Monday, February 10, 2020

Multikulturalisme Dalam Puisi Joko Pinurbo Dan Cerpen Seno Gumira Ajidarma


pixabay.com

Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan agama. Negara Indonesia memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Melalui semboyan itulah masyarakat Indonesia dikenal dengan dengan istilah masyarakat multikultural.
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Menurut Parekh (2009: 230-231) dalam kutipan jurnal Rina Novita, dkk, suatu masyarakat yang homogen secara kultural memiliki berbagai kelebihan. Namun demikian, masyarakat tersebut memiliki kecenderungan untuk menjadi tertutup, tidak toleran, tidak menyukai perubahan, takut mengecil dan opresif, dan melemahkan perbedaan-perbedaan, penyimpangan-penyimpangan, dan eksperimen dalam hidup.
Pada dasarnya multikulturalisme merupakan pandangan dunia tentang berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang toleransi terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat. Wujud lain multikulturalisme juga dapat dilihat dari kesadaran politik. (Azyumardi Azra, 2007)
Salah satu cara mengenalkan multikulturalisme kepada masyarakat adalah dengan mengenalkannya karya sastra. Hal ini mengandung pengertian, karya sastra dan kehidupan nyata selain memiliki otonomi tersendiri, keduanya memiliki hubungan timbal balik. Menjadikan dasar untuk pengarang dalam menciptakan karya sastra yang diilhami oleh fenomena kehidupan.
Asri (2010:3) dalam kutipan jurnal Rulita Marinda, dkk mengatakan bahwa karya sastra merupakan refleksi pada zaman karya sastra itu ditulis yaitu masyarakat yang melingkupi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya. Pendekatan sosiologi bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat, melalui karya sastra seorang.
Sastra jika dilihat dari perspektif mimetis, maka dimaknai sebagai tiruan atau cerminan masyarakat. Sastra tidak lahir dari kekosongan zaman, ada sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat yang kemudian dikonstruksikan secara imajiner oleh pengarang (sastrawan) melalui karyanya (Teeuw: 2015). Pengarang melalui karyanya memiliki motif dan tujuan tertentu untuk menggambarkan realitas masa sebagai pembelajaran bagi pembaca maupun masyarakat. Hal ini seperti Joko Pinurbo melalui puisi-puisinya dan Seno Gumira Ajidarma melalui prosa yang diciptakan.
Kehadiran dua tokoh, Joko Pinurbo dan Seno Gumira Ajidarma dalam kesustraan Indonesia memiliki genre berbeda. Joko Pinurbo dengan genre puisinya mampu memberikan edukasi terhadap pembaca terutama pentingnya toleransi di Indonesia. Hal ini dimaksud karena di Indonesia yang akhir-akhir sering terjadi komflik identitas perlunya memiliki rasa toleransi untuk menjaga keutuhan Indonesia. Dalam puisi Joko Pinurbo yang berjudul Agama Khong Guan dan judul Sebuah Cerita Untuk Gus Dur adalah menggambarkan pentingnya toleransi dan tanpa menyinggung antar agama.
Bedahalnya dengan Seno Gumira, Seno menulis karya sastra bergenre prosa yang lebih menekankan keindahan teks. Namun, keindahan ini tidak dimaknai sebagai suatu yang kosong melainkan bagaimana keindahan tersebut menjadi hidup dan menyatu dengan diri pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mempuyai hati yang dingin dan tidak mudah terbawa pada suasana yang akhirnya menjadi konflik. Sepeti cerpen yang ditulis oleh Seno Gumira yang berjudul Sepotong Senja Untuk Pacarku dan judul Jawaban Alina adalah karya membicarakan senja yang seakan-akan senja adalah bagian dari kehidupan.
Berkaitan dengan latar belakang diatas maka topik dalam penelitian ini  memuat nilai-nilai Multikultural serta proses karya dproduksi oleh Joko Pinurbo dan Seno Gumira Ajidarma.

METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2017:6) Menurut Moleong (2017:6) metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Disini penelitian kualitatif tidak menggunakan angka-angka statistik dalam analisisnya. Namun penelitian kualitatif menggunakan sebatas penjelasan deskriptif yang menjelaskan data yang bersangkutan dengan situasi yang terjadi, sikap serta pandangan masyarakat terhadap nilai multikultural.
Sumber data penelitian ini yaitu (1) puisi yang berjudul Agama Khong Guan dan Sebuah Cerita Untuk Gus Dur karya Joko Pinurbo. (2) cerpen berjudul Sepotong Senja Untuk Pacarku dan judul Jawaban Alina karya Seno Gumira Ajidarma. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka dan analisis isi (analysis content). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara teknik pustaka dan analisis isi.

HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap pendeskripsian yaitu, peneliti mengumpulkan dan mengidentifikasi nilai-nilai keberagaman dalam puisi dan cerpen, kemudian mengidentifikasi dua puisi, yaitu Agama Khong Guan dan Sebuah Cerita Untuk Gus Dur karya Joko Pinurbo dan dua cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku dan Jawaban Alina karya Seno Gumira Ajidarma.

1.      Puisi Joko Pinurbo
Pada 31 Agustus 2019, puisi-puisi Joko Pinubo dengan judul Khong Guan menghiasi di halaman koran Kompas. Ada satu puisi dari dua belas puisi tersebut berkonten keberagaman atau toleransi dengan judul Agama Khong Guan. Puisi Agama Khong Guan menggmbarkan bahwa hidup dalam toleransi adalah kebahagiaan tanpa ada rasa curiga antar beda agama. Pada hakikatnya manusia membutuhkan kedamaian dan ketenangan dalam hidup. Tapi dengan seringnya konflik akhirnya membuat saling curiga antar satu orang dengan orang lain. Berikut Puisi Agama Khong Guan.

Agama Khong Guan

Rengginang Bersorak
Ketika agama-agama menyatu
Dalam kaleng khong guan

Pengambilan diksi khong guan sebagai simbol toleransi dalam agama patut diapresiasi. Khog guan merupakan produk makanan selalu hadir dalam acara-acara besar semua agama di Indonesia. Seperti, Lebaran  bagi orang Islam, Natal bagi Kristiani, dll. Kehadiran khong guan yang diterima oleh semua agama belum pernah ada pertanyaan siapa yang membuat kue khong guan, bagaimana proses khong guan diproduksi. Khong guan dijadikan simbol keberagaman bagi semua agama tanpa ada klaim milik agama tertentu.
Kehadiran puisi Agama Khong Guan diharapkan masyarakat Indonesia hidup dengan mengedapankan toleransi, tanpa ada klaim mana yang lebih benar. Karena dasarnya, kita ini adalah sama—sebagai masyarakat Indonesia tanpa harus mencurigai terhadap orang lain.
Puisi Agama Khong Guan oleh Joko Pinurbo diciptakan karena melihat Indonesia yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. krisis identitas mejadi pergulatan setiap harinya sehingga menciptakan konflik terutama dalam agama. Joko Pinurbo melalui puisinya mengajak masyarakat untuk mengedepankan toleransi tanpa harus mencurigai orang lain. Dengan hidup berdampingan, maka konflik akan selesai perpecahan akan terhindarkan.
Dengan puisi pada 2016, Joko Pinurbo menghadirkan puisi dengan pesan religuitas, bermaksud turut menanggulangi pengerasan sikap beragama dengan himpitan kekuasaan, ekonomi, dan kekuatan modal. Joko Pinurbo memilih Gus Dur menjadi sandaran berbagi cerita tentang pemaknaan agama. Beriku puisi Joko Pinurbo mengenai agama.
Sebuah Cerita Untuk Gus Dur

Saya penduduk baru di kampungitu. Setelah
seminggu mendekam saja di rumah, akhirnya
saya berkenalan dengan seorang penduduk lama
yang supel dan ramah. Ternyata saya dan dia
sama-sama penyuka kopi yang sulit bangun pagi.

Suatu sore ia mengajak saya ngopi di rumahnya.
Ia menghidangkan kopi tokcer dan kue enak.
Kami berbahagia bersama, berbincang tentang
hubungan antara kopi, rindu, dan insomnia.

Saat saya bersiap pulang, tiba-tiba ia bertanya,
“Eh, agamamu apa?” Kepala saya tuing-tuing.
saya berpikir apakah kopi tokcer dan kue enak
yang membahagiakan itu mengandung agama.
Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,
“Tuhan saja tidak pernah bertanya apa agamaku.”

(2016)
Kita simak  bait kedua dalam puisi berjudul Sebuah Cerita untuk Gus Dur.
Suatu sore ia mengajak saya ngopi di rumahnya./ Ia menghidangkan kopi tokcer dan kue enak./ Kami berbahagia bersama, berbincang-bincang tentang/ hubungan antara kopi, rindu, dan insomnia.
Pada puisi bait tersebut belum memunculkan kejutan dan berbicara mengenai kehangatan minum kopi bersama. Namun pada bait ketiga, pembaca mengerti seruan Joko Pinurbo:
Saat saya bersiap pulang, tuba-tiba ia bertanya,/ “Eh, agamamu apa?” Kepala saya tuing-tuing./ Saya berpikirapakah kopi tokcer dan kue enak/ yang membahagiakan itu mengandung agama./ Sambil buru-buru undur diri, saya menimpal,/ “Tuhan saja tidak pernah bertanya apa agamaku.”
Situasi wagu dan tak beres itu mulai menjangkiti Indonesia. Agama malah dijadikan patokan untuk meruncingkan perbedaan dan pemunculan permusuhan. Berbeda agama berarti sengketa atau bersimpangan, bukan saling bergandengan atau saling berpelukan. Pada puisi tersebut, Joko Pinurbo tak mengumbar tawa. Keinsafan bahwa tawa tak harus selalu bermekaran dalam puisi membuat pembaca berhak memungut seruan-seruan berkaitan pemaknaan agama di Indonesia.

2.      Cerpen Seno Gumira Ajidarma
Pada 1991 cerpen pertama dari trilogi Sepotong Senja Untuk Pacarku yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma menekankan keindahan. Cerpen ini berksisah seorang Sukab sangat mencitai Alina. Suatu ketika saat Sukab berada di pantai pada waktu senja, Sukab mengeratnya dengan berbentuk segi empat dan dimasukkan ke dalam kartu untuk dikirimkan ke Alina. Namun sebelum surat itu dikirim, Sukab dicari-cari polisi karena telah mencuri senja. Dunia telah berubah menjadi gelap dan tak ada lagi senja. Kebahagiaan sudah hilang tatkala senja diambil oleh Sukab. Kita simak pada kutipan berikut
Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku, menjadi kegelapan yang basah dan bacin.  

Kutipan tersebut menunjukkan keegoisan seorang Sukab demi cintanya terhadap Alina. Sukab lebih mementingkan kehidupan sendiri tanpa memerhatikan sesuatu yang akan terjadi setelahnya. Di pragraf sebelumnya dijelaskan bahwa Sukab dikejar-kejar Polisi dan menabraknya agar lolos dari kejaran Polisi.
Dari penjelasan di atas selain berbicara keindahan melalui senja, Seno mengajak pembaca untuk masuk ke dalamnya dan mempelajari kerusakan yang disebabkan oleh kepentingan peribadi. Cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku menghadirkan edukasi untuk mencintai keberagaman tanpa harus mementingkan diri sendiri, mengedepankan rasa toleransi antar sesasma etnis dan agama.
Pada tahun 2001 dari trilogi  Sepotong Senja Untuk Pacarku dengan judul Jawaban Alina karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen Jawaban Alina menggambarkan setelah Alina menerima surat dari Sukab. Dunia ini mengalami bencan seperti yang tak terbayangkan, juga pada pembawa amplop yang masuk ke dalam senja tersebut selama sepuluh tahun. Seperti kutipan di bawah ini.
Sepuluh tahun lamanya tukang pos itu mengembara didalam amplop, kita tidak pernah tahu apa yang diklakukanya disana. Apakah dia kawin, beranak pinak, dan berbahagia? Atau selama itu dia hanya duduk saja memandang matahari terbenam dengan perasaan kehilangan, sementara langit yang tadinya merah keemas-emasan perlahan-lahan menggelap kebiru-biruan – aku juga tidak tahu bagaimana caranya menikmati senja di dalam amplop Sukab, sebuah ruang yang sungguh-sungguh terdiri dari waktu ....
Penggambaran mengenai akibat setelah surat sampai pada Alina. Senja tersebut bercampur dengan matahari yang ada sehingga menyebabkan bajir. Dunia telah banjir seperti air bah di jaman Nabi Nuh. Orang-orang mengungsi untuk menghindari banjir. Seperti kutipan berikut ini.
Setelah amplop itu kubuka dan senja itu keluar, matahari yang terbenam dari senja dalam amplop itu berbenturan dengan matahari yang sudah ada. Langit yang biru bercampur aduk dengan langit yang kemerah-merahan yang terus menerus berkeredap menyilaukan karena cahaya keemas-emasan yang menjadi semburat tak beraturan. Senja yang seperti potongan kue menggelegak, pantai terhampar seperti permadani di atas bukit kapur, lautnya terhempas langsung membanjiri bumi dan menghancurkan segala-galanya. Bisalah kau bayangkan Sukab, bagaimana orang tidak panik dengan gelombang raksasa yang tidak datang dari pantai tapi dari atas bukit?
Cerpen kedua dari trilogi Sepotong Senja Untuk Pacarku karya Seno Gumira Ajidarma mengajak membaca untuk tidak mengedepankan kepentingan pribadi. Kehadiran cerpen tersebut diharapkan mampu membuat pembaca sadar akan akibat dari kepentingan sendiri bahwa kerusakan atau perpecahan mengabatkan keruskan.

KESIMPUAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa multikulturalisme mengedepankan keberagaman dan rasa toleransi antar agama dan etnis. Untuk mengenalkan kebragaman kepada masyarakat salah satunya dengan karya sastra. Genre dalam sastra yaitu genre puisi dan genre prosa. Dalam puisi Agama Khong Guan dan Sebuah Cerita Untuk Gus Dur yang ditulis oleh Joko Pinurbo adalah berbicara pentingnya toleransi dan mencintai keberagaman. Adapun genre prosa yang berbentuk cerpen dengan judul Sepotong Senja Untuk Pacaraku dan Jawaban Alina adalah karya Seno Gumira Ajidarma. Cerpen tersebut selain menekankan keindahan, ialah menekankan penting toleransi agar terhindar dari berbagai bencana.

Daftar Pustaka
Pinurbo, Joko. 2017. Buku Latihan Tidur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Ajidarma, Seno Gumira. 2016. Sepotong Senja Untuk Pacarku. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp