Friday, January 29, 2021

Flash Back Melalui Novel Damar Kambang Karya Muna Masyari



Membaca Novel Damar Kambang karya Muna Masyari, kita dibawa untuk menyelami sosok Madura lebih dalam. Novel ini menggambarkan budaya dalam hantaran perkawinan. Hantaran bukan lagi sebagai sedekah tapi menjadi syarat utama dalam pernikahan. Jika hantaran tidak mengikuti tradisi, perkawinan akan dibatalkan.

Dari novel ini, saya flash back ke 2018. Saat itu, saya melihat teman perempuan yang sangat akrab, sebut saja daerah A, gagal dua kali untuk menikah. Kegagalan ini bukan karena faktor hantaran tapi karena faktor lain.

Saya melihat umur teman saya ini hampir mendekati 27 tahun. Ia pernah curhat atas kekhawatiran akan jodohnya yang selalu gagal. Selain itu, beban sosial yang tidak kunjung nikah menjadi tekanan pada psikologisnya karena teman-teman seusianya sudah mempunyai anak. Dari kekhawatiran tersebut, ia menyesampingkan standar yang sempat diletakkan untuk calon lelakinya, asal dirinya secepatnya menikah.

Saya mengetahui bahwa tradisi di daerah teman saya itu dalam sebuah pernikahan harus ada hantaran berupa seisi rumah mulai dari lemari dan isinya, spring bed, sofa, tv atau berupa surat bukti bahwa dirinya seorang pelayaran.

Melihat kondisi seperti itu, saya membuat guyonan ke temanku itu. Saya katakan, "gimana jika saya menikah dengan kamu tapi hantarannya sederhana?" 

Ia mengatakan bahwa hantaran bukan persoalan dirinya, namun budaya tidak bisa dihindarkan. Sebab, jika hantaran tidak sesuai dengan tradisi akan menjadi gunjingan tetangga seumur hidup, dan dirinya serta keluarganya tidak mau menanggung beban sosial atau resiko karena hanya persoalan hantaran. Ia menegaskan bahwa siapa pun yang ingin menikahi perempuan di daerahnya harus menyiapkan hantaran berupa seisi rumah.

Di cerita lain, teman sekalas di pesantren sekaligus tetangga saya akan menikah dengan pacarnya di daerah, sebut saja B. Teman saya dari segi ekonomi termasuk kurang mampu, rumahnya masih terbuat dari kayu dan berdinding dari bambu. Sedangkan calon isterinya merupakan orang berekonomi menengah ke atas.

Melihat kondisi calon suami yang kurang mampu, dari pihak perempuan membuat rekayasa hantaran agar dirinya tidak malu, karena meminta hantaran yang begitu tinggi juga kasian pada calon mantunya, menggagalkan pernikahan kasian anaknya yang sudah sangat mencintai tunangannya. Akhirnya, pihak perempuan membeli hantaran sendiri berupa seisi rumah kemudian disuruh bawa oleh pihak laki-laki saat acara hantaran. Dari rekayasa ini, pihak perempuan terbebas dari gunjingan tetangga karena tidak ada yang tahu bahwa hantarannya beli sendiri.

Saya membayangkan tradisi hantaran yang tidak merata semadura yang telah menjadi beban atau enggan bagi laki-laki yang daerah dirinya masih berupa hantaran yang sederhana. Akibatnya, lelaki yang masih memegang tradisi hantaran sederhana lebih banyak menikahi gadis di di daerah sendiri. Faktornya, tidak mampu beli hantaran yang bisa menghabiskan di atas 50 jt.

"Jika tidak mau mengikuti tradisi di sini, jangan menikah di daerah sini, tapi harus menikah dengan gadis di daerahnya sendiri", Muna Masyari.

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp