Ideologi Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Kajian Marxisme
pixabay.com |
PENDAHULUAN
Sastra
(novel) jika dilihat dari perspektif mimetis, maka dimaknai sebagai tiruan atau
cerminan masyarakat. Sastra tidak lahir dari kekosongan zaman, ada sebuah
realitas kehidupan sosial masyarakat yang kemudian dikonstruksikan secara
imajiner oleh pengarang (sastrawan) melalui karyanya (Teeuw: 1984). Pengarang
melalui karyanya memiliki motif dan tujuan tertentu untuk menggmbarkan realitas
masa sebagai pembelajaran bagi pembaca maupun masyarakat. Hal ini seperti Ahmad
Tohari melalui karya-karyanya, seperti noval Kubah.
Novel
Kubah yang ditulis oleh Ahmad Tohari terbitan tahnu 1980 mengambil latar
belakang sosial peristiwa G30S PKI. Kubah merupakan sebuah novel yang
menceritakan kisah Karman, seorang pria miskin yang terjebak dalam pergolakan
politik Indonesia pada tahun 1950-an. Ia adalah pemuda yang baik, tulus,
cerdas, dan lugu. Namun keluguan dan ketulusan hatinya membuatnya mudah
dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan. Perubahan perilaku dan watak
Karman akibat hasutan tokoh lain, yang dalam hal ini adalah Tariman, sebagai
tokoh PKI. Karman digambarkan sebagai representasi dari kelas bawah tatanan
masyarakat hanya dapat menerima perlakuan tokoh kelas atas sebagai pekerja.
Pertemuan Karman dengan Margo dan Triman yang merupakan kader PKI membawa
dampak yang nyata bagi pandangannya terhadap status sebagai sistem sosial
masyarakat. Pandangan Marxisme yang ditanamkan Margo dan Triman pada Karman
membuatnya antipati terhadap agama. Hal ini didorong rasa sakit hatinya kepada
Haji Bakir, seorang tokoh agama di desa Pegaten. Awal mulanya, karena ia merasa
Haji Bakir tidak menginginkannya menjadi menantu atau suami dari anak perempuan
satu-satunya, Rifah. Karena kejadian ini ia menjadi antipati terhadap agama.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengatehuai makna ideologi dan kelas sosial
yang terdapat dalam novel Kubah kakrya Ahmad Tohari. Yaitu dinamika
ideologi tergambarkan Karman sebagai tokoh utama adalah kelas sosial rendah
untuk mendapatkan hak-haknya sebagai sebagai manusia. Karrman yang digambarkan
orang cerdas dan polos menjadi orang komunias karena adanya rekontruksi sosial
dalam hidupnya. Yaitu rekontruksi ideologi dalam kesetaraan kelas yang harus
didapatnya. Gambaran realitas tersebut tentang ideologi dalam kelas sosial
adalah masuk di ranah sastra Marxisme. Oleh karenanya, penelitian ini
akan mengulas dinamika ideologi Karman yang terdepat dalam novel Kubah karya
Ahmad Tohari.
Untuk
mencapai tujuan ini, maka paper yang
didiskusikan adalah 1) bagaiaman konseptualisasi ideolodi dalam novel Kubah karya
Ahmad Tohari? 2) bagaiamana struktur kelas sosial dalam novel Kubah karya
Ahmad Tohari? Untuk menjawab dua rumusan masalah tersebut adalah menggunakan
pendekatan sastra Marxisme. Teori sastra Marxis tepat digunakan karena
menawarkan pemikiran kelas sosial di mana fokus analisis terletak pada relasi
antar tokoh dalam konteks latar sosial dan alur sebagai peristiwa, sehingga
aspek sosial yang berfokus pada relasi tokoh sebagai individu yang lengkap tindakan
sosial.
Ideologi
dalam sastra ialah suatu pandangan yang berhubungan dengan posisi kelas dan
sisi kehidupan yang faktanya seringkali diputar balikkan. Namun secara garis
besar, ideologi berhubungan dengan proses pembenaran dominasi yakni adanya
pembenaran hubungan kekuasaan yang tidak seimbang. Begitupun dengan apa yang
diungkapkan Marx dalam kritik ideologinya, bahwa ideologi adalah ajaran yang
menjelaskan suatu struktur kekuasaan yang dirancang sedemikian rupa, sehingga
orang menganggapnya sah, padahal jelas tidak sah. Ideologi melayani kepentingan
kelas berkuasa karena memberikan legitimasi kepada suatu keadaan yang
sebenarnya tidak memiliki legitimasi.
Menurut
Marx, agama adalah candu rakyat. Ini adalah kritik Marx yang paling terkenal.
Candu itu memberikan kepuasan, tetapi kepuasan itu semu karena tidak merubah
situasi buruk si pecandu. Agama menjanjikan ganjaran di akhirat bagi orang yang
dengan tabah menerima “nasib” atau “salibnya”. Maka, rakyat kecil bukanlah
memperjuangkan perbaikan nasib mereka, tetapi malah bersedia menerima
penghisapan dan penindasan yang dideritanya, (Suseno, 1999: 123).
Adapun
ideologi dalam arti yang sebenarnya bukan sarana yang dipakai oleh kelas-kelas
atas untuk menipu. Ideologi betul-betul dipercayai oleh seluruh masyarakat sebagai
jalan. Si kapitalis secara subjektif jujur apabila ia yakin bahwa siapa saja yang
dengan setia memenuhi kewajibannya masing-masing adalah memenuhi kehendak
Tuhan. Tetapi mengapa agama, moralitas, nilai-nilai budaya, dan sebagainya
selalu dan dengan sendirinya menguntungkan kelas-kelas atas? Karena,
sebagaimana ditulis oleh Marx dan dikutip oleh Suseno, “pikiran-pikiran kelas
berkuasa di setiap zaman merupakan pikiran-pikiran yang berkuasa, artinya,
kelas yang merupakan kekuatan material masyarakat yang berkuasa sekaligus
merupakan kekuatan spiritual masyarakat?”. Mengapa demikian? Karena hanya
kelas-kelas yang “menguasai saranasarana produksi material sekaligus menguasai
sarana-sarana produksi spiritual,” (Suseno, 1999: 124).
Dari
penjelasan tentang teori Marxisme di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
menurut Karl Marx, motor perubahan dan perkembangan masyarakat adalah
pertentangan antar kelas-kelas sosial. Kepentingan tidak terletak pada minat
orang-orang tertentu, namun dalam proses produksi secara objektif sudah
ditetapkan oleh kelas masing-masing.
METODE
Penelitian
ini bertujuan untuk menemukan makna ideologi dari tokoh utama bernama Karman
dalam novel berjudul Kubah karya Ahmad Tohari. Berdasarkan tujuan tersebut maka
penelitian ini disebut penelitian deskriprif analisis. Menurut Ratna deskriptif
analisis dilakukan dengan cara pendeskripsian fakta-fakta yang kemudian disusul
dengan analisis (Ratna, 2009). Penelitian ini juga disebut penelitian
kualitatif. Fraenkel dan Wallen dikutip oleh Suharsaputra menyatakan bahwa
penelitian kualitatif berarti mengkaji kualitas hubungan atau material dengan
penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian segala
sesuatu yang terjadi pada situasi tertentu, (Suharsaputra, 2012: 181).
Dalam
studi penelitian teori sastra Marx ini peneliti menggunakan paradigma yang
menganalisis relasi struktur kelas sosial dengan masyarakat. Analisis tersebut
mencakup struktur kelas sosial, relasi struktur kelas sosial dengan struktur
kelas sosial masyarakat, dan identifikasi kelas sosial pengarang.
Sumber
data primer yang digunakan adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari.
Sedangkan sumber data penunjang berupa buku-buku dan artikel mengenai ideologi,
pemikiran Karl Marx, jurnal yang membahas ideologi khususnya Marxisme, teori
sastra, dan seputar penelitian sastra. Adapun teknik pengumpulan data, peneliti
menggunakan teknik baca simbolik dan semantik, serta teknik catat quotasi dan
parafrase yang kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori data yang
diperlukan, (Kaelan, 2012: 164-167).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian yang dipaparkan melingkupi: a) konseptualisasi ideologi; b) analisis
Marxisme terhadap novel Kubah karya Ahmad Tohari paradigma relasi struktur
kelas sosial dalam masyarakat yang meliputi: 1) analisis struktur kelas, yaitu
identifikasi latar sosial yang menjadi konteks terjadinya peristiwa,
identifikasi kelas-kelas sosial, analisis aktivitas-aktivitas sosial yang
terjadi antarkelas sosial yang direpresentasikan dalam relasi antar tokoh, dan
2) relasi struktur kelas sosial sastra dengan struktur kelas sosial masyarakat.
Konseptualisasi
Ideologi
Ideeologi
digunakan oleh Marx untuk merujuk kepada aturan ide-ide yang menyembunyikan
kontradiksi-kontradiksi pada pusat sistem. Ideologi dapat dipahami sebagai (1)
suatu sistem–agama, filsafat, sastra, dan hukum–yang menjadikan kontradiksi
antar kelas tampak koheren, (2) suatu pengalaman-pengalaman yang mengungkapkan
kontradiksi-kontradiksi sebagai problem personal atau keanehankeanehan
individual, dan (3) sistem yang menghadirkan kontradiksi kelas sebagai suatu
kontradiksi pada hakikat manusia yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan,
(Ritzer & Goodman, 2011: 71). Adapun konseptualisasi ideologi dalam novel Kubah
karya Ahmad Tohari dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Ideologi
Tertutup
Mengenai ideologi tertutup bahwa
isinya bukan hanya berupa nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri
dari tuntunan-tuntunan dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.
Hal itu juga berarti orang harus tunduk kepada elite yang mengembannya.
Kebaikan
yang pernah ia berikan kepadamu adalah contoh kemunafikan yang nyata. Takkan
pernah ia menolongmu, menyantunimu ketika kau masih kanak-kanak, apabila tidak
melihat keutnungan yang dapat diperoleh darimu. Tenagamu, misalnya! Jadi tidak
mengherankan apabila Haji Bakir menolak lamaranmu. Seorang tuan tanah selalu
jahat, tidak berperikemanusiaan. Pasti ia menganggap kau tidak pantas menjadi
menantunya karena kau keturunan rakyat jelata. Bukan karena kau datang
terlambat. Bukan! Tetapi karena kau miskin dan Abdul Rahman anak orang terkaya
juga. Mereka orang-orang kaya adalah kaum penindas yang secara historis selalu
mempertahankan kelestarian kelasnya. Mereka tidak ingin seorang seperti engkau
masuk ke dalam kalangan mereka. Sadarlah kau sekarang, betapa jahat kaum tuan
tanah itu,” (92-93).
Sesuai dengan kutipan di atas, pada
tahap ini Karman memiliki ideologi komunis yang dapat dikategorikan ideologi
tertutup. Ideologi ini sebagai bentuk reaksi atas perkembangan sistem
masyarakat kapitalis yang dipengaruhi paham liberal. Dalam ideologi komunis,
sistem masyarakat kapitalis mengakibatkan penderitaan rakyat karena menindas
dan mengesampingkan peran rakyat kecil. Margo
membuat Karman memiliki pembelaan hubungan kekuasaan yang tidak simetris, yaitu
misi menyesampingkan kebaikan-kebaikan Haji Bakir dalam hidup Karman semasa
kecil. Menjadikan hal itu adalah hal yang keliru karena telah memanfaatkan tenaganya
sebagai anak kecil.
b. Ideologi
Terbuka
Ideologi terbuka adalah nilai komunis
tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan
rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri, jadi yang berlaku di ideologi
tetutup tidak berlaku di ideologi
terbuka. Ideologi terbuka digali dalam masyarakat, ia tidak diciptakan atau
didikte oleh penguasa.
Karman
mendengar puji-pujian itu. rasanya dia yakin bahwa dirinya tidak berhak
menerima semua pujian itu. tetapi wajah orang-orang Pegaten yang berhias
senyum, sikap mereka yang makin ramah. Membuat Karman merasa sangat bahagia.
Karman sudah melihat jalan kembali menuju kebersamaan dan kesetaraan dalam
pergaulan yang hingga hari-hari kemarin terasa mengucilkan dirinya, (189).
Kutipan
di atas merupakan peristiwa terakhir dalam novel di mana Karman kembali lagi
pada ideologinya sebagai bagian dari masyarakat Pegaten. Konsensus tatanan
masyarakat tidak sempurna yang awalnya ia tolak, pada tahap ini, menjadi bukan
masalah. Karena kontradiksi antar kelas yang terjadi dalam suatu masyarakat
memang tidak dapat dinafikan.
Pada
tahap ini yang kemudian menjadi ide ologi Karman adalah ideologi terbuka
Pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia berfungsi sebagai
cita-cita negara yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan
untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. Selain itu juga menjadi tujuan hidup
berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dengan
demikian, ideologi menurut Marx merupakan kesadaran, keyakinan, ide, dan gagasan
yang dipercaya masyarakat yang menjadikan kontradiksi kelas itu tidak tampak
atau sebaliknya. Oleh karena itu, menurut pendapat Marx, yang dikutip oleh
Jones, mengidentifikasi dua bentuk ideologi sebagai hasil kesadaran manusia,
yaitu (Kurniawan, 2012: 43)
a) Ideologi
kesadaran kelas.
Paman,
bagaimana aku akan mengatakan adil bila satu setengah hektar sawah hanya
ditukar dengan satu ton padi? Pokoknya tidak adil. Sudah bagus bila aku tidak
menuntut sawah itu kembali. Mengapa aku harus berbaik terhadap orang yang
menyebabkan seisi rumahku sengsara?(99).
Karman
sebagai wakil dari bagian masyarakat subordinat memandang realitas, dalam hal
ini, berupa transaksi jual-beli yang dilakukan ayahnya dan Haji Bakir sebagai
sesuatu yang salah. Meski secara sistem benar, namun ide akibat propaganda dari
Margo menimbulkan kesadaran pada dirinya tentang eksistensinya sebagai suatu
kelas ekonomi yang dipinggirkan.
b) Ideologi
kesadaran semu.
Apa
yang mendorong Karman memutuskan ikut berlibur ke Semarang, ia sendiri tidak
dapat memastikan. Boleh jadi ia bena-rbenar ingin melihat kota itu, atau karena
ia selama ini tidak mampu menolak kehendak Triman (108).
Sikap
Karman ini merupakan kesadaran yang tidak muncul bebas dari kondisi ekonomi,
melainkan sikap patuh karena campur tangan Triman mengenai kepegawaian Karman.
Hal ini berhubungan dengan syarat yang diajukan Triman sebagai bentuk balas
budi, yaitu rasa terimakasih. Terdengar sepele, namun menjadi pegawai adalah
hal berharga dalam hidup Karman. Sehingga terhadap Triman, hubungan antar kelas
menjadi bias dan menjadi kesadaran semu.
Ideologi kesadaran
kelas dan kesadaran semu inilah yang menjadikan kelas subordinat memahami
kedudukannya sebagai kelas yang tereksploitasi, sehingga mereka pun memulai
perjuangan politik yang dirancang untuk menggantikan tatanan sosial yang lama
dengan yang baru, yang lebih sesuai dengan tatanan ekonomi yang baru, (Saifuddin,
2009: 92).
Struktur
kelas sosial sastra
Dengan
melihat sastra sebagai “dunia” yang dimediakan dengan kata, maka fokus analisis
sosiologi sastra adalah pada relasi antartokoh dalam konteks latar sosial dan
alur sebagai peristiwa. Dari relasi ketiga unsur ini (tokoh, latar, dan alur),
maka aspek sosiologi, yang berfokus pada relasi tokoh sebagai individu kolektif
yang bertindak sosial dapat diidentifikasi.
a.
Identifikasi Latar Sosial
Latar
sosial adalah ruang kehidupan sosial yang mengorganisasi segala bentuk aktivitas
sosial dalam sastra. Aktivitas sosial ini bisa dilihat dengan mengidentifikasi
hubungan atau relasi yang terjadi antartokoh. Latar sosial dalam sastra tentu
saja tidak bersifat tunggal, tapi berlapislapis.
Karman,
Pak Triman. Betapa saya ingin menyekolahkan dia sampai tingkat menengah atas,
tetapi tak dapat. Anak saya sendiri sudah waktunya membutuhkan biaya. Karman
anak yang biak, pintar. Sayang ia harus puas dengan ijazah SMP. Sekarang Karman
kusuruh mencari pekerjaan. Apa boleh buat, (82).
Kutipan
ini menggambarkan latar Karman sebagai masyarakat desa kelas bawah, yaitu
kelompok yang tidak memiliki modal atau kekuasaan untuk menghasilkan
pendapatan. Maka yang terjadi adalah ketergantungan terhadap pemilik modal,
dalam hal ini Triman. Meski bukan ‘pemilik modal’ secara harfiah, namun Triman
memiliki kekuasaan yang dapat mengangkat harkat kehidupan Karman. Sikap Triman
dapat dikatakan sebagai bentuk nilai keguyuban dan kemanusiaan sebagai
masyarakat desa.
Yang
terjadi di Pegaten pada awal tahun enam puluhan, sama seperti yang terjadi di
mana-mana. Boleh jadi orang tidak senang mengingat masa itu kembali karena
kepahitan hidup yang terjadi waktu itu, (132).
Selanjutnya
adalah Indonesia di tahun enam puluhan, saat makar berdarah pecah di Jakarta.
Tak ada pilihan bagi pemerintah orde baru untuk mempertahankan stabilitas
negara selain dengan menumpas oknumoknum penyulut huru-hara. Adapun bukti yang
mengacu bahwa konteks sosial dalam novel Kubah itu berlatarkan pemerintahan
orde baru adalah: (1) terjadinya makar berdarah di Jakarta; (2) gerakan
revolusi yang diusung Margo, Triman, dan kawan-kawan; (3) nilai-nilai komunis
yang dipertentangkan dalam sepanjang kisah Karman.
b. Identifikasi
Kelas-kelas Sosial
Kelas
sosial ini menyangkut identifikasi kelas dalam konteks pemilikan alat-alat
produksi, sehingga akan memunculkan dua kelas sosial. Penentuan kelas sosialnya
didasarkan pada basis ekonomi.
a) Kelas
Atas
Hari-hari
selanjutnya, Karman dan adiknya mendapat perhatian yang cukup dari keluarga
Haji Bakir. Selalu ada pekerjaan kecil-kecilan yang bisa dikerjakan Karman
sementara anak itu momong adiknya. Dengan memberi pekerjaan kecil, Bu Haji
bermaksud mendidik Karman sehingga ia Basid & As Sulthoni, tidak terbiasa
bergantung kepada pemberian orang ...,( 59).
Latar
sosial dalam peristiwa ini adalah pedesaan dimana Haji Bakir menjadi
representasi orang kaya yang memiliki modal usaha atau tuan tanah. Meski dalam
teori Marx tuan tanah digambarkan sebagai kelas yang mengintimidasi rakyat
kecil, namun dalam novel Kubah ini Ahmad Tohari menggambarkan keluarga Haji
Bakir sebagai bagian masyarakat yang baik. Hal ini terlihat dari sikap yang
ditunjukkan pada Karman sebagai orang miskin.
Yah, tentu saja berusaha menanam jasa kepada dia.
Sudah saya laporkan, saat ini Karman sangat membutuhkan pekerjaan. Apabila dia
bisa menjadi pegawai atas bantuan kita, maka perkenalan dia dengan kita
berlangsung sangat wajar dan mulus. Jadi pertanyaan saya saat ini adalah:
apakah ada lowongan pekerjaan yang bisa kita berikan kepada Karman? (79).
Dalam
hal ini Triman memang bukan pemegang langsung modal usaha, alat-alat produksi
yang ia miliki berasal dari imbalan atas tugas-tugasnya, namun ia berperan
dalam penyediaan lapangan pekerjaan untuk Karman. Dalam hal ini Triman
melakukan muslihat sebagai kelas atas sehingga menimbulkan hutang budi untuk
selamanya. Maka dari itu Triman dapat mudah menanamkan propaganda Komunis
karena telah berhasil mengikat Karman dengan rasa terimakasihnya.
b) Kelas
Bawah
Karman tahu Bu Mantri, ibunya, tak pandai menuai. Jadi
bagaimanapun baiknya panen musim itu, Bu Mantri tidak akan mendapat bawon,
yaitu upah menuai padi. Padi yang diterima dari Haji Bakir sebagai upah Karman
sudah habis, karena sebagian dijual untuk keperluan lain. “Tak pantas pada
waktu panen seperti ini ibuku tak punya beras. Sebaiknya aku ikut menuai padi
agar ibuku sempat merasakan nasi yang empuk, (63).
Dari kutipan di atas Karman menjadi
representasi yang tepat sebagai kelas bawah dalam teori Marx. Karman yang harus
menuai padi pada pemilik sawah demi mendapat beras menandakan penguasaan materi
ekonomi yang rendah. Karman menjadi bagian masyarakat yang tidak memiliki modal
sehingga untuk menunjang hidupnya harus bergantung pada pemilik modal atau tuan
tanah yang disebut kaum borjuis.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis terhadap novel Kubah karya Ahmad Tohari
menggunakan teori sastra Marx, dapat disimpulkan bahwa bentuk ideologi Karman
pada awalnya seperti anggota masyarakat pedesaan seperti pada umumnya, yakni
ideologi terbuka berupa Pancasila. Hal ini digambarkan secara tidak langsung,
dari narasi novel maupun interaksi antar tokoh dalam bentuk dialog. Hingga
masuknya tokoh Margo dan Triman dalam kehidupan Karman yang sedang terpuruk.
Propaganda komunis berbalut revolusi yang ditanamkan oleh Margo dan Triman
membuat Karman menjadi sosok yang berbeda. Ideologi tertutup, yaitu ideologi
komunis menjadikannya sinis, penuh curiga, dan memiliki pandangan yang
berbanding terbalik mengenai posisi kelas-kelas sosial pada tatanan masyarakat
Pegaten.
Karman
mengalami dinamika ideologi disebabkan oleh: a) taraf ekonominya yang rendah,
sehingga mudah bagi Triman dan Margo melakukan intervensi halus yang menjadikan
Karman patuh dan masuk dengan sukarela dalam lingkaran pergaulan Margo dan
Triman; b) ditolaknya lamaran Karman kepada putri Haji Bakirhingga dua kali.
Hal ini membawa dampak kekalutan dan ketidakstabilan jiwa Karman sehingga ia
tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, mudah bagi Margo dan Triman menanamkan
propaganda komunis secara terselubung; c) statusnya sebagai bekas tahanan
politik. Keadaan ini membuatnya terasing dan seolah-olah ada batas tak terlihat
antara dirinya dan lingkungan sekitar.
DAFTAR
RUJUKAN
Hubermann,
M. B, & Miles, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis (2ndEdition).
London: Sage Publication.
Kaelan,
MS.(2012). Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner. Yogyakarta:
Paradigma.
Kurniawan,
H.(2012). Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra. 2012.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ritzer, G., & Goodman, D.J.(2011).Teori
Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media.
Saifuddin,
A.F. (2009). Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalisme Hingga
Post- Modernisme. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Ratna,
N.K. (2010). Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono.
(2015).Metode Penelitian Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra,
U.(2012).Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung:PT Refika Aditama.
Suseno,
F. M. (1999).Pemikiran Karl Marx; dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.