Multikulturalisme Dalam Puisi Joko Pinurbo Dan Cerpen Seno Gumira Ajidarma
pixabay.com |
Pendahuluan
Indonesia
adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan agama. Negara
Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda
tetapi tetap satu. Melalui semboyan itulah masyarakat Indonesia dikenal dengan
dengan istilah masyarakat multikultural.
Multikulturalisme
adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang
ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang
penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural)
yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya,
kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Menurut
Parekh (2009: 230-231) dalam kutipan jurnal Rina Novita, dkk, suatu masyarakat
yang homogen secara kultural memiliki berbagai kelebihan. Namun demikian,
masyarakat tersebut memiliki kecenderungan untuk menjadi tertutup, tidak
toleran, tidak menyukai perubahan, takut mengecil dan opresif, dan melemahkan
perbedaan-perbedaan, penyimpangan-penyimpangan, dan eksperimen dalam hidup.
Pada dasarnya multikulturalisme merupakan pandangan dunia tentang
berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang toleransi terhadap
realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang ada di dalam kehidupan
bermasyarakat. Wujud lain multikulturalisme juga dapat dilihat dari kesadaran
politik. (Azyumardi Azra, 2007)
Salah satu cara mengenalkan multikulturalisme kepada masyarakat adalah
dengan mengenalkannya karya sastra. Hal ini mengandung pengertian, karya sastra
dan kehidupan nyata selain memiliki otonomi tersendiri, keduanya memiliki
hubungan timbal balik. Menjadikan dasar untuk pengarang dalam menciptakan karya
sastra yang diilhami oleh fenomena kehidupan.
Asri (2010:3) dalam kutipan jurnal Rulita Marinda, dkk mengatakan bahwa
karya sastra merupakan refleksi pada zaman karya sastra itu ditulis yaitu
masyarakat yang melingkupi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak
dapat lepas darinya. Pendekatan sosiologi bertolak dari asumsi bahwa sastra
merupakan cerminan kehidupan masyarakat, melalui karya sastra seorang.
Sastra jika dilihat dari perspektif mimetis, maka dimaknai sebagai
tiruan atau cerminan masyarakat. Sastra tidak lahir dari kekosongan zaman, ada
sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat yang kemudian dikonstruksikan
secara imajiner oleh pengarang (sastrawan) melalui karyanya (Teeuw: 2015).
Pengarang melalui karyanya memiliki motif dan tujuan tertentu untuk
menggambarkan realitas masa sebagai pembelajaran bagi pembaca maupun
masyarakat. Hal ini seperti Joko Pinurbo melalui puisi-puisinya dan Seno Gumira
Ajidarma melalui prosa yang diciptakan.
Kehadiran dua tokoh, Joko Pinurbo dan Seno Gumira Ajidarma dalam
kesustraan Indonesia memiliki genre berbeda. Joko Pinurbo dengan genre puisinya
mampu memberikan edukasi terhadap pembaca terutama pentingnya toleransi di
Indonesia. Hal ini dimaksud karena di Indonesia yang akhir-akhir sering terjadi
komflik identitas perlunya memiliki rasa toleransi untuk menjaga keutuhan
Indonesia. Dalam puisi Joko Pinurbo yang berjudul Agama Khong Guan dan
judul Sebuah Cerita Untuk Gus Dur adalah menggambarkan pentingnya
toleransi dan tanpa menyinggung antar agama.
Bedahalnya dengan Seno Gumira, Seno menulis karya sastra bergenre prosa
yang lebih menekankan keindahan teks. Namun, keindahan ini tidak dimaknai
sebagai suatu yang kosong melainkan bagaimana keindahan tersebut menjadi hidup
dan menyatu dengan diri pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mempuyai hati
yang dingin dan tidak mudah terbawa pada suasana yang akhirnya menjadi konflik.
Sepeti cerpen yang ditulis oleh Seno Gumira yang berjudul Sepotong Senja
Untuk Pacarku dan judul Jawaban Alina adalah karya membicarakan
senja yang seakan-akan senja adalah bagian dari kehidupan.
Berkaitan dengan latar belakang diatas maka topik dalam penelitian
ini memuat nilai-nilai Multikultural
serta proses karya dproduksi oleh Joko Pinurbo dan Seno Gumira Ajidarma.
METODE
PENELITIAN
Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong
(2017:6) Menurut Moleong (2017:6) metode penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur
analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Disini penelitian kualitatif
tidak menggunakan angka-angka statistik dalam analisisnya. Namun penelitian
kualitatif menggunakan sebatas penjelasan deskriptif yang menjelaskan data yang
bersangkutan dengan situasi yang terjadi, sikap serta pandangan masyarakat
terhadap nilai multikultural.
Sumber
data penelitian ini yaitu (1) puisi yang berjudul Agama Khong Guan dan Sebuah
Cerita Untuk Gus Dur karya Joko Pinurbo. (2) cerpen berjudul Sepotong
Senja Untuk Pacarku dan judul Jawaban Alina karya Seno Gumira Ajidarma.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik pustaka dan analisis isi (analysis content). Data dalam penelitian ini
dikumpulkan dengan cara teknik pustaka dan analisis isi.
HASIL
PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini dilakukan melalui tiga tahap pendeskripsian yaitu, peneliti mengumpulkan
dan mengidentifikasi nilai-nilai keberagaman dalam puisi dan cerpen, kemudian mengidentifikasi
dua puisi, yaitu Agama Khong Guan dan Sebuah Cerita Untuk Gus Dur karya
Joko Pinurbo dan dua cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku dan Jawaban
Alina karya Seno Gumira Ajidarma.
1. Puisi
Joko Pinurbo
Pada
31 Agustus 2019, puisi-puisi Joko Pinubo dengan judul Khong Guan menghiasi
di halaman koran Kompas. Ada satu puisi dari dua belas puisi tersebut berkonten
keberagaman atau toleransi dengan judul Agama Khong Guan. Puisi Agama
Khong Guan menggmbarkan bahwa hidup dalam toleransi adalah kebahagiaan
tanpa ada rasa curiga antar beda agama. Pada hakikatnya manusia membutuhkan
kedamaian dan ketenangan dalam hidup. Tapi dengan seringnya konflik akhirnya
membuat saling curiga antar satu orang dengan orang lain. Berikut Puisi Agama
Khong Guan.
Agama
Khong Guan
Rengginang
Bersorak
Ketika
agama-agama menyatu
Dalam
kaleng khong guan
Pengambilan
diksi khong guan sebagai simbol toleransi dalam agama patut diapresiasi. Khog
guan merupakan produk makanan selalu hadir dalam acara-acara besar semua agama
di Indonesia. Seperti, Lebaran bagi
orang Islam, Natal bagi Kristiani, dll. Kehadiran khong guan yang diterima oleh
semua agama belum pernah ada pertanyaan siapa yang membuat kue khong guan,
bagaimana proses khong guan diproduksi. Khong guan dijadikan simbol keberagaman
bagi semua agama tanpa ada klaim milik agama tertentu.
Kehadiran
puisi Agama Khong Guan diharapkan masyarakat Indonesia hidup dengan
mengedapankan toleransi, tanpa ada klaim mana yang lebih benar. Karena
dasarnya, kita ini adalah sama—sebagai masyarakat Indonesia tanpa harus
mencurigai terhadap orang lain.
Puisi
Agama Khong Guan oleh Joko Pinurbo diciptakan karena melihat Indonesia
yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. krisis identitas mejadi pergulatan
setiap harinya sehingga menciptakan konflik terutama dalam agama. Joko Pinurbo
melalui puisinya mengajak masyarakat untuk mengedepankan toleransi tanpa harus
mencurigai orang lain. Dengan hidup berdampingan, maka konflik akan selesai
perpecahan akan terhindarkan.
Dengan puisi pada 2016, Joko Pinurbo menghadirkan
puisi dengan pesan religuitas, bermaksud turut menanggulangi pengerasan sikap
beragama dengan himpitan kekuasaan, ekonomi, dan kekuatan modal. Joko Pinurbo
memilih Gus Dur menjadi sandaran berbagi cerita tentang pemaknaan agama. Beriku
puisi Joko Pinurbo mengenai agama.
Sebuah Cerita Untuk Gus Dur
Saya penduduk baru di kampungitu. Setelah
seminggu mendekam saja di rumah, akhirnya
saya berkenalan dengan seorang penduduk lama
yang supel dan ramah. Ternyata saya dan dia
sama-sama penyuka kopi yang sulit bangun pagi.
Suatu sore ia mengajak saya ngopi di rumahnya.
Ia menghidangkan kopi tokcer dan kue enak.
Kami berbahagia bersama, berbincang tentang
hubungan antara kopi, rindu, dan insomnia.
Saat saya bersiap pulang, tiba-tiba ia bertanya,
“Eh, agamamu apa?” Kepala saya tuing-tuing.
saya berpikir apakah kopi tokcer dan kue enak
yang membahagiakan itu mengandung agama.
Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,
“Tuhan saja tidak pernah bertanya apa agamaku.”
(2016)
Kita simak bait kedua dalam puisi berjudul Sebuah
Cerita untuk Gus Dur.
Suatu sore ia mengajak saya ngopi di rumahnya./ Ia
menghidangkan kopi tokcer dan kue enak./ Kami berbahagia bersama,
berbincang-bincang tentang/ hubungan antara kopi, rindu, dan insomnia.
Pada puisi bait tersebut belum memunculkan kejutan dan
berbicara mengenai kehangatan minum kopi bersama. Namun pada bait ketiga,
pembaca mengerti seruan Joko Pinurbo:
Saat saya bersiap pulang,
tuba-tiba ia bertanya,/ “Eh, agamamu apa?” Kepala saya tuing-tuing./ Saya
berpikirapakah kopi tokcer dan kue enak/ yang membahagiakan itu mengandung
agama./ Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,/ “Tuhan saja tidak pernah
bertanya apa agamaku.”
Situasi wagu dan tak beres itu mulai menjangkiti
Indonesia. Agama malah dijadikan patokan untuk meruncingkan perbedaan dan
pemunculan permusuhan. Berbeda agama berarti sengketa atau bersimpangan, bukan
saling bergandengan atau saling berpelukan. Pada puisi tersebut, Joko Pinurbo
tak mengumbar tawa. Keinsafan bahwa tawa tak harus selalu bermekaran dalam
puisi membuat pembaca berhak memungut seruan-seruan berkaitan pemaknaan agama
di Indonesia.
2. Cerpen
Seno Gumira Ajidarma
Pada
1991 cerpen pertama dari trilogi Sepotong Senja Untuk Pacarku yang ditulis
oleh Seno Gumira Ajidarma menekankan keindahan. Cerpen ini berksisah seorang
Sukab sangat mencitai Alina. Suatu ketika saat Sukab berada di pantai pada waktu
senja, Sukab mengeratnya dengan berbentuk segi empat dan dimasukkan ke dalam
kartu untuk dikirimkan ke Alina. Namun sebelum surat itu dikirim, Sukab
dicari-cari polisi karena telah mencuri senja. Dunia telah berubah menjadi
gelap dan tak ada lagi senja. Kebahagiaan sudah hilang tatkala senja diambil
oleh Sukab. Kita simak pada kutipan berikut
Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat
dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada
cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja di saku kiri
dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku, menjadi
kegelapan yang basah dan bacin.
Kutipan
tersebut menunjukkan keegoisan seorang Sukab demi cintanya terhadap Alina. Sukab
lebih mementingkan kehidupan sendiri tanpa memerhatikan sesuatu yang akan
terjadi setelahnya. Di pragraf sebelumnya dijelaskan bahwa Sukab dikejar-kejar
Polisi dan menabraknya agar lolos dari kejaran Polisi.
Dari
penjelasan di atas selain berbicara keindahan melalui senja, Seno mengajak
pembaca untuk masuk ke dalamnya dan mempelajari kerusakan yang disebabkan oleh
kepentingan peribadi. Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku menghadirkan
edukasi untuk mencintai keberagaman tanpa harus mementingkan diri sendiri,
mengedepankan rasa toleransi antar sesasma etnis dan agama.
Pada
tahun 2001 dari trilogi Sepotong
Senja Untuk Pacarku dengan judul Jawaban Alina karya Seno Gumira
Ajidarma. Cerpen Jawaban Alina menggambarkan setelah Alina menerima
surat dari Sukab. Dunia ini mengalami bencan seperti yang tak terbayangkan,
juga pada pembawa amplop yang masuk ke dalam senja tersebut selama sepuluh
tahun. Seperti kutipan di bawah ini.
Sepuluh tahun lamanya tukang pos itu
mengembara didalam amplop, kita tidak pernah tahu apa yang diklakukanya disana.
Apakah dia kawin, beranak pinak, dan berbahagia? Atau selama itu dia hanya
duduk saja memandang matahari terbenam dengan perasaan kehilangan, sementara
langit yang tadinya merah keemas-emasan perlahan-lahan menggelap kebiru-biruan
– aku juga tidak tahu bagaimana caranya menikmati senja di dalam amplop Sukab, sebuah
ruang yang sungguh-sungguh terdiri dari waktu ....
Penggambaran
mengenai akibat setelah surat sampai pada Alina. Senja tersebut bercampur
dengan matahari yang ada sehingga menyebabkan bajir. Dunia telah banjir seperti
air bah di jaman Nabi Nuh. Orang-orang mengungsi untuk menghindari banjir. Seperti
kutipan berikut ini.
Setelah amplop itu kubuka dan senja itu
keluar, matahari yang terbenam dari senja dalam amplop itu berbenturan dengan
matahari yang sudah ada. Langit yang biru bercampur aduk dengan langit yang
kemerah-merahan yang terus menerus berkeredap menyilaukan karena cahaya
keemas-emasan yang menjadi semburat tak beraturan. Senja yang seperti potongan
kue menggelegak, pantai terhampar seperti permadani di atas bukit kapur,
lautnya terhempas langsung membanjiri bumi dan menghancurkan segala-galanya.
Bisalah kau bayangkan Sukab, bagaimana orang tidak panik dengan gelombang
raksasa yang tidak datang dari pantai tapi dari atas bukit?
Cerpen
kedua dari trilogi Sepotong Senja Untuk Pacarku karya Seno Gumira
Ajidarma mengajak membaca untuk tidak mengedepankan kepentingan pribadi.
Kehadiran cerpen tersebut diharapkan mampu membuat pembaca sadar akan akibat
dari kepentingan sendiri bahwa kerusakan atau perpecahan mengabatkan keruskan.
KESIMPUAN
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme mengedepankan
keberagaman dan rasa toleransi antar agama dan etnis. Untuk mengenalkan
kebragaman kepada masyarakat salah satunya dengan karya sastra. Genre dalam
sastra yaitu genre puisi dan genre prosa. Dalam puisi Agama Khong Guan dan
Sebuah Cerita Untuk Gus Dur yang ditulis oleh Joko Pinurbo adalah
berbicara pentingnya toleransi dan mencintai keberagaman. Adapun genre prosa
yang berbentuk cerpen dengan judul Sepotong Senja Untuk Pacaraku dan Jawaban
Alina adalah karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen tersebut selain menekankan
keindahan, ialah menekankan penting toleransi agar terhindar dari berbagai
bencana.
Daftar
Pustaka
Pinurbo, Joko. 2017. Buku Latihan Tidur. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Ajidarma, Seno Gumira. 2016. Sepotong Senja Untuk
Pacarku. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung:
Pustaka Jaya