Sunday, September 29, 2019

Ekranasi Simbol Kekeringan Penulis Skript



Fenomena pelayarputihan karya sastra menjadi fenomena dalam beberapa tahun terakhir ini. Sineas sering mengangkat sebuah film yang diekranasi dari novel—menyebabkan animo sangat tinggi di Indonesia di banding skenario yang sengaja ditulis. Saryono (2015) menyebutkan bahwa fenomena ekranisasi merupakan sebuah Hybrid Literary Multimedia, fenomena tersebut muncul untuk mengejar pasar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Damono (2005:98) menyatakan bahwa dalam beberapa dasawarsa terakhir ini semakin banyak novel, yang biasanya dikategorikan sebagai sastra populer, diangkat ke layar kaca setelah sebelumnya diubah bentuknya menjadi skenario film.

Pada 23 November 2015, dalam sebuah jendalasastra.com menyebutkan bahwa film-film yang masuk ke Box Office 70% adalah ekranasi dari sebuah novel. Laman Film Indonesia (FI) (2015) mencatat pada 2015, film dengan judul Surga Yang Tak Dirindukan yang diekranasisi dari novel karya Asma Nadia memuncaki peringkat tertinggi di antara film-film lainnya yaitu Comic 8: Casino Kings Part 1, Magic Hour, Di Balik 98, 3 Dara dan seterusnya. Jumlah penonton mencapai 1.523.570 orang adalah fenomena luar biasa yang membuktikan bahwa karya sastra yang difilmkan memiliki tempat tersendiri bagi masyarakat Indonesia.

Terlepas dari fenomena ekranasi, ada hal positif bahwa ekranasi adalah salah satu bagian mengapresiasi sastra. Namun di sisi lain, fenomena yang mencapai 70% yang masuk ke Box Office membuktikan bahwa penulis Script sangat terbatas. Hal tersebut memberikan kemungkinan-kemungkinan bahwa ide penulis skenario mengalami kekeringan mengingat film yang pernah diproduksi kurang laku di pasaran. Akibatnya, untuk mewarnai perfilman di Indonesia maka mengalih wanakan sebuah novel ke film. Terbukti film yang diadaptasi dari novel lebih laku dari penulis skenario yang direncanakan.

Produksi film diangkat dari sebuah script atau screenplay adalah rencana mengatur atau pembuatan jalannya film. Untuk produksi dibutuhkan skenario yang memadai sehingga layak untuk dijadikan film. Film yang baik berangkat dari script yang berkualitas, script yang berkualitas berangkat dari penulis skenario yang berkualitas. Penulis skenario merupakan salah satu unsur dalam film selain sutradara, penata fotografi, penyunting, penata artistik, penata suara, penata musik dan pemeran. Artinya penulis skenario adalah orang yang mempunyai keahlian membuat transkripsi sebuah film (Sumarno, 1996:50).

Adanya ekranasi menandakan penulis script mengalami kerisis ide. Karena tidak adanya ahli dalam menulis skenario yang berkualitas. Karena skrnario yang yang berkualitas tidak lepas dari penulis yang berkualitas. Selain itu, bukti bahwa penulis script mengalami kekeringan ide didukung oleh faktor film yang masuk ke Box Office adalah hasil adaftasi dari Novel.

Referensi
Damono, Sapardi D. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Saryono, D. 2015. Meneroka Peta Sastra Indonesia Terkini. Sarasehan Sastra dan Budaya Universitas Negeri Malang, 26 September 2017.
Jendela Sastra. 2015. Ekranisasi dalam Sejarah Film Indonesia. (Online), http://www.jendelasastra.com/berita/ekranisasi-dalam-sejarah-film-indonesia), diakses 23 November 2017.
Filmindonesia. 2015. Data Penonton. (online), (http://filmindonesia.or.id/movie/viewer), diakses 20 Sepember 2019.
Sumarno, M. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo.


bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp