Saturday, August 17, 2019

Dilema Menuju Konfercab PMII Bangkalan



Pergantian ketua umum tidak bisa dielakkan karena dasarnya setiap organisasi tidak ada pemimpin abadi, setiap orang akan uzur dan ada masanya diganti demi kesegaran tubuh organisasi tersebut. Diganti bukan karena tidak baik tapi menyangkut peraturan dalam AD/ART organisasi.

Pergantian ketua umum di PMII Bangkalan sebantar lagi akan berlangsung. Seperti sebelumnya, drama antar kampus Swasta dan Negeri adalah topik utama. Dari kedua perwakilan tersebut berebut menjadi orang nomor satu sekabupaten Bangkalan di ranah PMII.

Drama siapa yang pantas menjadi ketua umum pada 2019-2020 akan banyak iklan, intrik kapitalis atau siapa yang berhak dari kedua perwakilan Negeri dan Swasta. Namun di lain itu ada dilema, melihat kapabilitas kedua calon antara Mashud, kampus Negeri, dan Arif Komarudin, Kampus Swasta karena bisa ditebak arah PMII Bangkalan satu tahun kedepan.

Misalnya Mashud, mewakili Negeri, pandai berdialektika, bagus tulisannya. Namun, dia kurang cocok menjadi orang lapanagn. Jika dia terpilih, kemungkinan PMII Bangkalan akan banyak melakukan seremonial, mendatangkan tokoh-tokoh Nasional, atau melakukan pelatihan-pelatihan pengembangan diri kader. Semacam tersebut cocok untuk kader akademisi, atau bagi kader pemburu sertifikat.

Namun beda halnya dengan Arif Komaruddin yang mewakili kampus Swasta, Arif tidak begitu pandai berdialektika apa lagi menyusun kalimat berakit-rakit. Namun dadanya adalah lapangan, lapangan basah yang gregetnya adalah untuk kritis dan aksi, persoalan orang-orang kecil dan Birokrasi sering dibawa dalam diskusi. Ini nilai plus bagi kader yang ingin mengasah kemampuan kritis sosailnya, atau ingin menjadi orator ulung.

Dilematis dari dua kandidat tersebut tampak karena kader PMII Bangkalan bukan semuanya akademisi atau semunya lapangan. Setiap kader baik dari kampus Negeri dan kampus Swasta mampunyai basic and soft skill tersendiri. Bila tipe lapangan hatinya akan lebih condong ke Arif dan bila tipe Akademisi hatinya juga akan lebih condong ke Mashud.

PMII pada dasarnya adalah kaderisasi, juga kritis terhadap persoalan-soalan seksi di masyarakat. Maka, PMII kurang pas bila diam di tempat dan keseringan seremonial. Karena di luar, birokrasi perlu dikritik dan dikontrol untuk perbaikan, atau melakukan advokasi terhadap masyarakat.

PMII juga kurang baik bila terlalu sibuk mengurusi eksternal dengan dalih controling terhadap pemerintah. Karena mengasah kemampuan kader adalah keharusan agar mampu bersaing dengan kader-kader organisasi di luar PMII.

Di atas hanyalah kemungkinan-kemungkinan terjadi. Bisa saja sesuai prediksi atau sebaliknya, yaitu kaderisasi tetap eksis serta controling atau agent of change pun sama-sama eksis.

Sebenarnya, dilematis menuju Konfercab bukan hanya soal kapabilitas kandidat semata. Tapi, ada warisan sejarah turun-temurun dan sangat mengakar, nama baik kampus Negeri dan kampus Swasta akan kembali dipertaruhkan. Akhirnya, egolah yang di kedepankan.

Namun untuk saat ini, kampus Negeri berada di fase dilema dan sulit untuk memenangkan kontestan Konfercab. Mengingat kampus Negeri hanyalah UTM dengan delapan rayonnya.

Berbeda dengan kampus Swasta. Saat ini ada enam Komisariat, yaitu STKIP Bangkalan, STAIS, STAIDHI, STITMU, STITAL, dan STAMIDIA serta satu Komisariat persiapan, yaitu STIUDA. Kelebihannya, kampus Swasta mempunyai empat rayon.

Kampus Swasta enaknya pada setiap dekade, kampusnya terus menjamur di bumi Bangkalan. Hal tersebut merupakan keuntungan besar untuk kembali menjadi penguasa atau pun mau membentuk dinasti PMII di Bangkalan. Dengan catatan suara kampus Swasta tetap solid dan tidak ada yang berkhianat di bawah naungan Swasta. Wow! Amazing.

Perlukah ego dipertahankan? Perlu atau tidak tergantung individu masing-masing. Namun yang terpenting adalah merawat persahabatan antar kader sebangkalan, saling silaturahmi dan saling mendukung siapapun nanti yang terpilih. Bukan merasa paling benar di atas kekalahan.

Dilematis adalah dilema menjelang Konfercab, antara kapabilitas kandidat dan persaingan antara kampus Negeri dan kampus Swasta. Yang terakhir hanyalah untuk eksistensi keegoan masing-masing individu dan hanyalah kekosongan bila berlarut-larut.

Jika warisan konflik adalah warisan sejarah turun temurun? Gimana ya cara mengatasi konflik agar Negeri dan Swasta akur sebel dan pasca Konfercab?

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp