutlak perlu berupa perangkai.
·         Keempat : perelatif dapat berupa perangkai pronominal,sehingga berstatus argumen didalam klausa relatif,atau merupakan objek adposisi.
·         Kelima : perelatif dapat berupa perangkai sebagai “penghadir” anteseden didalam klausa relatif.

4)      Susunan beruntun anteseden dan klausa relatif
Dalam contoh berikut anteseden dicetak tebal
            Ilokano (luzon,filipina)
            ART laki-laki PRK FPLK kawin
            ‘laki-laki yang kawin itu’

5)      Klausa relatif pembuka dan klausa relatif pembatas
Pentinglah pembedaan klausa-klausa relatif sebagai klausa “pembuka” dan klausa “pembatas”. Seperti di jelaskan dalam Bab 19, aposisipun dibedakan demikian. Artinya , klausa relatif pembuka tidak mutlak perlu untuk identifikasi antiseden. Sebaliknya, klausa relatif pembatas mutlak perlu hadir demi identifikasi tersebut.
Klausa relatif pembuka adalah “pikiran susulan”(yaitu Bab 19), yaitu keterangan yang ditambah demi alasan tertentu tetapi keterangan yang tidak perlu demi pengidentifikasian  nomina indu secara unik.
Pendek kata dalam bahasa Jepang klausa relatif mutlak perlu bersifat pembatas dan tidak dapat  bersifat pembuka, karena klausa pembuka merupakan pemikiran susulan dan pikiran susulan jelas tidak dapat berupa pranominal. Bila penutur Jepang ingin mengungkapkan keteranga yang bersifat pembuka, ia akan mengungkapkannya dalam klausa (independen) yang baru.

[6] Konstituen “perelatif” yang tidak berupa perangkai
          Dalam bahasa tertentu ada pemarkah klausa relatif yang tidak berupa perangkai. Pemarkah yang demikian diafikskan pada verba di dalam klausa relatif. Misalnya (pemarkah di cetak tebal):
  “kursi yang di rusak oleh seorang  petani kemarin”

(7) Konstituen “perelatif” yang berupa perangkai
            Perelatif perangkai  yang tidak pronominal  sudah di bahas dalam kerangka  “hierarki  penyambungan lihat pasal [2] di atas. Dalam bahasa yang bersangkutan, tidak adapembedaan sintaksis yang jelas antara atribut yang memakai  perangkai untuk atribut taraf 3 atau 2 dan untuk atribut taraf 1, yang berupa klausa relatif.
             Sebaliknya, perelatif itu dapat berupa pronomina, atau frasa adposisional dengan pronomina relatif sebagai objeknya.

(8)  Konstituen perelatif perangkai sebagai penghadir anteseden
                 Perangkai berupa prominal dan nonprominal, anteseden itu “dihadirkan” olehnya dalam klausa relatif dalam bentuk  tertentu. Dalam hal perelatif tanpa perangkai tidak selalu jelas status anteseden di dalam klausa relatif. Sebagai contoh dari jepang :
 ‘bis yang sedang di tunggu’ atau
‘bis yang sedang menuggu
[tidak jelas status anteseden di dalam klausa relatif itu subjek atau objek]
Sebagai contoh dari indonesia:
*orang yang saya mengundang
*orang yang saya mengundangnya
Jadi  artinya oran yang saya undang
*Surat  yang  saya akan tulis
*surat yang akan saya menulisnya
Jadi artinya surat yang akan saya tulis

(9)  Frasa dengan atribut “adverbial”
            Dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa indonesia dan bahasa inggris, adverbia atau frasa yang berfungsi adverbia.
 Contohnya (atribut di cetak tebal):
Bunga-bunga (yang) di meja ini
Pengumuman (yang) tadi malam itu
Rencananya (yang) ke jakarta itu
Rakyat( yang )setempat
Waktunya( yang) untuk istirahat( kurang) cukup
Kedatangan mereka( yang) dari solo

  [10] Frasa dengan atribut non-nominal rangkap serial
Atribut rangkap serial adalah atribut yang bagian-bagiannya tersusun secara koordinatif. Contoh  indonesia
Indonesia
(113) pernyataan (yang) itu dan (yang) ini
(114) Anak (yang ) ini dan (yang) itu
 [115] orang *(yang) baik dan (yang) bisa dipercaya
[116] orang (yang) ini (*dan yang di percaya)
Yang sebagai perangkat operasional atau wajib. Khusus dalam (116), jika atribut pertama adalah deiktis (taraf 6) dan yang akhir klausa relatif (taraf 1) maka atribut serial tidak mungkin, karena taraf-tarafnya terlalu berbeda. Sebaliknya, jika koordinasi atribut dalam (115) bisa, karena taraf-tarafnya (3 dan 1) tidak terlalu berbeda.

[11] Frasa dengan atribut non-nominal rangkap terkandung
Atribut rangkap terkandung adalah dua atau lebih atribut sedemikian rupa sehingga atribut P tergantung atribut Q. Misalnya :
Indonesia
(124) acara {{{tadi} {*(yang) menarik }} itu}
(125) acara {{tadi} {*(yang) kami lupa}}
(126) naskah {{(yang) ini} {*(yang) tidak sedikit itu}
Perhatikan sistem kurung (kurawal) yang sebagian terkandung.

[12] Frasa tanpa nominal induk
Kontituen induk dengan atribut relatif memiliki struktur sistematis yakni makna konstituen induk dibatasi oleh atribut relatif, entah dalam klausa pembuka, entah dalam klausa pembatas. Kadang-kadang atribut relatif begitu umum sehingga konsituen induk tidak perlu. Akibatnya, frasa tidak memiliki induk, dan perangkai menjadi induk-bahkan perangkai nonpronominal, seperti yang dalam bahasa indonesia dapat di katakan menjadi “yang sebagai pengganti”:
Indonesia
(131) yang itu/ini
(132) yang mana?
(133) yang banyak itu
Perhatikan bahwa itu dalam (131) adalah ektoforis dan dengan demikian termasuk taraf 2, bukan 1 (pada taraf 1 yang tidak mungkin, apalagi tanpa induk).

[13] Frasa nominal konjungsional
Frasa nominal terdiri atas konstituen induk dan konstituen bawahan. Frasa nominal dapat terdiri juga atas nominal yang di koordinasi, dengan atau tanpa konjungsi. Contoh berikut
Indonesia
(149) Sarju dan isterinya senang main catur
(150) (a) Sarju senang main catur dan isterinya senang main catur
  (b) Sarju senang main catur danisterinya juga
Dalam (149) Sarju dan isterinya tidak mutlak perlu di tafsirkan sebagai frasa nomina; konjungsional, karena (149) dapat di pandang sebagai bentukeliptis dari (150); yakni sebagai koordinasi bukan dari dua nomina melainkan dari dua klausa. Jadi frasa yang terdiri dari nomina+dan+nomina dapat di pandang sebagai nominalkonjungsional paling sedikit dalam konteks tertentu. Dalam bahasa indonesia maupun bahasa inggris, frasa konjungsional dengan nomina lebih daripada dua,konjungsi dan / and tidak wajib hadir kecali di depan nomina terakhir.





BAB 21
        FRASA ADPOSISIONAL,AJEKTIVAL DAN ADVERBAL

1.      Pengantar
Sintaksis frasa,disamping frasa nominal,juga meliputi frasa adposisional,frasa ajektival,dan frasa adverbial(mengingat bahwa frasa verbal lebih tepat dibahas dalam pembahasan predikat Bab 12). Sintaksis frasa dapat dipandang menurut struktur intrafasalnya dan menurut struktur  ekstrafasalnya. Misalnya, frasa preposisional dapat berfungsi sebagai objek secara ekstrafasal,ataupun sebagai konstituen keterangan, secara ekstrafasal pula (seperti dalam contoh (2) dibawah.
Indonesia
Ø  Guru menguraikan tentang teori ini.
Ø  Olah tanah dengan cangkul.
Padahal,secara intrafasal semua frasa yang dicetak tebal ini adalah sama: frasa   adposisional.

2.      Frasa adposisional : pengantar
               Ada beberapa pokok menyangkut frasa adposisional yang perlu di bahas dibawah yaitu:
a.       Adposisi dan “objekzz”-nya
b.      Adposisi berupa preposisi,posposisi dan ambiposisi
c.       Adposisi bertumpuk, yaitu konstituen induk terdiri yang terdiri dari dua adposisi
d.      Frasa adposisional bermarkah induk dan bermarkah bawahan
e.       Frasa adposisional sebagai atribut
f.        
3.      Adposisi dan “objek”-nya
Frasa adposisional terdiri tas adposisi sebagai induk dan kata atau frasa nominal sebagai konstituen bawahan. Konstituen tersebut dalam ilmu linguistik lazim disebut “objek”, artinya “objek” pada adposisi induk. Kita pun akan memakai istilah “objek” itu, dieja dengan “o” kecil”, untuk membedakannya dari “objek” (huruf besar) sebagai argumen klausa : artinya, objek pada verba.
Kebiasaan menyebut konstituen adposisi “objek” pernah muncul oleh karena dalam banyak bahasa adposisi berasal dari verba. Tumpang tindihnya kedua kelas kata itu, adposisi dan verba, masih terlihat dalam bahasa seperti bahasa Inggris (pasrtisipia presen), bahasa Indonesia(bentuk men-) dan bahasa tok pisin(bentuk –im):
Inggris
ü  Considering  this
Mempertimbangkan ini
‘karena hal ini’
            Indonesia
ü  Mengingat hal itu ;                              menurut dia:
Mempertimbangkan hal itu:                melebihi tuntutan
            Tok pisin
ü  Winim             hat        bilong             wara
Lebih: dari panasnya  PRP: POS air
“lebih panas dari air”
Selain dari itu, bahkan dalam hal adposisi berupa verbal, “objek” –nya belum tentu diperlalukan seperti objek pada verba predikatif. Misalnya, dalam bahasa indonesia bentuk verbal dengan men- dapat menyufiskan objek pronominal(misalnya membaca-nya , mengingat-nya), tetapi bentuk serupa sebagai objek adposisi tidak gramatikal: frasa adposisional mengingat hal itu tidak dapat diubah menjadi mengingat-nya dalam arti yang sama. Sebaliknya,banyak adposisi nonverbal dalam bahasa ini dapat menyufiskan objeknya dalam bentuk pronominal.

4.      Preposisi, posposisi, ambiposisi
Seperti sudah kita pelajari di atas, adposisi yang dapat mendahului objeknya disebut “preposisi”, sedangkan adposisi yang dapat mengikuti objrknya lazim dinamai “posposisi”.selain dari kedua jenis ini, ada juga apa yang kita sebut “ambiposisi”,yaitu adposisi dengan dua bagian, yaitu didepan dan dibelakag objeknya. (istilah “ambiposisi”, seperti juga istilah “ambifiks” dan “sirkumfiks” tidak sangat umum dipakai dalam ilmu linguistik).
Ada banyak bahasa yang tidak memiliki keselarasan infraklausal untuk susunan beruntun, sehingga frasa adposisional meliputi baik proposisi maupun posposisi.

(5)  AD Posisi bertumpuk
            Dalam penelitian antar bahasa kita temukan berbagai sistem adposisi bertumpuk. Periksalah sistem adposisi dalam bahasa inggris. Bahasa ini memiliki sitem adposisi
( Tunggal) yang cukup terperinci . menyangkut sistem adposisi bertumpuk dalam bahasa ini, sistem tersebut tergantung dari kebutuhan semantis( dengan kendala gramatikal tertentu), tetapi seluruh sistem adposisi adalah sistem yang terdiri dari banyak adposisi tunggal. Sistem kiranya dapat kita sebut sistem “ tipe Inggris”. Sebaliknya,dalam bahasa tertentu yang lain ada sistem yang agak lain sifat-sifatnya: jumlah adposisi tunggal hanya sedikit saja, sehingga kebutuhan semantis perlu di ungkapkan dengan sistem adposisi bertumpuk.
            Konstituen di depan long (kecuali paslain dan raun), bila dipakai tanpa long, dapat berfungsi sebagai nomina atau adverbia. Sedangkan aninit long dan antap long adalah preposisi bertumpuk dan baru dengan nomina berikut frasa preposisional, seperti :
                        Tok pisin
            Antap long haus                      ainit long haus
            Atas dirumah                          bawah di rumah
            ‘di atas rumah’                        ‘di bawah rumah
                       
(6) Frasa adposisional bermarkah induk dan bermarkah bawahan
           Frasa adposisional pemarkah induk ada dua jenisnya:
    Yang pertama pemarkahan adposisi secara prominal sebagai pengganti nomina. Misalnya untuk-nya, atau bagi-nya, menggantikan nomina artinya bila nomina hadir, tak ada pemarkahan  -nya tidak mungkin kontruksi seperti un-tuk-nya guru, haruslah untuk guru.
      Yang kedua pemerkahan adposisi induk adalah pemerkahan yang hanya menyertai, tidak mengganti  nomina objek, jadi ada baik pemarkahan (tebal) maupun nomina objek contohnya dari jerman:
Dengan anak-anak itu
Sejak perang itu
Selama waktu ini

(7) Frasa adposisional sebagai atribut
           Steruktur frasa dalam bab ini di bahas hanya dalam stuktur intrafrasalnya. Namun steruktur tersebut kadang-kadang tergantung dari ekstrafrasalnya.
           Dalam tradisi pembahasan gramatikal baik untuk bahasa inggris maupun bahasa indonesia tidak terlihat adanya masalah. Misalnya dalam bahasa inggris frasa proposional on the table dapat menjadi atribut pada the flowers, dalam bahasa indonesia frasa profesional di samping lemari dapat menjadi atribut pada kursi.
Contoh :(bahasa inggris)   - the flowers on the table
               (bahasa indonesia)  -kusi di samping lemari

(8) Frasa ajektival (pengantar)
           Frasa ajektival terdiri dari ajektiva sebagai induk dan konstituen bawahannya. Konstituen bawahan itu ada yang bermacam-macam , dan frasa ajektival dapat di golongkan menurut  jenis konstituen bawahan sebagai berikut :
[a] penegas negatif, penegas refleksif, penegas modal
[b] nomina milik yang tak terasingkan
[c] pembaku pada komparatif, superlatif, dan ekuatif
[d] adverbia atau frasa adverbial derajat
[e] nomina pengukur
[f] nomina  “aspek”
Contohnya:
(a)    Cara yang [tidak sehat],  (b) makanan yang [kurang baik]
(a)    Mawas diri (b) bangga diri (c) aku yang [sadar akan diriku]

(9) Frasa ajektival dengan pemodifikasi penegasan
          Penegasan dalam klausa ada praverbal (di sebelah kiri verba) dalam bahasa VO, dan posverbal (di sebelah kanan verba) dalam bahasa OV. Bahasa –bahasa yang secara konsisten mentaati “hukum DM” dan “hukum MD” secara infraklausal pula, akan menempatkan penegas dalam frasa ajektival di sebelah kiri ajektiva dalam bahasa VO, dan di sebelah kanannya dalam bahasa OV. Di bawah ini ada beberapa contoh tentang negasi:
(a) cara yang [tidak sehat]
(b) makalah yang [kurang baik]

(10)  Frasa ajektival dengan pemodifikasi milik tak terasingkan
              Perhatikan bahwa angkuh hati bukan frasa nominal (dengan hati sebagai induk dan angkuh sebagai atribut) melainkan frasa ajektival (dengan angkuh sebagai induk dan hatinya) sebagai bawahan dengan makna milik tak terasingkan.
Contohnya:
(a)    Orang yang [sombong pikirannya]
(b)    Orang yang [sombong adiknya]
Artinya orang yang pikirannya sombong adalah sombong, padahal orang yang adiknya sombong tidak sombong hanya karena adiknya demikian. Dalam hal ini pikiran orang dimiliki secara tak terasingkan tetapi orang lain (seperti adik).

[11] Frasa ajektival dengan pemodifikasi pembaku
Pembaku adalah konstituen bawahan pada ajektiva sebagai induk, sedemikian rupa sehingga induk itu berupa komparatif, superlatif, atau ekuatif.
Dalam bahasa latin, pembaku superlatif diberi bentuk jenetif
Latin                             
(78) alt-   issum-   us         onm-   ium
Tinggi SUPL  M:T:NOM semua  J:JEN
‘yang paling tinggi di antara semua’

[12] Frasa ajektival dengan pemodifikasi derajat
Dalam bahasa tertentu adverbia diber bentukmorfologis yang khas. Dalam bahasa ini, komparatif dan superlatif dari kelas ajektiva tertentu dibentuk secara frasal dengan more ‘lebih’ dan most ‘paling’ , seperti pada contoh berikut (bentuk *comfortabl-er dan *difficult-est tidak gramatikal)
(81) more luxurious                most difficult
Lebih dewasa                  paling sulit
‘lebih mewah’                 ‘paling sulit’

[13] Frasa ajektival dengan pemodifikasi pengukur
Perhatikan sintaksis inggris kontruksi: pemodifikasi pengukur mendahului ajektiva derajat positif, dan dapat didahului atau menyusul ajektiva derajat komparatif, pada hal, bila menyusul, harus dimarkahi dengan by:
Inggris
(82) thirty        meter-  s  high
Tigapuluh meter J tinggi
‘tinggi tigapuluh meter’



[14] Frasa ajektival dengan pemodifikasi “aspek”
Aspekdalam pemodifikasi ini berupa frasa adposisional. Bentuknya dapat juga verbal; pasif bila nomina yang di atributi oleh ajektiva mengalami apa yang di ungkapkan oleh verba, seperti dalam (87)-(89), aktif bila nomina yang bersangkutan melakukan apa yang diungkapkan oleh verba, seperti dalam (90):
Indonesia
(87) orang yang [pantas (untuk) dihargai]
(88) karya seni yang [indah dipandang]
(89) manisan yang [enak dikunyah]
(90) anak yang [pandai berbicara bahasa indonesia]

[15] Frasa adverbial
Frasa adverbial terdiri dari adverbia sebagai induk dan adverbia (atau frasa adverbial) lain sebagai konstituen bawahan.
Indonesia
(93) melakukan tugas [amat baik]; lari [sangat cepat]
Frasa adposisional sering berfungsi secara adverbial menurut peranan ekstrafrasalnya: seperti, misalnya: secara lucu; dengan mudah; with great difficulty; to a large extent; dan lain sebagainya.


BAB 22
SISTEM, STRUKTUR, DAN SISTEMATIK
1.      Pengantar
Dari istilah “struktur” dan “sistem” memiliki perbedaan yang tidak sulit di mengerti. Istilah “Struktur” adalah nama susunan tuturan. Sedangkan istilah “Sistem” sering di pakai untuk menamai setiap hubungan antara bentuk-bentuk yang termasuk dalam salah satu , tetapi tidak secara “struktual”.
Untuk mengaji bahan tertentu memang “struktur” dan “sistem” perlu di bedakan. Jadi kita memnutuhkan istilah baru yang mencangkup kedua-duanya yaitu istilah “sistematik”. Bentuk ajektivalnya adalah “sistematis”, dan bentuk ajektival dari “sistem” adalah “sistemis”. Bagan 14 memudahkan pengertian istilah-istilah yang bersangkutan.
2.      Struktur , sistem dan “distribusi”
Istilah “distribusi” dicetuskan oleh ahli linguistik Leonard Bloomfield. Istilah tesebut dapat dipakai dalam dua arti.
Pertama, “distribusi” di artikan sebagai sifat segmen atau konstituen di dalam struktur tertentu. Misalnya (1) Si Amin tidak mengenal putri yang berani itu.
Masing-masing segmen dapat di analisis menurut “distribusi”-nya di dalam kalimat atau di dalam segmen yang lebih pendek. Misalnya Si Amin adalah subjek pada predikat mengenal . kata tidak adalah penegas pada verba mengenal ,  kata berani tidak langsung termasuk seluruh klausa tetapi merupakan atribut pada konstituen induknya putri sebagai frasa putri yang berani. Ini adalah Analisis menurut distribusi struktual.
Kedua , “distribusi” adalah pengertian sistemis: yaitu menyangkut mungkin tidaknya salah satu konstituen struktual di ganti oleh unsur lain. Misalnya, Si Amin dapat diganti oleh nomina lain, demikian putri juga dapat di ganti dengan nomina lain.
Bila dua unsur dapat saling mengganti dalam struktur tertentu, maka distribusi kedua unsur tersebut adalah “paralel”.
3.      Beberapa jenis struktur
a.      Struktur fonetis
Secara fonetis vokal itu dimulai dengan bunyi hamzah. Bunyi hamzah dalam bahasa ini tidak pernah berstatus fonem, jadi kaidah dalam setiap kata bahwa setiap kata dalam bahasa jerman harus mulai dengan bunyi hamzah adalah kaidah fonetis bila fonem pertama dalam kata adalah vokal.
b.      Struktur fonologis
Struktur fonologis sebagai susunan fonem-fonem di dalam kata. Secara struktual fonem ini tidak pernah ditemukan pada awal kata.
Dalam hal ini lazimnya para ahli fonologi membedakan awal kata (namanya anlaut ), tengah kata (namanya in-laut), dan akhir kata (auslaut) ketiga istilah ini adalah nomina jerman yang sudah lama dipakai secara internasional (jadi huruf besar yang wajib dalam bahasa jerman pada awal nomina tidak wajib di pakai dalam bahasa lain).
c.       Struktur alofonemis
Struktur alofonemis tergantung dari lingkungan fonem yang ditemukan bentuk alofonemisnya, jadi bersifat struktual.
d.      Struktur morfemis 
Pembagian afiks atas prefiks, sufiks, infiks dan ambifiks adalah pembagian atas dasar struktual, karena menyangkut tempat dari afiks menurut jenisnya.
e.      Struktur alomorfemis
Contoh yang segera masuk akal adalah alternan-alternan dari prefiks indonesia meN-, karenatergantung dari lingkuhan susunan dari kiri ke kanan, dan demikian menyangkut struktur.
f.        Struktur sintaksis
Contoh yang jelas adalah susunan beruntun, secara klausal (SVO, VOS, VSO, SOV, OVS, OSV), dan secara frasal (misalnya atribut mendahului atau mengikuti nomina induk).
4.      Beberapa jenis sistem
a.      Sistem fonetis
Bunyi-bunyi di dalam bahasa tertentu, lepas dari khazanah fonem-fonemnya, tergantung dari sistem bunyi yang khas dalam bahasa itu.
b.      Sistem fonologis
Setiap bahasa memiliki sistem fonem, artinya kemungkinan alternan-alternan bunyi. Dalam sisitem fonem bahasa ini tidak ada fonem */g/ sebagai alternan bersuara untuk fonem /k/. Bunyi fonetis [g] hanya sebagai hasil asimilasi /k/ pada /d/ yang berikut, seperti dalam zakdoek.

c.       Sistem alofonemis     
Sistem alofonemis adalah spesifik untuk setiap bahasa. Meskipun fonem /t/ dalam bahasa inggris memiliki alofon [t] beraspirasi bila /t/ itu aadalah /t/ anlaut, namun dalam bahasa Belanda, yang memiliki fonem /t/ juga, tidak ada aspirasi demikian dalam sistem alofonis fonem tersebut.
d.      Sistem morfemis   
Sistem morfemis asalah sistem paradigmatis, mencakup paradigma verbal, nominal, pronominal, dll. Mencakup pula sistem derivasional, menurunkan kata dari kata lain dengan unsur-unsur morfemis.
e.      Sistem alomorfemis
Merupakan “paradigma” sendiri-sendiri, yaitu bentuk-bentuk alomorfemis dari fonem, menurut lingkungan.
f.        Sistem sintaksis
Sistem yang membatasi kemungkinan penggantian konstituen oleh konstituen lain. Dalam sistem sintaksis ada unsur yang berdistribusi paralel dan ada yang berdistribusi komplementer.
5.      Struktur endosentris dan struktur eksosentris
Konstruksi dapat berupa frasa, dapat pula berupa satu kata saja, yaitu kata polimorfemis.
Konstruksi endosentris adalah konstruksi yang berdistribusi paralel dengan induknya. Sebaliknya , konstruktur eksosentris adalah konstruksi yang berdistribusi komplementer dengan induknya (dalam kata polimorfemis, “induk” diartikan bentuk dasarnya).
Contoh (induk di cetak tebal) :
·         Gedung (yang) tinggi; pemandangan (yang) indah
·         Mengikuti ayah ; mengikuti-nya
·         Sangat jauh ; cepat sekali ; agak mahal

6.      Analisis pembagian langsung
Bersifat struktual, ditemukan oleh ahli linguistik Leonard Bloomfield. Struktur tertentu dapat dibagi atas konstituen-konstituennya, tetapi pembagian demikian hendaknya jangan dilakukan hanya menurut susunan dari kiri ke kanan.
Contoh Pembagian langsung dapat dilakukan dalam bentuk “pohon”, seperti bagan 17 berikut :
Analisis ini agak mudah, tetapi tidak jelas mengapa setiap langkah harus terdiri atas dua konstituen, tidak lebih. Periksa bagan 18 :

Dalam bagan ini segmen lalu saya jelaskan dianalisis sebagai lalu Ø+ saya jelaskan: konstituen nol adalah Objek yang merujuk kembali pada naskah. Alhasil : ada tiga konstituen, bukan dua. Demikian pula, dalam bagan 17, langkah pertama dapat membagi saya mau pergi ke Surabaya besok pagi menjadi tiga, bukan dua, konstituen , yaitu sayaǁmau pergi ǁ ke Surabaya besok pagi.
Dari penjelasan tadi sudah jelas bahwa analisis pembagian langsung tidak selalu memadai dan tidak mampu mendisambigukan.
 BAB 23
SEMANTIK
1.      Pengantar
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik itu dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik leksikal.
2.      Semantik gramatikal
Unsur pembawa makna yang terkecil yang bersifat gramatikal adalah morfem ; maksudnya, dalam konteks ini, morfem terikat, seperti afiks (tentunya leksem monomorfemis bermakna juga, tetapi termasuk semantik leksikal).
3.      Semantik leksikal: pengantar
Semantik leksikal menyangkut makna leksikal.  Bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-asasnya dinamai “leksikologi”.  Tugas yang lebih praktis, menyusun kamus dikenal sebagai “leksikografi”.
Makna leksikal dalam deskripsi linguistik lazimnya dimarkahi dengan tanda petik tunggal; misalnya, kita mengatakan bahwa kata rumah memiliki makna ‘rumah’.
Semantik leksikal secara leksikollogis mencakup segi-segi yang agak banyak jumlahnya. Antara lain, ada pokok-pokok berikut:
a.      Makna dan referensi
b.      Denotasi dan konotasi
c.       Analisi ekstensional dan analisis intensional
d.      Analisis komponensial
e.      Makna dan pemakaian
f.        Kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan kehiponiman.
4.      Makna dan referensi
Makna leksikal lazim dipandang sebagai sifat “kata” sebagai unsur leksikal. Misalnya, kata roti memiliki makna tertentu, akan tetapi selain dari makna tersebut kata roti memiliki juga sifat yang namanya “referensi” yaitu kemampuan kata roti untuk mengacu pada makanan tertentu. Yang diacu itu dinamakan “referen”. Sudah jelas bahwa referensi berhubungan erat dengan makna , jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal.


5.      Denotasi dan konotasi
Denotasi adalah referensi pada sesuatu yang ekstralingual menurut makna kata yang  bersangkutan. Sebaliknya “konotasi” kata adalah “arti” yang dapat muncul pada penutur akibat penilalian afektif atau emosional.
6.      Analisis ekstensional dan analisis intensional
Menurut makna ekstesionalnya kata X merujuk pada hal-hal yang ekstralingual, misalnya kata perabot merujuk pada perabot yang bermacam-macam.
Menurut makna intensional kata X terdiri atas sifat-sifat semantis tertentu, misalnya makna ‘perabot’, dalam kata perabot, secara intensional mengandung unsur-unsur semantis ‘perlengkapan’,’rumah tangga’, dll.
7.      Analisis komponensial
Istilah kekerabatan dalam bahasa indonesia dapat dibayangkan seperti sebuah jaringan , dengan simpul-simpul yang memiliki “identitas”-nya hanya secara “relasional”, yaitu menurut tempatnya terhadap simpul lain-lainnya dalam seluruh jaringan. Analisis semantik leksikal terhadap unsur-unsur leksikal itu dikenal dalam linguistik sebagai “analisis komponensial”.
8.      Makna dan pemakaian
Dalam ilmu linguistik ada manfaatnya untuk membedakan antara makna(leksikal) dan pemakaiannya. Menurut aliran tertentu dalam filsafat bahasa dapat di katakan bahwa kita bereferensi pada sebuah mimbar dengan memakai kata mimbar dan memang melalui ‘mimbar’ sebagai maknanya.
Pemakaian ini berdasarkan asosiasi tertentu antara mimbar sebagai sebuah perabot yang dipakai untuk berpidato dan kebebasan untuk mengutarakan pendapat. Pemakaian kata berdasarkan asosiasi tersebut dikenal sebagai “metonim”, atau pemakaian “metonimis”. Pemakaian nonkanonik seperti ini menjadi alasan mengapa kita membedakan makna dan pemakaiannya.
9.      Sinonim, antonim, homonim, hiponim 
Unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantis di antaranya. Kata X dan Y dapat berubah
·         “sinonim”(artinya X dan Y bermakna hampir sama)
·          “antonim”(dengan X yang bermakna kebalikan dari Y)
·         “homonim” (X dan Y bermakna lain tetapi berbentuk sama)
·         “hiponim” (arti ekstensional dari X merupakan sebagaian dari arti ekstensional dari Y)
10.  Kesinomiman
Dalam hubungan antar-sinonim ialah bahwa ada perbedaan nuansa, dan maknanya bole disebut “kurang lebih sama”.
Hubungan kesinoniman berlaku timbal-balik : kita dapat mengatakan bahwa nasib adalah sinonim  dengan takdir, ataupun sebaliknya: takdir adalah sinonim dengan nasib.
11.  Keantoniman
Hubungan keantoniman berlaku timbal-balik: kita dapat mengatakan bahwa mudah adalah antonim dari sukar, ataupun sebaliknya: sukar adalah antonim dari mudah.
Bila pasangan antonim bermakna kuantitas tertentu(khususnya ukuran), biasaanya ada kutub yang “positif” (tinggi, lebar, besar) dan kutub yang “negatif”(rendah,sempit, kecil), dan bila hubungan antonim di tiadakan demi suatu pengungkapan yang lebih umum(misalnya, kuantitas saja, khususnya ukuran saja) maka hubungan keantoniman di “netralisasi”-kan.
12.  Kehomoniman
Kehomoniman adalah hubungan di antara kedua kata(atau lebih), sedemikian rupa sehingga bentuknya sama dan maknanya berbeda. Misalnya, bisa ‘mampu’ dan bisa ’racun’  adalah homonim.
Hubungan homonim berlaku timbal-balik: kita dapat mengatakan bahwa bisa ’mampu’ adalah homonim dengan bisa ‘racun’ , ataupun sebaliknya: bisa ‘racun’ adalah homonim dengan bisa ‘mampu’.
13.  Kehiponiman
Hubungan kehiponiman dalam pasangan kata adalah hubungan antara yang lebih kecil (secara ekstensioal) dan yang lebih besar (secara ekstensional pula). Misalnya, kursi adalah hiponim terhadap perabot, dan merah merupakan hiponim terhadap berwarna.
Hubungan kehiponiman tidak berlaku timbal-balik, hubungan perabot terhadap kursi; perabot kiranya dapat dinamai “hiperonim” .

.
BAB 23
SEMANTIK
1.      Pengantar
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna. Semantik itu dibagi menjadi semantik gramatikal dan semantik leksikal.
2.      Semantik gramatikal
Unsur pembawa makna yang terkecil yang bersifat gramatikal adalah morfem ; maksudnya, dalam konteks ini, morfem terikat, seperti afiks (tentunya leksem monomorfemis bermakna juga, tetapi termasuk semantik leksikal).
3.      Semantik leksikal: pengantar
Semantik leksikal menyangkut makna leksikal.  Bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-asasnya dinamai “leksikologi”.  Tugas yang lebih praktis, menyusun kamus dikenal sebagai “leksikografi”.
Makna leksikal dalam deskripsi linguistik lazimnya dimarkahi dengan tanda petik tunggal; misalnya, kita mengatakan bahwa kata rumah memiliki makna ‘rumah’.
Semantik leksikal secara leksikollogis mencakup segi-segi yang agak banyak jumlahnya. Antara lain, ada pokok-pokok berikut:
a.      Makna dan referensi
b.      Denotasi dan konotasi
c.       Analisi ekstensional dan analisis intensional
d.      Analisis komponensial
e.      Makna dan pemakaian
f.        Kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan kehiponiman.
4.      Makna dan referensi
Makna leksikal lazim dipandang sebagai sifat “kata” sebagai unsur leksikal. Misalnya, kata roti memiliki makna tertentu, akan tetapi selain dari makna tersebut kata roti memiliki juga sifat yang namanya “referensi” yaitu kemampuan kata roti untuk mengacu pada makanan tertentu. Yang diacu itu dinamakan “referen”. Sudah jelas bahwa referensi berhubungan erat dengan makna , jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal.


5.      Denotasi dan konotasi
Denotasi adalah referensi pada sesuatu yang ekstralingual menurut makna kata yang  bersangkutan. Sebaliknya “konotasi” kata adalah “arti” yang dapat muncul pada penutur akibat penilalian afektif atau emosional.
6.      Analisis ekstensional dan analisis intensional
Menurut makna ekstesionalnya kata X merujuk pada hal-hal yang ekstralingual, misalnya kata perabot merujuk pada perabot yang bermacam-macam.
Menurut makna intensional kata X terdiri atas sifat-sifat semantis tertentu, misalnya makna ‘perabot’, dalam kata perabot, secara intensional mengandung unsur-unsur semantis ‘perlengkapan’,’rumah tangga’, dll.
7.      Analisis komponensial
Istilah kekerabatan dalam bahasa indonesia dapat dibayangkan seperti sebuah jaringan , dengan simpul-simpul yang memiliki “identitas”-nya hanya secara “relasional”, yaitu menurut tempatnya terhadap simpul lain-lainnya dalam seluruh jaringan. Analisis semantik leksikal terhadap unsur-unsur leksikal itu dikenal dalam linguistik sebagai “analisis komponensial”.
8.      Makna dan pemakaian
Dalam ilmu linguistik ada manfaatnya untuk membedakan antara makna(leksikal) dan pemakaiannya. Menurut aliran tertentu dalam filsafat bahasa dapat di katakan bahwa kita bereferensi pada sebuah mimbar dengan memakai kata mimbar dan memang melalui ‘mimbar’ sebagai maknanya.
Pemakaian ini berdasarkan asosiasi tertentu antara mimbar sebagai sebuah perabot yang dipakai untuk berpidato dan kebebasan untuk mengutarakan pendapat. Pemakaian kata berdasarkan asosiasi tersebut dikenal sebagai “metonim”, atau pemakaian “metonimis”. Pemakaian nonkanonik seperti ini menjadi alasan mengapa kita membedakan makna dan pemakaiannya.
9.      Sinonim, antonim, homonim, hiponim 
Unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantis di antaranya. Kata X dan Y dapat berubah
·         “sinonim”(artinya X dan Y bermakna hampir sama)
·          “antonim”(dengan X yang bermakna kebalikan dari Y)
·         “homonim” (X dan Y bermakna lain tetapi berbentuk sama)
·         “hiponim” (arti ekstensional dari X merupakan sebagaian dari arti ekstensional dari Y)
10.  Kesinomiman
Dalam hubungan antar-sinonim ialah bahwa ada perbedaan nuansa, dan maknanya bole disebut “kurang lebih sama”.
Hubungan kesinoniman berlaku timbal-balik : kita dapat mengatakan bahwa nasib adalah sinonim  dengan takdir, ataupun sebaliknya: takdir adalah sinonim dengan nasib.
11.  Keantoniman
Hubungan keantoniman berlaku timbal-balik: kita dapat mengatakan bahwa mudah adalah antonim dari sukar, ataupun sebaliknya: sukar adalah antonim dari mudah.
Bila pasangan antonim bermakna kuantitas tertentu(khususnya ukuran), biasaanya ada kutub yang “positif” (tinggi, lebar, besar) dan kutub yang “negatif”(rendah,sempit, kecil), dan bila hubungan antonim di tiadakan demi suatu pengungkapan yang lebih umum(misalnya, kuantitas saja, khususnya ukuran saja) maka hubungan keantoniman di “netralisasi”-kan.
12.  Kehomoniman
Kehomoniman adalah hubungan di antara kedua kata(atau lebih), sedemikian rupa sehingga bentuknya sama dan maknanya berbeda. Misalnya, bisa ‘mampu’ dan bisa ’racun’  adalah homonim.
Hubungan homonim berlaku timbal-balik: kita dapat mengatakan bahwa bisa ’mampu’ adalah homonim dengan bisa ‘racun’ , ataupun sebaliknya: bisa ‘racun’ adalah homonim dengan bisa ‘mampu’.
13.  Kehiponiman
Hubungan kehiponiman dalam pasangan kata adalah hubungan antara yang lebih kecil (secara ekstensioal) dan yang lebih besar (secara ekstensional pula). Misalnya, kursi adalah hiponim terhadap perabot, dan merah merupakan hiponim terhadap berwarna.
Hubungan kehiponiman tidak berlaku timbal-balik, hubungan perabot terhadap kursi; perabot kiranya dapat dinamai “hiperonim” .

.


      BAB 24
      DEIKSIS
1.      Pengantar
Deiksis adalah semantik yang berpakar pada identitas penutur. Semantik itu dapat bersifat gramatikal, dapat bersifaat leksikal pula; bila leksikal, dapat menyangkut semantik semata-mata, dapat menyangkut juga ferensi.
2.      Deiksis leksikal pronominal : pengantar
Sistem pronominal dalam semua bahasa terdiri atas sistem-sistem yang lebih terbatas. Selain dari pronomina personal ada pronomina demonstratif dan pronomina indefinit ; banyak bahasa juga memiliki sistem pronomina posesif dan pronomina relatif.
3.      Deiksis dalam sistem pronomina personal
Pronomina personal dapat di bedakan menurut persona (pertama, kedua, ketiga), jenis (maskulin, feminin, dan dalam banyak bahasa, menurut jenis yang lain yang berdasarkan sistem penggolong nominal), dan jumlah (tunggal,jamak, dan dalam bahasa tertentu dual dan trial pula, dan/atau paukal).
4.      Pengacuan nondeiktis untuk penutur dan si tersapa
Dalam banyak bahasa ada kendala-kendala sosial yang “melarang” pemakaian pronomina personal untuk penutur dan si tersapa secara langsung. Misalnya, penutur dapat menyebut diri adik, atau abdi, atau hamba, atau penulis; bahkan pronomina saya berasal dari sahaya ‘pengabdi’ : semuanya ini dalam hubungan sosial dari bawah ke atas. Sebaliknya, orang tua pun bila berbicara dengan anaknya, tidak jarang mempertahankan pengacuan pada dirinya dan anaknya dengan penyebutan nominal , misal dengan memakai nomina ibu dan bapa, atau Sri.
Contoh :
·         Bapak sudah punya
[Bapak dapat berarti ‘dia’atau ‘anda’]
5.      Deiksis dalam sistem pronomina posesif
Sistem posesif pronominal agak berbeda-beda dalam bahasa yang berbeda. Banyak bahasa barat memilliki sistem pronomina posesif, seperti dalam bahasa inggris (my, your, his, her, our, dan seterusnya) atau bahasa jerman (mein, dein, sein, ihr, unser, dan seterusnya)
Dalam bentuk posesif pun, persona ketiga sering berperanan sebagai bentuk halus , dalam komunikasi dari bawah ke atas.
Contoh :
·         Bapak, bagaimana {pengalaman-nya / pengalaman Bapak } ?
6.      Pronomina dalam bentuk klitika 
Pronomina dapat diafikskan pada nomina untuk makna posesif. Pada verba dapat diafikskan sebagai pelaku atau pasien, dalam bahasa pemarkah induk, seperti bahasa indonesia: sebagai pelaku ku- dan kau- (ku-beli, kau-beli), atau sebagai Pasien –ku dan –mu (mengundan-ku, mengundang-mu).
7.      Deiksis dalam sisitem pronomina demonstratif
Pronomina persona ketiga tidak bersifat deiktis, kecuali bila bersifat demonstratif. Pronomina demonstratif adalah pronomina seperti ini dan itu dalam bahasa indonesia, dapat dibedakan juga menurut “persona”-nya. Pronomina ini mengacu pada sesuatu yang di tempat penutur, jadi dapat disebut pronomina “persona pertama”. Seballiknya , itu mengacu pada sesuatu tempat penutur, jadi dapat disebut pronomina “persona ketiga”.
Contoh:
·         Meja (*yang) itu
[artinya,meja yang dimaksud secara anafosis, jadi endofosis]
·         Meja (yang) itu/ini
       [artinya, meja yang dimaksud secara ektoforis]
Dalam banyak bahasa pronomina demonstratif bertumpang-tindih dengan pronomina personal persona ketiga dan dengan artikel atau penentu.
8.      Deiksis leksikal adverbial
Yang disebut “adverbial” disini tidak hanya mencakup adverbia ( seperti here ‘di sini’ atau there ‘di sana’ dalam bahasa inggris) tetapi juga frasa (khususnya adposisional) yang menurut struktur ekstrafrasalnya berperan secara adverbial.
Contohnya di sana dan di sini dalam bahasa indonesia. Dalam pasal ini,istilah “adverbia” di anggap merujuk baik pada adverbia maupun pada frasa adposisional dengan peranan adverbial.
Deiksis leksikal adverbial mencakup adverbia yang mengacu pada ruang (adverbia lokatif) dan pada waktu (adverbia temporal).
9.      Deiksis leksikal verbal
Menurut makna leksikalnya, ada verba yang deiktis dalam semua bahasa. Misalnya , dalam bahasa indonesia datang berarti ‘bergerak menuju penutur’ dan pergi berarti ‘bergerak menjauhkan diri dari penutur’.
10.  Deiksis gramatikal
Bentuk gramatikal deiksis nampak dalam bentuk verbal dengan persesuaian dengan Argumen (subjek atau Objek) pronominal, seperti di uraikan di atas; dan juga dalam bentuk morfologis.
Bentuk verbal gramatikal yang jelas deiktis adalah imperatif. Imperatif sebagai penyapaan, karena yang disapa adalah persona kedua. Tetapi imperatif dalam bentuk lain mengungkapkan kehendak penutur, misal dalam imperatif Buatlah hal itu segera! Persona kedua disapa. Tetapi optatif seperti Hendaknya dibuat segera!, meskpun dalam bentuk sapaan, mengungkapkan kehendak penutur.
11.  Pembalikan deiksis
Pembalikan deiksis adalah penciptaan dasar deiktis bukan dalam persona penutur, tepat penutur atau saat penutur melainkan dalam persona lain penutur beridentifikasi dengannya.
Contoh untuk deiksis tempat :
·         Apa sumarwan ada di sini ?
Sebagai sesuatu yang dikatakan orang kepada anda melalui telpon. Ada verbia di sini tidak menyangkut tempat penutur melainkakn tempat anda: sekali lagi, si tersapa diberi status persona pertama.


bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp