Analisis Drama Wek-Wek
Petruk berdiri pakaian compang camping. Matanya jauh menerawang.
Hatinya perih tetapi tak berdaya. Tak satu pun yang mempunyai di dunia ini.
Hanya tubuh kurus itulah miliknya. Sawah di depannya bukanlah punya dia, meski
ia yang menanam. Pun begitu dengan bebek dan telur-telur, tak sebutir pun
miliknya. Itulah adegan pembuka dalam lakon Wek Wek yang dimainkan kelompok 3
pada pertemuan terakhir mata kuliah Apresiasi Drama.
Naskah drama yang ditulis oleh Djaduk Djayakusuma ini bercerita
tentang tipu menipu, sebuah intrik yang mudah kita temukan di zaman modern
sekarang ini, yakni Bagong sebagai bos (juragan) bebek dengan Petruk sebagai
pengagon (penggembala) bebek. Konflik tuan dan hamba itu juga akhirnya
menjangkau Gareng yang berprofesi sebagai pengacara dengan Semar sebagai
penguasa kelurahan.
Kemudian muncul permasalahan dalam lakon penuh komedi satir
tersebut ketika Bagong kehilangan dua bebek. Petruk yang miskin tak dapat
mengganti kerugian sang majikan. Lalu, datanglah Gareng. Setelah bersepakat
soal imbalan, Gareng berjanji membantu Petruk untuk mengatasi persoalan
tersebut.
Pada persidangan yang dipimpin Semar, Gareng merencanakan
akal-akalan untuk mengelabui Bagong dengan bahasa Wek-Wek. Akal-akalan Gareng
berhasil. Semar memutuskan Petruk tidak bersalah. Sebaliknya, Bagong harus
mengganti segala kerugian Petruk yang merasa diperlakukan tidak adil selama
bekerja.
Gareng yang berhasil memenangkan Petruk pun datang menagih janji.
Dia tak cuma meminta uang, tetapi juga seekor bebek yang ternyata disembunyikan
Petruk. Saat Gareng sibuk mencari-cari bebek, Petruk membawa pergi semua uang
dari Gareng.
Masalah yang menimpa Petruk tidak sederhana, persoalan telur dan
bebek adalah persoalan bahasa. Persoalan bahasa adalah persoalan komunikasi.
Persoalan tersebut adalah persoalan lambang dan pemahaman.
Itu sebabnya Semar dan Gareng si pengacara culas mencoba
menjembatani Petruk dan Bagong meski komunikasi mereka jadi aneh dan
membingungkan. Perkara tersebut harus diselesaikan sebagai perkara Wek-Wek.
Terjadi tipu-menipu antar tokoh, terlebih lagi pada Gareng, Semar,
dan Bagong. Seakan menjadi lumrah sehingga setiap tokoh perlu memainkan tipuan
di atas tipuan lain. Akhirnya, yang terjadi adalah praktek kecerdikan menipu.
Ini menjadi gambaran yang nyata dalam kehidupan manusia. Memotret keculasan dan
kecerdikan dalam kasus hukum.
"Zaman ini zaman edan, tidak ikut edan tidak kebagian,"
kata Bagong. Karakter Bagong dan Semar dalam naskah karya Anton Chekov yang
diadaptasi oleh Djaduk Djayakusuma ini sedikit banyak menjadi analogi kalangan
super-class, pengusaha atau pejabat, dalam kehidupan nyata. Di mana kalangan
tersebut seperti tidak pernah peduli dengan apa yang telah terjadi. Menutup
mata dengan hasil tindakannya. Cari aman masing-masing.
Lakon ini sebetulnya ingin menggambarkan sebuah kondisi dan situasi
masyarakat yang pernah dan kini terjadi. Menjadi potret buram di mana terjadi
saling tuding antar individu atau instansi. Yah, seperti perselisihan antara
cicak dan buaya.
Permaianan lakon yang dimainkan oleh kelompok 3 tidak mengena pada
sasaran sebagai drama komedi apalagi karakter semua tokoh yang memainkannya
nyaris tidak ada yang berhasil apalagi ada ucapa-ucapan yang tidak sesuai
dengan kenyataannya.
Tokoh Petruk yang diamainkan oleh Sultoni masih ngambang bahkan
ketika melakukan tipu muslihat ia kurang tepat sehingga adegan menjadi
membosankan. Sedangkan Gareng yang diperankan oleh Mushoddaq juga tidak mengena
bahkan dia tidak bisa membuat efek komedi dan akhirnya juga membingungkan
penonton.
Bagong sekaligus bos yang diperankan oleh Ahmad juga tidak baik
apalagi banyak ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Dan ini
seakan membuat mengada-ngada dan efeknya juga jelek. Semar atau Kepala Desa
yang dimainkan oleh Marwan Dahlawi juga tidak bagus karena bahasa serta logat
kurang tegas apalagi posisinya sebagai hakim.
Dan juga penataan panggung kurang maksimal karena background
panggung berbentuk transparan. Akibatnya aktifitas belakang panggung kelihatan
dengan jelas. Untuk segi kostum dan make up juga kurang bagus.
Sebenarnya lakon ini adalah komedi, membuat penonton tertawa hanya
saja yang memerankannya tidak bisa menjadi aktor pada permainan ini sehingga
drama ini sangat membosankan dibanding dari penampilan sebelumnya.