Tuesday, July 4, 2017

Barokah Pesantren


Setelah duduk di ruang tamu Faiz memandangi setiap bangunan yang berdiri sejajar dengan bangunan yang lain. Bangunan-bangunan yang terbuat dari bambu dengan ukiran tradisional menjadi khas di pesantren Darul Najah, adalah pesantren yang akan ditempati oleh Faiz juga sudah ditempati ribuan santri se Nusantara yang terletak di pulau Madura. Faiz seorang remaja kampung yang tidak mempunyai material ingin belajar agama di pesantren, ahirnya memberanikan diri datang ke pesantren untuk belajar ilmu agama. Lama menunggu akhirnya Kiai yang ditunggu keluar menemui Faiz.

“Maaf terlalu lama kamu menunggu karena saya baru selesai sholat Dhuha.” Kiai memulai pembicaraan.

“Tidak apa, Kiai, seharusnya saya yang minta maaf karena sudah mengganggu, Kiai.”

“Mungkin ada yang perlu saya bantu, Nak?”

“Sebelumnya saya mohon ampun, Kiai, saya kesini mau nyantri  tapi saya tidak mempunyai biaya.”

Kiai menatap  tamunya dengan besungguh-sungguh kemudian masuk ke musholla untuk sholat istikharah, setelah sholat dan berdoa kepada Alloh Kiai kembali menemui tamunya.

“Nama kamu siapa, Nak?”

“Nama saya Moh. Faiz.”

“Tadi saya memohon petunjuk pada Alloh, Alhamdulillah sangat baik. Kalau kamu memang benar-benar ingin belajar di pesantren ini saya yang akan menanggung biaya kamu tapi kamu harus menjaga kebun anggur setiap hari karena anggurku selalu dimakan burung. Kalau kamu mau saya bersyukur kepada Alloh SWT.”

“Dengan kabar gembira ini, alhamdulillah saya siap.”

Di hari pertama menjaga kebun anggur milik Kiai sesuai yang telah. Faiz duduk di bawah pohon  bringin. Setiap ada burung Faiz cepat-cepat mengusirnya. Pohon anggur seluas hampir satu hektar dijaga dendiri dengan ikhlas dan sabar. Apabila selesai mengaji di wakru pagi Faiz berangkat ke kebun, kalau hampir magrib Faiz kembali ke pesantren.

Bila malam tiba Faiz dengan sungguh-sungguh membuka kitabnya, mempelajari materi yang telah dijelaskan oleh Kiai sampai paham betul kandungan hukum ke agamaan. Apabila selesai belajar Faiz melanjutkan membaca Al-Qur’an dan berdoa keselamatan orang tuanya yang telah mendahului Faiz.

Saat ditengah malam Faiz melaksakan sholat tahajuj bersama dengan santri-santri karena di pesantren tahajud adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh semua santri. Apabila ada salah satu santri tidak melakukannya makan santri tersebut akan dikenakan ta’zir dengan dijemur satu jam sambil membaca Al-Qu’an.

Setiap pagi Faiz Selalu hadir paling dahulu sebelum pengajian kitab dimulai. Tafsir Jalalain serta Syarh Al-Hikam menjadi rutinitas pengajian setiapa pagi dan dilanjutkan dengan tausyiah serta cerita sejarah para Sufi atau sejara Nabi. Sebelum pengajian kitab ditutup Kiai mendoakan para santri agar santri-santrinya menjadi orang Alim.

***

Moh. Faiz adalah salah satu santri dari sekian ribu santri yang paling tekun dalam menjalani kehidupan di pesantren. Meski dirinya paling jelek di mata teman-temannya namun Faiz paling tawaduk dan selalu berhati-hati dalam melangkah, bertidak, dan selalu berkata “iya” apabila disuruh oleh Kiainya. Bila temannya menyebut aswad itu adalah Faiz, bila temannya menyebut bolo’on itu adalah Faiz, bila temannya memanggil dengan nama kuali pasti Faiz yang muncul. Meskipun semua sifat dan panggilan jelek terhadap Faiz namun ada sesuatu yang istimewa menurut para teman-temannya:  selalu tersenyum dan selalu berkata jujur meskipun dalam keadaan apapun.

Selama hidup di pesantren Faiz selalu mengalami hambatan yang silih berganti mulai dari sektor ekonomi ketika mau membeli kitab serta jarang memakai sabun ketika mandi apalagi memakai sampo. Yang didambakan selama di pesantren adalah bisa mengaji di waktu siang serta setelah sholat asar namun hal tersebut mustahil bagi Faiz karena setelah mengaji di pagi hari harus pergi ke kebun anggur dan pulang hampir magrib.

Sebagai santri sekaligus khoddam Kiai Faiz mempunyai kesibukan tersendiri dan tidak pernah ditinggalkan meskipun hujan lebat turun ke bumi. Faiz selalu berangkat ke kebun anggur dan menjaganya apabila sampai di kebun tersebut.

***

Faiz belajar di pesantren  hampir empat tahun lamanya dan sampai sekarang belum pernah terbesit sedikitpun impiannya ketika pulang nanti. Jika nantinya Faiz pulang, kemanakah akan singgah sebab Faiz sudah tidak mempunyai siapapun di kampung halaman apalagi rumah. Dan dalam waktu tersebut terdengar kabar bahwa Kiai sedang sakit.

“Kiai sakit, Innalillah!” kata Faiz.

Penagajian rutinitas yang diasuh oleh Kiai diliburkan dan diganti dengan kegiatan baru istighosah dan sholawat Nariyah menjadi gantinya. Para santri melaksanakan kewajiban ini dengan bergantian antar daerah secara bergiliran. Akan tetapi bagi Faiz demi menjalankan istiqomahnya, Faiz selalu hadir ke musholla di waktu pagi dengan membawa kitab yang akan dipelajari, dengan harapan Kiai masih bisa mengajar seperti biasanya. Dan hal ini terus menerus selama Kiai masih sakit.

Apabila disebut tolol, itulah Faiz. Apabila dianggap mencari sensasi, itulah Faiz. Apabila dianggap tidak mempunyai pekerjaan, itulah Faiz menurut teman-temannya. Karena teman Faiz beralasan bahwasannya apa yang dilakukan oleh Faiz adalah suatu yang tidak mendasar. Faiz hadir ke musholla untuk mengaji kitab padahal pengajian diliburkan karena Kiai masih sakit.

Kiai sakit hampir satu tahun dan belum ada tanda-tanda akan sembuh, tapi yang terjadi Kiai semakin hari semakin parah. Pernah suatu hari Kiai ingin makan buah anggur, akhirnya Nyai menyuruh Faiz untuk mengambilnya di kebun karena hanya Faiz yang selalu dilihat oleh Nyai di waktu pagi.

Setelah anggur diambil dari kebun, Nyai meletakkan anggur tersebut di samping tempat tidurnya Kiai. Di pagi hari Nyai heran kenapa anggur itu hanya habis satu biji selama satu hari satu malam, akhirnya Nyai mencoba mencicipi anggur tersebut, Nyai menyadari bahwa anggur itu masih mentah. Lalu Nyai memanggin Faiz dan  memarahinya.

“Kamu ini santri apa. Kiai sudah sakit parah kamu memberikan anggur yang masih mentah. Keluarga sangat mengkhawatirkan kondisi Kiai yang semakin hari semakin parah tapi kamu hanya memperparah keadaan.”

“Saya mohon maaf, Nyai! Selama saya menjaga kebun saya tidak pernah makan sebiji pun dari kebun tersebut. Saya tidak tahu anggur rasa anggur seperti apa.” Lalu Faiz mohon diri meninggalkan Nyai.

Nyai heran pada Faiz yang sampai saat ini belum pernah makan anggur meskipun sudah menjaganya selama dua tahun. Zaman yang sudah modern mustahil bagi santri yang tidak pernah mencicpi anggur apalagi yang menjaganya hampir enam tahun.

Selang beberapa hari kemudian Nyai menyuruh Faiz untuk pergi ke Tabib yang mendapat alamat dalam mimpinya. Karena Faiz dianggap orang paling jujur apalagi dibuktikan dengan kejadian satu minggu yang lalu, akhirnya Faiz dipanggi Nyai.

“Nak, kamu sekarang minta obat ke Tabib yang ada di alamat ini. Di sini ada dua pilihan untuk kamu. Pertma, kalu kamu bawa makanan tapi kamu harus jalan kaki, pulang pergi kamu diperjalanan akan ditempuh selama duapuluh hari. Kedua, apabila kamu naik dokar tapi tidak ada makanan,  maka kamu diperjalan hanya enam hari.”

Faiz mengambil pilihan yang kedua agar Kiai cepat sembuh. Sesampai di gapura rumah Tabib, Faiz mendengar suara yang memanggil dirinya “Faiz, pulanglah ke pesantrenmu! Kiaimu tidak akan sembuh.” Dengan suara itu Faiz sudah yakin bahwa Tabib sudah tahu obatnya. Meski disuruh pulang Faiz tetap masuk ke rumah Tabib.

Berbagai perundingan dan tawar-menawar agar Tabib memberikan obat pada Kiai tetap saja Tabib mengatakan tidak ada obatnya. Akhirnya Faiz putus asa dan takut mau mengahadap Nyai sebab Faiz ke Tabib pulang dengan hampa. Ketika mau pamit tiba-tiba Tabib mengatakan

“Kiai kamu akan sembuh kalau dia menikahkan anaknya dengan kamu.”

“Maaf, Bib, saya tidak mengerti.”

“Kiai kamu akan sembuh kalau dia menikahkan anaknya dengan kamu.”

Dengan perasaan campur aduk ragu dan takut yang mau mengatakan pada Nyai bahwa Kiai akan sembuh apabila putrinya dijodohkan dengan dirinya. Yang awalnya Faiz diperkirakan enam hari sudah berada di pesantren, tapi baru hari yang ke duapuluh lima Faiz sampai di pesantren.

Dengan perasaan takut, badan menggigil dan baju basah semua oleh keringat Faiz menghadap pada Nyai tanpa membawa alas kaki. Setelah dimarahi dengan habis-habisan karena terlalu lama, Nyai meminta obatnya.

“Maaf, Nyai! Kata Tabib ‘Kiai akan sembuh apabila putri Kiai dijodohkan dengan saya’.” Faiz langsung lari tanpa pamit terlebih dahulu pada Nyai.

Nyai masih belum beranjak dari tempatnya meskipun Faiz sudah meninggalkannya seorang diri di ruang tamu. Nyai heran dan belum percaya sepenuhnya apa yang telah dikatakan oleh Faiz. Apabila ini benar makan impian Nyai sirna yang akan menikahkan putrinya dengan orang alim, wara’ dan pintar dalam ilmu Fiqh.

Rapat keluarga dengan karabat diadakan secara mendesak untuk memutuskan, apakah Zahrah putrinya akan dijodohkan dengan Faiz atau tidak. Sebab kata Tabib Kiai akan sembuh apabila Zahrah putrinya dinikahkan dengan Faiz. Dalam rapat yang begitu alot akhirnya diputuskan bahwa Zahrah putrinya akan dinikahkan dengan Faiz demi kesembuhan Kiai. Keluarga menyadari betul kalau Faiz tidak alim, jelek yang tidak sebanding dengan Zahrah yang notabene perempuan sholahah, pintar dan cantik.

Desas-desus perjodohan putri Kiai dengan Faiz sudah menjadi hadline bagi seluruh santri. Cemohan yang tidak sepatutnya dikeluarkan selalu terdengar oleh Faiz apabila berpas-pasan. Bila orang menyebutnya tidak tahu diri, Faiz hanya diam. Bila orang menyeruh agar bercermin ke kuali, Faiz hanya diam. Bila orang menyebutnya hitam, Faiz hanya diam. Sembunyi dan menghindar apabila ada santri yang mengenalnya.

Zaharah – Fatimatu Zahrah telah tiba dirumah keluarga dengan menaiki kuda dari pesantren tempat mencari ilmu bagi Zahrah. Santri yang melihat Zahrah Takjub dengan kecantikan yang dimiliki oleh Zahrah.

***

“Qobiltu nikahahaa watazwijahaa linafsii kazaalik.”

Prosesi pernikahan Faiz dengan Zahrah dilakuakan dengan sangat sederhana dan hanya dihadiri oleh kerabat Kiai dan juga para pengurus pesantren.

Matahari sudah tergelam dari sore dan diganti oleh bintang serta bulan yang bergentayangan antara awan dan langit. Ayam, burung tidak terdengar bunyinya hanya cangkrik semakin malam nyaring bunyinya. Santri-santri mulai melaksanakan rutinitas sholat malam. Faiz  dan Zahrah melakukan aktifitas sebagai suami istri di malam pertama. Namun Nyai dan Kiai terlelap dalam mimpinya. Dalam mimpi tersebut Kiai bertemu dengan KH. Abd. Qodir atau pendiri pesantren Darul Najah. Lalu Mbah Qodir  memberikan segelas air ke Kiai, air tersebut diminum sampai habis oleh Kiai. dalam waktu sekejap Kiai sembuh dari sakitnya. Lalu Kiai mendengar suara Faiz sedang mengajar santri-santri di musholla. Ketika Kiai mendekati suara tersebut Kiai terbangun dari tidurnya. Dengan izin Alloh Kiai benar-benar sembuh dari sakit yang diderita selama satu tahun tujuh bulan.

Matahari menyinari bumi, perlahan matahari mendaki awan yang bergantungan di langit. Tepat jam 07:00 Kiai memanggil Faiz atau sekarang adalah menantunya. Setelah Faiz ada di hadapannya, Kiai menyedorkan kitab Ihya Ulumuddin lalu diperintah untuk membaca di depannya. Faiz membaca Ihya’ dengan Fasikh dan menjelaskan maksud dari kandungan yang dibaca ke Kiai.

Apabila sebelum menikah Faiz penuh dengan ejekan serta cemohan tapi tidak terjadi setelah menikah. Apabila sebelumnya Faiz tak ubahnya babu tapi setelah menjadi menantu Kiai tidak lagi babu. Apabila sebelumnya Faiz tak ubahnya santri paling bodoh tapi setelah menikahi Zahrah putri Kiai, Faiz menjadi orang alim dan sering mengganti mengisi pengajian di musholla saat Kiai bepergian. Dan akhirnya Faiz dihormati oleh semua santri seperti santri menghormati Kiai.

Kokop, 25 Feb. 16

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp