Tuesday, July 4, 2017

MAKALAH TEORI BELAJAR BAHASA KOMNUKATIF


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang

Pembelajaran bahasa komunikatif mulai ditemukan pada tahun 1960-an ketika tradisi pembelajaran bahasa di Inggris mengalami perubahan yang mendasar. Sebuah pendekatan berubah dalam pembelajaran bahasa terutama didorong oleh perubahan pandangan tentang hakikat bahasa serta teori pembelajaran bahasa yang dianutnya. Ada perubahan asumsi tentang hakikat bahasa yang mendorong muncul pendekatan baru yang disebut pendekatan komunikatif. Sebelum tahun 1960-an di Inggris para pakar pembelajaran bahasa menggunakan pendekatan situasional. Ketika di Amerika orang mulai menolak pendekatan audiolingual, di Inggris orang juga mulai mempertanyakan pendekatan situasional itu.

            Kritik tajam yang muncul pada saat itu di antaranya dari pakar linguistik terapan seperti Noam Chomsky, yang memelopori munculnya tata bahasa generatif transformasi. Chomsky terutama mengkritik teori linguistik struktural yang dianggapnya tidak dapat menjelaskan dengan baik karakteristik bahasa. Chomsky memperkenalkan bahwa bahasa itu           memiliki sifat universal dan tidak berbeda-beda secara tak terbatas seperti pendapat kelompok struktural. Ada unsur kreativitas yang memang sangat mendasar dalam bahasa.

            Dimensi lain yang muncul pada saat itu adalah adanya gagasan fungsional dan komunikatif. Pembelajaran bahasa tidak hanya sekadar bertujuan untuk menguasai kaidah-kaidah gramatikal, tetapi yang lebih penting ialah memiliki kompetensi komunikatif. Itulah sebabnya pendekatan audiolingual ditolak, pendekatan situasional dipertanyakan dan muncullah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa.
1.2   Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas saat adalah sebagai berikut

1.      Apa yang dimakasud teori komunikasi?

2.      Apa pembelajaran bahasa?

3.      Apa tujuan pembelajaran bahasa?
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang diangkat makan tujuan penulisan ini adalah

1.      Memahami teori komunikasi.

2.      Memahami pembelajaran bahasa.

3.      Memahami tujuan pembelajaran bahasa.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Komunikasi

Teori komunikasi timbul karena manusia itu memerlukan bantuan orang lain atau berhubungan dengan orang lain dalam segala aktivitasnya. Agar sesuatu yang diinginkan oleh seseorang itu dapat terwujud, maka manusia memerlukan suatu komunikasi. Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Komunikasi yang baik itu adalah komunikasi yang bersifat timbal balik, yakni komunikasi yang menghasilkan respon dari apa yang telah disampaikan. Respon itu dapat berupa perkataan, sikap, pendapat, atau perilaku. Dari sinilah timbulnya teori-teori komunikasi. Dilihat dari lingkupnya, teori komunikasi itu terbagi menjadi tiga, yaitu:

1.                  Teori komunikasi kelompok, komunikasi dalam kelompok merupakan bagian dari kegiatan sebagian orang. Sejak lahir, seorang sudah bergabung dengan kelompok primer, yaitu keluarga. Dimana di dalam keluarga itu terjadi komunikasi antara orang tua dan anak, kakak dan adik yang hanya terjadi di dalam anggota keluarga saja. Seiring dengan perkembangan usia dan intelektual seorang akan masuk terlibat dalam kelompok sekunder, yaitu sekolah, lembaga agama, tempat kerja, dan lain sebagainya yang merupakan lembaga yang berada di luar rumah. Melalui kelompok ini memungkinkan orang dapat berbagi informasi, pengalaman, dan pengetahuan dengan anggota kelompok lain.

2.                  Teori komunikasi organisasi, komunikasi merupakan tindakan untuk berbagi informasi. Tindakan komunikasi tersebut dalam berbagai konteks, salah satu dalam konteks organisasi. Dalam konteks organisasi, pemahaman-pemahaman mengenai peristiwa komunikasi yang terjadi di dalamnya. Komunikasi dalam lingkup organisasi sangat diperlukan, karena suatu organisasi tidak akan berjalan dengan semestinya tanpa adanya komunikasi yang baik. Misalnya seperti seorang atasan yang ingin menjalankan suatu program, seorang atasan tersebut tidak akan bisa menjalankan programnya tanpa adanya bawahan untuk membantunya. Agar program yang dijalankannya itu dapat dimengerti oleh bawahan, maka atasan tersebut harus berkomunikasi dengan bawahannya, supya apa yang dimaksudkan oleh atasan tersebut dapat dijalannkan bawahannya dengan baik.

3.                  Teori komunikasi massa, Marshall Mcluhan menyatakan bahwa kita hidup pada suatu ‘desa global’. Pernyataan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Komunikasi massa mengandung pengertian sebagai suatu proses dimana institusi media massa memproduksi dan menyebarkan pesan secara luas kepada public. Focus kajian dalam komunikasi massa adalah media masa seperti televise, radio, dan internet.
2.2  Pembelajaran Bahasa

1. Teori Bahasa

            Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran dimulai dari teori bahasa sebagai komunikasi. Tujuan pembelajaran bahasa ialah mengembangkan apa yang oleh Hymes disebut sebagai kompetensi komunikatif. Dalam pandangan Hymes, seseorang yang memperoleh kompetensi komunikatif membutuhkan pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan pertanyaan berikut.

1)      Apakah atau sejauh manakah secara formal sesuatu itu mungkin?

2)      Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu layak dengan penggunaan sarana yang ada?

3)      Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu cocok (memadai, senang, berhasil) sehubungan dengan konteks tempat bahasa itu digunakan dan dievaluasi?

4)      Apakah atau sejauh manakah sesuatu itu memang benar-benar dikerjakan dan apakah tindakan itu diperlukan?

Canale dan Swain (1980) memperkenalkan dimensi lain tentang kompetensi komunikatif. Menurut mereka, kompetensi komunikatif itu berdimensi majemuk. Di dalamnya terdapat banyak kompetensi, yakni kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik.

            Kompetensi gramatikal mengacu pada apa yang oleh Chomsky disebut sebagai kompetensi linguistik dan apa yang oleh Hymes disebut sebagai secara formal mungkin (formally possible). Kompetensi gramatikal itu merupakan ranah kapasitas gramatikal dan leksikal. Ia mencakup kaidah dalam tataran tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, kosakata, dan semantik. Seseorang dianggap memiliki kompetensi gramatikal kalau dia menguasai kaidah lafal dan ejaan, kaidah bentuk kata, kaidah kalimat baku, kaidah kosakata, dan kaidah makna.

            Kompetensi sosiolinguistik mengacu pada pemahaman konteks sosial tempat terjadinya komunikasi, termasuk  hubungan peran, informasi yang disampaikan kepada partisipan, dan tujuan komunikatif dari interaksi mereka. Seseorang yang menguasai kompetensi itu berarti dapat memahami dan menggunakan bahasa dalam berbagai konteks dan situasi. Ketika seorang guru di depan kelas bertutur, “Anak-anak, kapurnya habis, ya?”, maka anak yang memiliki kompetensi komunikatif akan segera berlari ke kantor untuk mengambil kapur; dan bukannya menjawab pertanyaan  guru, “Oh, iya Pak Guru. Sejak kemarin memang tak ada kapur sama sekali.”

            Kompetensi wacana mengacu pada interpretasi atas unsur pesan individual dalam arti hubungan antara pembicara dan bagaimana makna direpresentasikan dalam hubungannya dengan seluruh wacana atau teks. Kemampuan ini mengisyaratkan adanya keterampilan dalam menggunakan wacana yang kohesif dan koherensif; dalam arti penggunaan unsur-unsur pembentuk wacana yang padu dan utuh, termasuk penggunaan piranti kohesi dan koherensi.

            Kompetensi strategik mengacu pada penguasaan strategi berkomunikasi, termasuk bagaimana memulai, menghentikan, mempertahankan, memperbaiki, dan mengarahkan kembali komunikasi. Seseorang yang memiliki kompetensi ini dapat memulai pembicaraan atau penulisan dengan baik dan lancar serta dapat diterima. Ia dapat melanjutkannya, kalau perlu menghentikan untuk sementara dan melanjutkan kembali. Jika ada kesalahan-kesalahan, ia dapat memperbaikinya. Demikian juga jika telah terjadi penyelewengan permasalahan pembicaraan, ia dapat mengarahkannya kembali; dan ia dapat menutup dengan baik pembicaraannya. Di samping itu, jika seseorang telah menguasai kompetensi ini dengan baik, pembicaraannya akan tertata dalam komposisi yang wajar, di mana pembukaan, isi, dan penutup berbobot seimbang. Sering terjadi, orang membuka pembicaraan berkepanjangan, atau menutup pembicaraan secara bertele-tele sehingga isinya tidak jelas sama sekali.

            Pada tataran teori bahasa, pendekatan komunikatif memiliki dasar teori yang kaya dan banyak pilihannya. Beberapa ciri pandangan komunikatif tentang bahasa sebagai berikut.

1)      Bahasa merupakan sistem untuk mengekspresikan makna.

2)      Fungsi utama bahasa adalah untuk berinteraksi dan berkomunikasi.

3)      Struktur bahasa merefleksikan fungsinya dan penggunaan komunikatif.

4)      Unit utama bahasa bukan hanya ciri struktural dan gramatikal, tetapi kategori makna komunikatif dan fungsional seperti tampak dalam  wacana.

Teori Hymes itu sebenarnya lebih komprehensif daripada teori generatif transformasi yang dikembangkan oleh Chomsky, dan kawan-kawan.  Dalam teori Hymes itu bahasa dipandang dalam dua konteks. Konteks pertama, yakni sistem konseptualisasi dan persepsi manusia, serta konteks lain adalah penggunaan bahasa yang sebenarnya dalam masyarakat. Pendekatan komunikatif menawarkan penggunaan bahasa secara fungsional. Halliday, merupakan penggagas utama tentang fungsi bahasa itu dalam komunikasi. Menurut dia, bahasa mempunyai banyak fungsi yang perlu diperhatikan, yakni sebagai berikut ini.

1)      Fungsi instrumental: menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu.

2)      Fungsi regulatori: menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain.

3)      Fungsi interaksional: menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan orang lain

4)      Fungsi personal: menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan makna.

5)      Fungsi heuristik: menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna.

6)      Fungsi imajinatif: menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia imajinasi.

7)      Fungsi representasional: menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi.

2. Prinsip belajar

            Sudah banyak sekali tulisan tentang dimensi komunikatif dalam bahasa. Tetapi, masih sedikit yang menulis atau melontarkan gagasan tentang teori pembelajaran bahasa yang dikembangkan oleh pendekatan komunikatif. Bahkan, Brumfit dan Johnson pun (1979) maupun Littlewood (1981) juga tidak banyak menyampaikan kajian tentang teori pembelajaran bahasa pendekatan komunikatif. Meskipun demikian, sebenarnya teori pembelajaran bahasa yang melandasi pendekatan komunikatif dapat digali dari berbagai jenis kegiatan pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif. Unsur-unsur itu di antaranya adalah sebagai berikut.

1)      Prinsip komunikasi: yakni kegiatan yang melibatkan komunikasi nyata yang dapat mendorong pembelajaran.

2)      Prinsip tugas: yakni kegiatan di mana bahasa digunakan untuk melaksanakan tugas bermakna yang dapat mendorong pembelajaran.

3)      Prinsip kebermaknaan: yakni suatu prinsip yang menyatakan bahwa bahasa yang bermakna bagi pembelajar dapat mendorong proses pembelajaran bahasa.

Angelina Scarino, dan kawan-kawan (Azies dan Alwasilah, 1996) mengajukan delapan prinsip dalam pembelajaran komunikatif. Prinsip-prinsip itu sebagai berikut.

Prinsip 1

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.

Prinsip 2

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berperan serta dalam penggunaan bahasa sasaran secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.

Prinsip 3

Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dipajankan ke dalam data komunikatif yang dapat dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.

Prinsip 4

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia secara sengaja memumpunkan pembelajarannya pada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa.

Prinsip 5

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila kepadanya dibeberkan data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya yang menjadi bagian dari bahasa sasaran.

Prinsip 6

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia menyadari akan peranan dan hakikat bahasa dan budaya.

Prinsip 7

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi umpan balik yang tepat yang menyangkut kemajuan mereka.

Prinsip 8

            Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.
2.3 Tujuan Pembelajaran Bahasa

1. Tujuana

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar. Menurut Piepho (1981) tujuan dalam pendekatan komunikatif itu sebagai berikut.

1)      Tataran integratif dan tataran isi (bahasa sebagai sarana ekspresi).

2)      Tataran kebahasaan dan tataran instrumental (bahasa sebagai sistem semiotik dan objek pembelajaran).

3)      Tataran afektif dari hubungan interpersonal dan perilaku (bahasa sebagai sarana ekspresi nilai dan penilaian tentang diri sendiri dan orang lain).

4)      Tataran kebutuhan pembelajaran individual (pembelajaran remedial yang berbasis pada analisis kesalahan).

5)      Tataran pendidikan umum dari tujuan ekstralinguistik (pembelajaran dalam kurikulum sekolah).

Tujuan-tujuan itu diusulkan sebagai tujuan umum yang dapat diterapkan pada situasi pembelajaran apa pun. Tujuan khusus untuk pendekatan komunikatif tidak dapat digariskan di dalam spesifikasi tataran ini, selama pendekatan semacam itu mengasumsikan bahwa pembelajaran bahasa akan merefleksikan kebutuhan khusus dari pembelajar sasaran. Kebutuhan itu mungkin dalam ranah membaca, menulis, menyimak, atau berbicara, di mana masing-masing dapat didekati dari perspektif komunikatif. Kurikulum atau tujuan instruksional untuk pembelajaran tertentu akan merefleksikan aspek khusus kompetensi komunikatif menurut tataran kemampuan pembelajar dan kebutuhan komunikatif.

2.  Kegiatan Belajar Mengajar

 Cakupan jenis-jenis penelitian dan aktivitas yang sesuai dengan pendekatan komunikatif dapat dikatakan tidak terbatas, asalkan pelatihan-pelatihan semacam itu membantu pembelajaran meraih tujuan-tujuan komunikatif yang ada dalam kurikulum, melibatkan pembelajaran dalam komunikasi, dan perlu menggunakan proses-proses komunikatif, seperti berbagai informasi, negosiasi makna, dan interaksi. Aktivitas kelas biasanya dirancang dengan fokus pada penyelesaian tugas-tugas yang dilakukan dengan menggunakan bahasa atau melibatkan negosiasi informasi dan penyampaian informasi.

Bentuk usaha ini bermacam-macam. Wright (1976) melakukannya dengan menunjukkan gambar-gambar slides yang kabur yang kemudian pembelajar mencoba mengenalinya. Byrne (1978) menyuguhkan rencana dan diagram tak lengkap dan harus dilengkapi pembelajar dengan meminta informasi. Allwright (1977) menempatkan layar di antara pembelajar dan meminta salah seorang menempatkan objek dalam pola tertentu: pola ini kemudian dikomunikasikan kepada pembelajar lain diseberang layar. Geddes dan Sturtridge (1979) mengembangkan menyimak “jigsaw” yaitu pembelajar menyimak bahan rekaman berbeda kemudian mengkomunikasikan isinya kepada temannya di kelas. Sebagian besar teknik ini dilaksanakan dengan cara memberikan informasi kepada satu pihak dan tidak memberikannya kepada pihak lain. (Johnson 1982:151).

Littlewood (1981) membuat perbedaan antara “aktivitas komunikasi fungsional” dan “ aktivitas interaksi sosial” sebagai tipe utama aktivitas dalam PBK. Aktivitas komunikasi fungsional meliputi tugas-tugas seperti pembelajar membandingkan beberapa perangkat gambar dan mencatat perbedaan dan persamaan; mengurutkan serangkaian kejadian dalam bentuk gambar-gambar menekan bagian yang hilang dari suatu peta atau gambar; seorang pembelajar berkomunikasi dari balik layar dengan temannya di seberang layar dan memberikan perintah bagaimana membuat gambar atau bentuk, atau bagaimana melengkapi sebuah peta; mengikuti petunjuk; dan memecahkan masalah dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Aktivitas interaksi sosial meliputi percakapan dan sesi diskusi, dialog dan bermain peran, simulasi, cerita lucu, improvisasi, dan debat.

3. Peranan Guru

Dalam sebuah kelas, pembelajar berperan aktif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran. Guru dan pembelajar bekerja sama dalam kemitraan (partnership). Strategi yang paling penting yang akan mewujudkan kemitraan tersebut adalah negosiasi. Negosiasi belajar antara guru dan pembelajar cenderung menghasilkan pengalaman belajar yang akan mengakomodasi kebutuhan, minat, dan kemampuan tertentu si pembelajar. Guru dan siswa bekerja sama dalam  arah dan rasa percaya yang timbul dari pemahaman terhadap aktivitas belajar.

Negosiasi dalam kelas-kelas bahasa bergantung kepada beberapa faktor, di antaranya kepribadian guru, latar belakang budaya guru dan pembelajar, kematangan pembelajar, dan pengalaman mereka dalam membuat keputusan. Breen dan Candlin menjabarkan peranan guru dalam pendekatan komunikatif sebagai berikut.

Guru memiliki dua peranan utama. Peran pertama adalah mempermudah komunikasi di antara semua pembelajar di kelas dan di antara pembelajar ini dengan beragam aktivitas  dan teks. Peran kedua adalah bertindak sebagai partisipan independen di dalam kelompok belajar-mengajar. Peran kedua ini berkaitan erat dengan tujuan peran pertama dan muncul dari peranan tersebut. Peran–peran ini mengimplikasikan seperangkat peran sekunder bagi guru; pertama, sebagai organisator sumber-sumber dan dan sebagai sumber itu sendiri, kedua sebagai petunjuk dalam prosedur dan aktivitas kelas. Peran ketiga bagi guru adalah sebagai peneliti dan pembelajar, dengan memberikan banyak sumbangan yang sesuai, pengalaman nyata dan teramati dari hakikat pembelajaran dan kapasitas organisasional.

Peran guru yang lain sering dikaitkan dengan pembelajaran bahasa komunikatif adalah analisis kebutuhan, konselor, dan manajer proses kelompok.

Analisis kebutuhan di dalam pendekatan komunikatif merujuk pada tanggung jawab yang dimiliki guru dalam menentukan dan merespons kebutuhan bahasa pembelajar. Hal ini dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal melalui pembicaraan langsung dengan siswa, dalam hal ini guru membicarakan isu-isu seperti persepsi mereka tentang gaya belajar, aset belajar, dan tujuan belajar mereka. Hal itu dapat dilakukan secara formal dengan melalui perangkat penilaian. Pada umumnya, penilaian formal semacam itu berisikan butir-butir yang berupaya menentukan motivasi individu dalam mempelajari bahasa tersebut. Sebagai contoh, siswa dapat merespons dalam suatu skala 5 butir penilaian  (dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju) terhadap pertayaan-pertanyaan sebagai berikut.

Saya belajar bahasa Inggris karena ….

1)      saya kira kelak akan bermanfaat bila saya sedang mencari pekerjaan

2)      akan membantu saya memahami orang yang berbahasa Inggris dan cara hidup mereka secara lebih baik

3)      seseorang perlu memiliki pengetahuan bahasa Inggris agar dihormati orang lain

4)      akan memungkinkan saya berbicara dengan orang-orang yang menyenangkan

5)      saya memerlukannya untuk bekerja

6)      akan memungkinkan saya dapat berpikir dan berperilaku seperti orang –orang yang berbahasa Inggris.

Dengan mendasarkan diri pada pertanyaan kebutuhan semacam itu, diharapkan guru dapat merencanakan pengajaran kelompok dan individual yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar.

Konselor. Peran lain yang dimiliki guru dalam pendekatan komunikatif adalah sebagai seorang konselor, yang serupa peran guru pada pembelajaran bahasa masyarakat (community language learning). Dalam peran ini, guru-konselor diharapkan dapat memberikan contoh sebagai seorang komunikator yang efektif yang selalu berupaya mengaitkan secara maksimal niat pembicara dengan intrepretasi pendengar, melalui penggunaan parafrase, konfirmasi, dan masukan.

Manajer proses kelompok. Prosedur pendekatan komunikatif kerapkali kurang menuntut keterampilan manajemen kelas yang berpusat pada guru. Tanggung jawab guru adalah mengatur kelas sebagai latar bagi komunikasi dan aktivitas komunikatif. Dalam praktiknya di kelas, guru memonitor, mendorong, dan menekan keinginan untuk memasok ketidaklengkapan dalam kosakata, gramatika, dan strategi, bukan hanya mencatat kekurangan tersebut untuk diberi komentar atau bahan pelatihan komunikatif pada masa mendatang. Setelah berakhirnya aktivitas, guru dapat membantu kelompok-kelompok melakukan diskusi untuk koreksi diri.

4. Peranan Pembelajar

Tidak seperti pada pendekatan-pendekatan pengajaran bahasa lain yang menekankan pada penguasaan bentuk-bentuk bahasa, pada pendekatan komunikatif, yang penekanannya kepada komunikasi, pembelajar memiliki peranan yang relatif berbeda. Sekali lagi Breen dan Candlin menjabarkan peranan pembelajar dalam kelas-kelas sebagai berikut:

Peran pembelajar sebagai negosiator antara dirinya, proses belajar, dan objek pembelajaran muncul dari dan berinteraksi dengan peran negosiator bersama di dalam kelompok dan di dalam prosedur dan aktivitas kelas. Sedapat-dapatnya, ia harus menyumbang sesuatu dari yang dia peroleh. Dengan demikian, dia belajar secara bebas.

Apa yang dimaksud dengan peran pembelajar sebagai negosiator di sini adalah bahwa semua yang terlibat di dalam proses tersebut harus mengakui bahwa pembelajar sudah memiliki preferensi tentang pembelajaran yang seharusnya. Peran ini akan mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh peran negosiator gabungan dengan kelompoknya sehingga mewarnai prosedur dan aktivitas belajar secara keseluruhan.

Kerap kali terjadi dalam pembelajaran bahasa komunikatif teks tidak ada. Kaidah gramatikal tidak disajikan. Manajemen kelas tidak baku. Siswa diminta berinteraksi terutama dengan sesama siswa bukan dengan guru. Koreksi kesalahan sering tidak ada. Pendekatan kooperatif (bukan individual) dalam pendekatan komunikatif juga tidak begitu dipahami siswa. Oleh karena itu, perlu ditekankan dalam pembelajaran bahasa komunikatif pembelajar perlu mengetahui bahwa kegagalan di dalam komunikasi merupakan tanggung jawab bersama dan tidak hanya kesalahan pendengar atau pembicara. Demikian pula, keberhasilan suatu komunikasi merupakan keberhasilan yang diraih bersama.

5. Peranan Bahan Ajar

Beragam bahan ajar telah disediakan untuk mendukung pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa. Tidak seperti praktisi pendekatan pembelajaran sebelumnya, seperti pembelajaran bahasa masyarakat, praktisi pendekatan komunikatif memandang bahan ajar sebagai cara untuk mempengaruhi kualitas interaksi kelas dan penggunaan bahasa. Dengan demikian, bahan ajar memiliki peran utama untuk mendukung penggunaan  bahan secara komunikatif. Kita mengenal tiga jenis utama bahan ajar yang banyak digunakan di dalam pengajaran bahasa komunikatif.

1) Bahan Ajar Tekstual

Saat ini bahan ajar yang berorientasi pada dan mendukung pendekatan komunikatif banyak didapat di toko-toko buku. Daftar isinya kadang-kadang mencerminkan penjenjangan dan pengurutan pelatihan-pelatihan bahasa, mirip pada bahan ajar struktural.  Beberapa di antaranya bahkan memang ditulis pada silabus yang pada dasarnya struktural, hanya dengan sedikit mengalami formatisasi untuk membenarkan bantahan mereka sebagai bahan ajar pendekatan komunikatif. Bagaimanapun, yang lainnya menunjukkan perbedaan mendasar dengan bahan-bahan ajar tradisional. Buku Communicate (1979) karangan Morrow dan Johnnson, misalnya, tidak memiliki satupun dialog, pengulangan, atau pola kalimat seperti biasanya. Ia menggunakan isyarat visual, isyarat rekaman, gambar dan potongan-potongan kalimat untuk memulai percakapan. Pair Work Watsyn-Jones terdiri atas dua teks yang berbeda untuk kepentingan kerja pasangan, masing-masing berisikan informasi yang berbeda yang dibutuhkan untuk melakukan bermain peran (role plays) dan melaksanakan aktivitas lain.

Demikian pula, teks-teks yang ditulis untuk mendukung English Language Syllabus (1975) di Malaysia mewakili pemisahan diri dari bentuk-bentuk buku teks tradisional. Sebuah pelajaran secara khas terdiri dari sebuah tema, analisis tugas untuk pengembangan tematik, deskripsi situasi latihan, penyajian stimulus, pertanyaan pemahaman, dan latihan parafrase.

2) Bahan Ajar Berbasis Tugas

Berbagai macam permainan bahasa, main peran (role plays), stimulasi dan aktivitas berdasarkan tugas telah disiapkan untuk menunjang pembelajaran bahasa komunikatif. Semua ini secara khas berbentuk buku pegangan latihan, kartu isyarat, kartu-kartu aktivitas, materi latihan komunikasi-pasangan, dan buku latihan interaksi-siswa. Pada bahan-bahan komunikasi-pasangan biasanya terdapat dua perangkat bahan untuk sepasang siswa, setiap perangkat terdiri atas beragam informasi. Kadang-kadang informasinya berbentuk melengkapi dan para anggota harus mencocokkan bagian tiap-tiap “jigsaw” ke dalam kesatuan yang lengkap. Beberapa materi lain masih menyediakan pengulangan dan pelatihan dalam formasi interaksional.

3) Realita

Para pendukung pendekatan komunikatif menyarankan penggunaan bahan-bahan “otentik, “dari kehidupan” dalam ruang kelas. Bahan ini termasuk realita yang berdasarkan bahasa, seperti tanda-tanda, majalah, iklan, dan surat kabar; atau sumber-sumber visual dan grafis, yang dapat dijadikan dasar untuk aktivitas komunikasi, seperti peta, gambar, simbol, grafik, dan bagan. Berbagai objek lain masih dapat digunakan untuk mendukung pelatihan-pelatihan  komunikatif.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pendekatan komunikatif muncul sebagai reaksi atas pendekatan sebelumnya, yakni audiolingual dan situasional yang dinilai sudah tidak layak lagi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan teroi psikologi maupun perkembangan linguistik. Pendekatan komunikatif didasarkan pada hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa bermuara pada kompetensi komunikatif, yang merupakan kompetensi yang bermatra majemuk, yakni meliputi kompetensi gramatikal, kompetensi sosiolinguitik, kompetensi wacana, dan kompetensi strategik. Pembelajaran bahasa bukan sekadar menguasai kompetensi gramatikal, menguasai kaidah tata bahasanya saja. Tetapi, kompetensi komunikatiflah yang utama.

            Dengan tujuan utama adalah fungsi komunikatif, pendekatan komunikatif mengatur model pembelajarannya selalu berpusat pada pembelajar. Guru merupakan organisator, motivator, fasilitator. Pembelajaran kelompok maupun individual yang memberdayakan siswa selalu diupayakan. Interaksi antarsiswa, siswa dengan guru sangat tinggi. Bahan ajar diupayakan pada bahan ajar yang realistis, yang berakar pada realita yang lazim disebut realia. Di samping itu, juga dikembangkan bahan ajar tekstual serta bahan ajar tugas.


Berhasil atau tidaknya metode komunikatif dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana guru dapat menjadikannya sebagai metode yang bermanfaat atau tidak.
3.2 Saran

Sebagai manusia sosial life (hidup bersosial), bahasa komunikatif sangat diperlukan karena dengan komunikatif bahasa lebih mudah dipahami. Bahasa juga menjadi hal sangat penting untuk menentukan kualitas pembicara. Karena kehebatan menggunakan bahasa juga menjadi bukti kualitas dalam berbicara.
 DAFTAR PUSTAKA

Hartinah, Sitti. 2010. Pengembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pannen, Paulina dkk. 2001. Mengajar di Perguruan Tinggi: Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

http://sriekamomotailung.blogspot.co.id/2014/06/makalah-metode-pembelajaran-komunikatif.html

http://justucup.blogspot.co.id/2010/03/bab-i-pendahuluan-i.htmls

https://nanangfuad.files.wordpress.com/2011/01/bagian-ii-e-peendekatan-komunikatif.doc




bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp