Pemeliharaan Bahasa Madura Di Kabupaten Bangkalan
pixabay.com |
PENDAHULUAN
Di era Milenial banyak bahasa-bahasa daerah atau
bahkan bahasa nasional yang terus mengalami pergeseran (language shift),
pemertahanan atau pemeliharaan (language maintenance), bahkan mengalami
kematian (language death). Faktornya adalah baik bahasa daerah ataupun bahasa
nasional itu sudah jarang dan tidak dipakai lagi sebagai bahasa pengatar dalam
komunikasi sehari-hari baik lisan ataupun tulis. Ditingkat penutur, bahasa-bahasa
itu sudah mulai ditinggalkan karena dianggap kalah bergengsi (language
prestige) dengan bahasa-bahasa asing yang lebih dulu mendapatkan tempat baik
dalam pergaulan ataupun dalam pengajaran.
Faktor eksternal yang membuat bahasa-bahasa itu
bergeser dan bahkan mengalami kematian adalah karena keterdesakan politis.
Banyak bahasa daerah yang harus mengalah dan memberikan posisinya pada bahasa
nasional melalui perda-perda kebahasan dengan dalih pemersatuan dan keutuhan
bangsa.Alasan lainnya adalah karena bahasa nasional itu sendiri sudah hampir
terdegradasi oleh bahasa-bahasa asing mainstream, seperti bahasa Inggris, Arab,
Prancis, Mandarin, Portugis, dan lain-lain, (Arps, 2009).
Dalam konteks bahasa Madura, sebagai bahasa daerah, bahasa
ini memiliki jumlah penutur yang besarnya namun seiring perkembangan zaman
bahasa ini sudah mengalami pergeseran.
Menurut Crystal (1987: 424), bahwa pergeseran bahasa
yang dimaksud adalah sekelompok penutur yang mengalihkan pilihannya untuk
memakai bahasa lain secara permanen sebagai alat komunikasi. Sejumlah penutur
muda perkotaan dan sebagian pinggiran kota sudah beralih dan mencampurnya
dengan bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa. Fenomena pergeseran ini hendaknya
harus diantisipasi oleh pemerintah kabupaten di Madura untuk segera melakukan
upaya-upaya pemeliharaan bahasa Madura. Meskipun secara tehnis ada empat pilar
pemertahanan atau pemeliharaan bahasa—mereka adalah pemerintah, ahli bahasa
guru, dan media. Keempat pilar ini semestinya bersinergi dalam pemertahanan.
Langkah-langkah strategis dan politis cukup penting untuk diambil dalam pemertahanan
bahasa Madura. Karena kalau tidak, bahasa Madura akan segera mati yang
berdampak pada bergesernya dan matinya budaya Madura sendiri, (Mulyadi, 2014).
Berdasarkan konteks penelitian di atas, dapat
dirumuskan fokus penelitian sebagai berikut: a) Bagaimana strategi pemerintah
kabupaten Bangkalan dalam memanfaatkan bidang pengajaran untuk pemeliharaan
Bahasa Madura? b) Bagaimana strategi pemerintah kabupaten Bangkalan dalam
memanfaatkan media untuk pemeliharaan Bahasa Madura? c) Bagaimana strategi
pemerintah kabupaten Bangkalan dalam memanfaatkan ahli bahasa untuk
pemeliharaan Bahasa Madura?
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah keilmuan dan wawasan pemikiran dalam sosiolinguisitik
khususnya dalam pemeliharaan bahasa. Pergeseran dan pemertahanan lebih banyak
dibahas dalam ilmu sosiolinguistik, dalam konteks hubungan bahasa dan
penuturnya dimana para penutur tersebut lebih suka mencampur dan mengalih kode
bahasa yang mereka pakai. Pergeseran menyangkut masalah mobilitas penutur,
sedangkan pemertahanan lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap
suatu bahasa untuk menggunakan bahasa itu di tengah-tengah bahasa yang lain, (Chaer
dan Agustina, 2004)
Upaya pemertahanan dilakukan, ketika sebuah bahasa
sudah mengalami proses pergeseran agar bahasa itu tetap dipakai dan dihargai
oleh komunitas pemakainya. Usaha pemertahanan bisa dilakukan melalui proses
pengajaran, mengangkat nilai-nilai sastra masyarakat pemakai, menggali karakter
masyarakat pemakai ataupun melalui media massa. Usaha pemertahanan bisa
dilakukan melalui ranah pengajaran, kesusasteraan, dan media massa.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat naturalistik yang karakteristik
datanya dinyatakan dengan sewajarnya atau sebagaimana yang terjadi (natural
setting), tanpa diubah dalam bentuk simbol-simbol dan bilangan. Sumber data
dalam penelitian adalah berlatar alamiah (natural) yaitu fenomena yang alamiah
dengan mempertimbangkan situasi lapangan yang bersifat wajar dan sebagaimana
adanya, (Nawawi, 1994).
Menurut Nasution (1992) adalah jenis penelitian ini
berkategori penelitian deskriptif, yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan fenomena yang ada. Penelitian deskriptif tidak memberikan
perlakuan dan manipulasi, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.
Satu-satunya unsur manipulasi atau perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian
itu sendiri yang dilakukan melalui observasi, wawancara, pengedaran angket atau
studi dokumentasi,( Bogdan dan Taylor, 2009).
Lokasi penelitian adalah di kabupaten Bangkalan dan
event-event kebahasaan. Instrumen penelitian ini menggunakan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Wawancara dipergunakan dalam rangka menemukan
data-data terkait fokus penelitian. Subyek yang akan menjadi responden untuk
wawancara adalah kepala-kepala instansi dan dinas terkait. Pada tahap reduksi
data dilakukan kategorisasi dan pengelompokan data dari hasil wawancara dan
dokumentasi yang lebih penting, yang bermakna, dan yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam pemeliharaan bahasa Madura, ada beberapa
strategi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Bangkalan agar bahasa Madura
tidak mengalami pergeseran. Antra lain adalah:
Memanfaatkan
Pembelajaran
Berdasarkan data hasil wawancara di atas, peneliti
melihat adanya beberapa upaya dari Pemerintah Kabupaten Bangkalan untuk
melestarikan dan mempertahankan bahasa Madura dengan cara:
a. Menjadikan
bahasa madura sebagai kurikulum muatan lokal pada pendidikan formal meskipun
muatan lokal bahasa madura tersebut hanya memiliki 1 jam pelajaran. Hal ini
diatur dalam Peraturan Gubernur mengenai muatan lokal bahasa daerah yang wajib
diajarkan pada pendidikan formal SMP, SMP, dan SMK.
b. Ditambah
dengan adanya Peraturan Daerah untuk tetap mengajarkan bahasa daerah dalam
pendidikan formal.
c. Upaya
lain yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan khususnya Dinas
Pendidikan adalah dengan mengirimkan pelatihan guru-guru koordinator bahasa
Madura ke tingkat provinsi untuk mengikuti pelatihan yang kemudian koordinator
tersebut mengadakan workshop untuk menyampaikan hasil kepada para guru bahasa
Madura. Guru bahasa Madura di pendidikan formal menengah secara tidak langsung
melakukan pelestarian terhadap bahasa Madura. Hal ini terjadi ketika guru
membiasakan siswa untuk menggunakan bahasa Madura selama pelajaran bahasa
Madura berlangsung meskipun belum ada peraturan tentang penggunaan bahasa
Madura sebagai bahasa pengantar pendidikan. Strategi lain yang digunakan untuk
pemeliharaan bahasa Madura dalam bidang pengajaran adalah mendokumentasikan
bahasa dan sastra Madura. Dokumentasi ini kemudian dijadikan bahan mata
pelajaran bahasa Madura dalam pendidikan formal. Di sisi lain, hal ini tidak
didukung sepenuhnya dengan tenaga profesional. Belum ada guru bahasa madura
yang memiliki sertifikat dan profesional mengajar. Jumlah guru bahasa Madura
yang terbatas membuat pengajar mata pelajaran yang lain harus mengajarkan
bahasa Madura. Bahkan, beberapa pendidikanformal memberdayakan kembali guru
bahasa Madura yang telah habis masa kerjanya untuk tetap mengajarkan bahasa
Madura. Porsi yang sedikit ini menuntut peran pemerintah untuk lebih peduli dan
serius dalam melestarikan bahasa Madura dengan cara menyediakan jurusan di
perguruan tinggi yang khusus dalam bidang bahasa terutama bahasa daerah.
Pembenahan kurikulum dan
pengajaran merupakan bentuk perhatian lain dalam pemertahanan bahasa Madura
oleh pemerintahan Kabupaten Bangkalan. Selain guru bahasa Madura yang
berkompeten dan profesional, pengembangan bahan pembelajaran yang kreatif
terlebih lagi peningkatan mutu proses memang dipentingkan dalam pemertahanan
ini.
Memanfaatkan
Media
Pemaparan di atas menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten
Bangkalan memanfaatkan media cetak dan elektronik dalam usaha pemertahanan
bahasa Madura. Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, ada dua hasil wawancara
yang dapat menjawab fokus penelitian tersebut. Pertama, adanya upaya Pemerintah
Kabupaten Bangkalan dalam mempertahankan Bahasa Madura melalui sarana media
dengan adanya radio milik pemerintah bernama Amanah FM yang
memiliki banyak program yang menggunakan bahasa Madura.
Sedangkan media cetak berupa Buletin Komunitas
Masyarakat Lumpur yang diterbitkan oleh Yayasan Komunitas Masyarakat Lumpur.
Walaupun yayasan ini bukan milik Pemkab Bangkalan, namun pemerintah banyak
membantu.
Memanfaatkan
Ahli Bahasa
Beberapa
strategi Pemerintah Kabupaten Bangkalan dalam memanfaatkan ahli bahasa Madura
adalah dengan menjadikan para ahli bahasa Madura yang tergabung dalam Yayasan Komunitas
Masyarakat Lumpur sebagi narasumber dalam berbagai kegiatan yang berhubungan
dengan bahasa madura seperti narasumber dalam program acara yang disiarkan
melalui media milik Pemerintah Kabupaten Bangkalan yaitu acara Komunitas
Masyarakat Lumpur.
Kegiatan yang dilakaukan secara rutin tiap minggunya
ini dulu pernah mendapat perhatian khusus dari Pemerintah seperti adanya dana
yang diberikan kepada para narasumber. Namun hal ini sudah tidak diprioritaskan
lagi oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
Berbagai kegiatan lain yang juga menjadikan para ahli
bahasa Madura sebagai narasumber adalah melalui lokakarya yang pernah diadakan
oleh Disporabud. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bangkalan mendukung
sepenuhnya segala kegiatan yang dilakukan oleh Komunitas Masyarakat Lumpur
seperti ketika mengadakan lokakarya sendiri atau dalam berbagai kegiatan
seperti mendokumentasikan karya dan sastra bahasa Madura. Pemertahanan bahasa
daerah baik dari bahasa nasional maupun bahasa asing tidak dapat berjalan
dengan baik tanpa adanya peran dan kontribusi pengguna bahasa daerah itu
sendiri. Keberlangsungan bahasa daerah ini memerlukan sikap positif yang
melandasi pengguna bahasa akan norma-norma penggunaan bahasa. Garvin dan
Mathiot mengemukakan sikap positif terhadap bahasa antara lain; 1) kesetiaan
bahasa yakni sikap yang mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan
bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain, 2) kebanggaan
bahasa yakni sikap yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakan
sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat, 3) kesadaran adanya norma
bahasa yang mendorong orang menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; dan
merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu
kegiatan menggunakan bahasa. Sebaliknya, apabila ketiga sikap ini mulai melemah
dan tidak ada dalam seorang pengguna bahasa, maka pengguna bahasa ini dapat
dikatakan seorang pengguna bahasa yang buruk. Sikap pengguna bahasa yang buruk
ini dapat digambarkan dengan rasa ketidakbanggaan terhadap bahasa yang
dipakainya. Rasa ketidakbanggaan ini dipengaruhi oleh faktor gengsi, budaya,
ras, etnis atau politik. Sikap ini akan tampak dalam keseluruhan tindak
tuturnya, seperti mereka tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara
cermat dan tertib dan tidak menggunakan kaidah yang berlaku. Dalam konteks
bahasa dan penutur Madura, kebanggaan dan loyalitas inilah yang sangat
dibutuhkan.
SIMPULAN
Pemelihararaan bahasa Madura di kabupaten Bangkalan
dapat disimpulkan dengan menggunakan strategi. Yaitu,
a. Menjadikan
bahasa madura sebagai kurikulum muatan lokal pada pendidikan formal meskipun
muatan lokal bahasa madura tersebut hanya memiliki 1 jam pelajaran. Hal ini
diatur dalam Peraturan Gubernur mengenai muatan lokal bahasa daerah yang wajib
diajarkan pada pendidikan formal SMP, SMP, dan SMK. Ditambah dengan adanya
Peraturan Daerah untuk tetap mengajarkan bahasa daerah dalam pendidikan formal.
Upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan khususnya Dinas
Pendidikan adalah dengan mengirimkan pelatihan guruguru koordinator bahasa
Madura ke tingkat provinsi untuk mengikuti pelatihan yang kemudian koordinator
tersebut mengadakan workshop untuk menyampaikan hasil kepada para guru bahasa
Madura.
b. Memanfaatkan
Media untuk Pemeliharaan Bahasa Madura dengan memanfaatkan media cetak dan elektronik dalam
usaha pemertahanan bahasa Madura.
Sedangkan media cetak berupa Buletin Komunitas Masyarakat Lumpur yang
diterbitkan oleh Yayasan Komunitas Masyarakat Lumpur. Walaupun yayasan ini
bukan milik Pemkab Bangkalan, namun pemerintah banyak membantu.
c.
Memanfaatkan Ahli Bahasa untuk
Pemeliharaan Bahasa Madura dengan menjadikan para ahli bahasa Madura yang tergabung
dalam Yayasan Komunitas Masyarakat Lumpur sebagai narasumber dalam berbagai
kegiatan yang berhubungan dengan bahasa madura seperti narasumber dalam program
acara yang disiarkan melalui media milik Pemerintah Kabupaten Bangkalan yaitu
acara Komunitas Masyarakat Lumpur. Berbagai kegiatan lain yang juga menjadikan
para ahli bahasa Madura sebagi narasumber adalah melalui lokakarya yang pernah
diadakan oleh Disporabud. Selain itu Pemerintah Kabupaten Bangkalan mendukung
sepenuhnya segala kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Komunitas Masyarakat
Lumpur seperti ketika mengadakan lokakarya sendiri atau dalam berbagai kegiatan
seperti mendokumentasikan karya dan sastra bahasa Madura.
DAFTAR
PUSTAKA
Arps, Bernard.,
“Terwujudnya Bahasa Using di Banyuwangi dan Peranan Media Elektronik di
dalamnya (selayang Pandang 1970-2009)”, dalam Mikihiro Moriyama dan Manneke
Budiman eds., Geliat Bahasa Selaras Zaman, (Jakarta: KGP, 2010).
Bogdan R.C., dan
Taylor, S.J. 1985. Introduction to Qualitative Research Methods: A
Phenomenological Approach to the Social Sciences. New York: John Wiley and
Sons, Inc.
Chaer, Abdul dan
Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Crystal, David. 1987.
The Cambridge Encyclopedia Language. Cambridge: Cambridge University
Press.
Nasution, S. 1992.
Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif Bandung: Tarsito, 1992.
Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sudjana, Nana., dan Ibrahim. 2009. Penelitian
dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sukmadinata, Nana
Syaodih. 2007 Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.