Tuesday, December 17, 2019

Mas Nadiem Makarim Sebaiknya Meyakinkan Ida Fauzia




Soal "gelar bukan segalanya" semua mahasiswa mah udah tahu. Tapi pas mau masuk kerja, syaratnya harus menyertai ijazah. Selain itu, ada simulasi kasir dan ngitung stok barang untuk Indomart dan Alfamart. 

Jika ada award dalam 100 hari kerja untuk Menteri, maka Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim akan menjadi calon tunggal. Hanya genap satu bulan Mas Menteri Nadiem mampu membuat masyarakat terpesona oleh kata-katanya.

Hal ini sama seperti Anies Baswedan saat menjadi Mendikbud, Nadiem Makarim sama-sama mampunyai keahlian dalam menyampaikan pidato serta sangat memuakau mulai di Hari Guru Nasional sampai wacana penghapusan UN.

Mendengarnya semacam ada secercah harapan ketika Mas Menteri Nadiem bilang, “Saat ini Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi.” Bahwa gelar bukan segalanya. Bahwa kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya. Bahwa akreditasi tidak menjamin mutu. Bahwa masuk kelas tidak menjamin belajar.

Rasanya ingin bergembira mendengarnya. Namun, ini yakin gak ya bahwa kita cukup hanya di kompetensi?

Masalahnya, kenyataan dunia kerja tidak seperti itu. Butuh gelar, butuh ijazah, dan butuh orang dalam.

Mas Menteri Nadiem boleh bilang seperti itu, "gelar tidak menjamin kompetensi" atau "kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya." Tapi, kenyataannya dalam lowongan kerja harus mencantumkan minimal pendidikan atau gelar sebagai syarat.

Jika kompetensi lebih utama dari gelar dan ijazah bukan syarat dalam lowongan kerja, saya yakin anak-anak akan lebih memilih meningkatkan kompetensi—mereka akan tidak fokus belajar di sekolah. Toh untuk apa juga lulus sekolah tinggi-tinggi kalau nantinya yang ditekankan adalah kompetensi.

Meningkatkan kompetensi sangat mudah dan dari segi biaya jauh lebih sedikit di banding biaya sekolah. Anak-anak cukup belajar di kursusan sampai kompetensi dirinya benar-benar didapatkan atau ikut Bapaknya dalam meningkatkan kompetensi.

Kembali lagi bahwa standard kelulusan menjadi syarat melamar kerja, sehingga sering kali orang tua menuntut anak-anaknya untuk meraih gelar setinggi-setingginya agar mudah mendapatkan pekerjaan, bahkan sebagian orang tua rela berjemur di bawah terik matahari untuk membiayai demi gelar anaknya.

Seharusnya Mas Nadiem sebelum berpidato, alangkah baiknya meyakinkan dulu ke Ida Fauzia sebagai Menaker bahwa ijazah bukan syarat dalam lamaran kerja—dan kompetensi lebih utama dari gelar.

Misal contoh standard kompetensi untuk dijadikan acuan dalam melamar kerja di bidang elektronik adalah minimal bisa install windows atau bisa masak dengan resep berbeda jika melamar kerja di rumah makan.

Nah, jika Mas Nadiem berhasil meyakinkan Menaker Ida Fauzia seperti itu, baru Mas Nadiem membuat torobosan dengan meyakinkan orang seindonesia bahwa gelar tidak menjamin kesiapan berkarya dan kompetensilah yang harus ditekankan. Tujuannya, apa yang disampaikan Mas Nadiem dapat diterima oleh masyarakat dan tidak menjadi hal yang kosong.

Jika Mas Nadiem tidak mampu meyakinkan Menaker, sebaiknya lebih banyak diam dan membuat torobosan yang betul-betul belum pernah adal sebelumnya tanpa mengulangi apa yang oleh semua mahasiswa ketahui bahwa kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya.

Penutup untuk Mas Nadiem, jangan mengulangi yang sudah menjadi lumrah di dunia mahasiswa. Masalah kompetensi dan gelar sudah bosen diceramahi oleh Dosen setiap harinya dan jangan menambah beban pikiran mahasiswa.

bm

ridlwan.com adalah personal blog suka-suka. Blog ini disajikan dengan berbagai konten menarik dan terupdate.

avatar
Admin MOH RIDLWAN Online
Welcome to MOH RIDLWAN theme
Chat with WhatsApp